Catatan Pemilu Presiden 2014
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Catatan Pemilu Presiden 2014

Kamis, 17 Jul 2014 12:49 WIB
S Lanang Perbawa
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Catatan Pemilu Presiden 2014
Ilustrasi (Foto: Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta - Indonesia termasuk negara yang telah mengalami transisi politik besar-besaran secara berulang, demokrasi di negeri ini juga mengalami pasang surut yang cukup signifikan. Tak beda dengan kecenderungan umum di banyak negara, perubahan politik serta naik-turunnya kualitas demokrasi di negara ini juga berimplikasi pada penyelenggaraan pemilu.

Keluhan-keluhan utama tentang kualitas demokrasi di masa pemerintahan Orde Baru antara lain dialamatkan pada penyelenggaraan pemilu yang intimidatif dan penuh kecurangan. Sebaliknya, kebanggaan pada era reformasi pun senantiasa direfleksikan pada kemampuan bangsa kita untuk menyelenggarakan pemilu multi-partai yang bebas, jujur dan adil semenjak tahun 1999.

Meskipun demikian, pemilu di Indonesia tak selalu mudah dipahami oleh publik umumnya dan para pemilih khususnya. Regulasi yang senantiasa berubah-rubah memberikan kontribusi sangat besar terhadap munculya kebingungan akan system dan tata cara pemilu kita. Selain karena kesalahan cara pandang dan prilaku orang atau manusia, keterpurukan suatu negara juga dapat disebabkan oleh pihak pemerintah yang antara lain adalah:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1) Kegagalan dalam memilih model pemerintahan
2) Kegagalan pemerintahan dalam memainkan peran sebagai penjaga kepentingan bersama;
3) Kegagalan pemerintah dalam membangun suatu penyelenggaraan pemerintah yang baik; dan
4) Terjadinya penyimpangan dan penyelewengan terhadap berbagai ketentuan formal dibidang politik.

Pelaksanaan pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan diselenggarakan pada setiap lima tahun sekali, serta dilaksanakan di seluruh wilayah NKRI sebagai satu kesatuan. Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah pelaksanaan Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Pemilu Presiden dan pemilu legislatif tentu sangat beda. Pemilu presiden secara proses dan pencalonan sangat sederhana, sehingga secara teknis memudahkan pemilih memilih dan memudahkan penyelenggara menjalankan tugas pemungutan dan penghitungan suara serta rekapitulasi. Menjelang pelaksanaan Pilpres, 9 Juli 2014 terlihat masalah yang muncul antara lain: dana kampanye,Β black campaign, money politic.

Sedangkan ICW mencatat banyak indikasi kecurangan terkait dana kampanye, termasuk pelaporan dana kampanye yang tidak rasional dengan aktivitas kampanye yang dilakukan. Selain itu, ditemukan sejumlah nama penyumbang diduga fiktif, maupun nama penyumbang dengan identitas palsu, bahkan terindikasi adanya upaya memecah nominal sumbangan untuk menyiasati ambang batas yang diperbolehkan. ICW menilai, beberapa titik kritis dalam penyalahgunaan dana kampanye dapat dilakukan pada saat penyerahan dana kampanye, pencatatan dan pelaporan serta aspek audit.

Dana Kampanye dan Transparansi

Penggunaan dana kampanye secara transparansi, siapa yang memberikan, asal-usul, dan digunakan untuk apa, merupakan hal yang sangat penting. Menciptakan pemimpin yang beintegritas dilihat dari penggunaan dana kampanyenya. Di negara Amerika, The Federal Election Commission (FEC) bertugas melakukan administrasi dan menegakan hukum the federal campaign finance. FEC berwenang mengawasi keuangan kampanye, pemilihan DPR, Senat, serta pemilihan Peresiden.

FEC menerima laporan keuangan, me-review akurasi dan kelengkapan laporan tersebut. Membuat laporan tersebut agar bisa diakses publik 48 jam setelah penyerahan laporan, membuat laporan data base informasi keuangan. Masyarakat dapat mengakses dan data base formasi melalui catatan FEC dan internet. FEC memiliki yuridiksi eksklusif melalui FECA (Federal Election Act 2008) untuk melakukan investigasi, menerima bukti, dalam rangka penegakan hukum.

FEC ditunjuk oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan DPR dan Senat, berjumlah 6 orang, biasanya 3 dari Demokrat dan 3 dari partai Republik, bisa saja dari perseorangan atau luar parpol yang penting menguasai tentang pemilu dan politik. Untuk menjadi ketua FEC dilakukan bergilir setiap tahun. Namun setelah masuk sebagai anggota FEC, mereka sudah tidak beraktivitas lagi di parpol yang berangkutan tetapi professional dan fokus pada kegiatan dan fungsi kepemiluan.

Tugas dan fungsi anggota FEC fokus pada persoalan kampanye, pendanaan, dan pertanggungjawabannya. Tugas yang lain yang berkaitan dengan kepemiluan mulai dari pemilih, tempat pencoblosan (ballot) sampai dengan pemungutan dan penghitungan suara dilakukan oleh negara bagian, termasuk pendaftaran sebagai peserta pemilu semua di negara bagian yang dilakukan pemerintah negara bagian. FEC hanya mensupervisi negara bagian dalam menjalankan pemilu, dan proses administrasi. FEC hanya mempunyai 2 divisi, yaitu divisi hukum (legal) dan divisi administrasi (administration), yang dibantu kurang lebih 350 orang staf.

Sistem pertanggungjawabanya ke publik jadi setiap keputusn disampaikan ke publik atau media sebagai pertanggungjawaban, tidak ke DPR, Senat maupun Presiden. Fungsi penegakan hukum semua diserahkan kepada pengadilan (court) di negara bagian, atau bisa ke supreme court, tapi tergantung kasusnya.

Jadi ada baiknya ke depan KPU di Indonesia mempunyai kewenangan dan kemampuan seperti FEC terutama berkaitan dengan dana kampanye dan penegakan hukumnya. Hal ini sekaligus mengurangi adanya Money politik karena semua dana kampanye yang dikeluarkan, asalnya, dan penggunaanya secara jelas dilaporkan, dipublikasi dan dipertanggungjawabkan secara hukum.

Evaluasi Pemilu Presiden di Indonesia

Prinsip demokrasi diindikasikan antara lain oleh tegaknya prinsip kebebasan, keterwakilan, keadilan dan pertanggungjwaban. Ada 4 aspek yang harus diperhatikan dalam pemilu, aturan pemilu (electoral law), proses pemilu (electoral process), sengketa dan penegakan hukum (electoral dispute & electoral) dan hasil pemilu (electoral result). 4 aspek ini merupakan hal yang sangat penting dalam proses pemilu presiden.

Untuk aturan pemilu, secara sistem sangatlah sederhana dibandingkan dengan sistem pemilu di Amerika Serikat, sehingga hal ini sangat penting untuk mempertahankan. Yang menjadi proses evaluasinya mungkin mengenai syarat-syarat pencapresan dari parpol, selain itu mekanisme calon independen atau luar parpol yang melalui parpol atau memberikan kesempatan orang di luar parpol untuk berkompetisi perlu diakomodasi.

Proses pemilu juga mekanisme untuk pemilu presiden sangat sederhana, dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebutkan sekaligus pemilihannya dengan Pemilu Legislatif walaupun sudah sah tapi perlu dievaluasi. Karena dari segi proses di bawah baik bagi masyarakat/pemilih peserta dan penyelenggara sangatlah menyulitkan. Pemilu Legislatif 2009 dan 2014 saja kemarin sangatlah menyulitkan bagi stake holder pemilu, bisa dibayangkan bila ditambah dengan pemilu presiden. Semakin sulit sistem dan proses pemilu dijalankan maka semakin berpeluang tinggi terjadi kecurangan, begitu juga semakin sederhana proses dan sistem pemilunya maka semakin sulit terjadi kecurangan.

Berkaitan dengan sengketa pemilu dan penegakan hukum, ini erat kaitanya dengan KPU, Bawaslu, dan DKPP. Begitu juga dengan pihak penegakan hukum dari polisi, jaksa, dan hakim. Hal ini tentunya berkaitan dengan prasarana dan SDM yang memahami masalah pemilu. Dalam penegakan hukum budaya masyarakat dalam hal memahami pemilu, atau memahami larangan dan kejahatan pemilu juga menjadi penting. Jangan sampai money politic dianggap menjadi hal yang bisa dan dianggap wajar, apalagi menjadi budaya pada setiap event pemilihan umum. Perlu ada ketegasan penyelenggara dan penegak hukum serta pendidikan politik yang dilakukan bersama-sama.

Sebagai elemen sentral dalam proses rekrutmen politik modern, pemilu juga merupakan titik penyeimbang antara kebutuhan akan sirkulasi elit di satu sisi dengan keperluan adanya jaminan kesinambungan sistem di sisi yang lain. Selain itu, pemilu juga merupakan salah satu ukuran terpenting bagi derajat partisipasi politik pada suatu negara. Terwujudnya pemilu yang bebas biasanya merupakan indikator mulai bekerjanya kekuatan reformasi di negara yang sedang mengalami transisi.

Yang terakhir dari semua aturan, proses, sengketa dan penegakan hukum, maka ukuran baik tidaknya demokrasi tentunya ukuran salah satunya adalah dari hasil pemilu, menyangkut orang dan program yang disampaikan apakah benar-benar untuk kesejahteraan masyarakat. Semua ini saling berkaitan dan saling berpengaruh untuk nantinya mendapatkan hasil pemilu yang diinginkan masyarakat.

Tidak maksimalnya hasil pemilu, bisa karena aturan, proses, penegakan hukum, dan budaya masyarakatnya. Budaya masyarakat tentunya berkaitan dengan pendidikan atau pemahaman masyarakat tentang pentingnya pemilu atau pentingnya memilih pemimpinnya untuk membawa negaranya lebih baik.

*) DR S Lanang Perbawa adalah Akademisi dan Pemerhati masalah politik, Peneliti pada Bali Democracy & Research Strategic.

(nwk/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads