Namun pasca penetapan tersebut, muncul berbagai permasalahan yang disoroti oleh berbagai pihak antara lain, kesalahan teknis, kecurangan, penggelembungan suara, pemindahan suara, pencurian suara hingga politik uang menjadi persoalan yang dicatat oleh parpol maupun pihak independen lainnya. Dengan kondisi ini, Mahkamah Konstitusi (MK) akan kebanjiran gugatan dan hanya mempunyai 30 hari untuk menyelesaikan semua gugatan tersebut, agar Pilpres 9 Juli 2014 dapat dilaksanakan tepat waktu. Tentunya dengan catatan apabila MK dapat memutuskan perselisihan Pemilu 2014 secara jujur, adil serta berkualitas, rakyat dan peserta Pemilu akan lapang dada menerima dan menjalankannya.
Menurut catatan Mabes Polri sampai 8 Mei 2014, sudah ada sebanyak 300 kasus tindak pidana Pemilu Legislatif 2014 yang diterima Polri dengan tersangka sebanyak 393 orang. Dari 300 kasus tersebut terus dilakukan penyidikan 205 dengan perincian tahap I ada 12 kasus, tahap II (62 kasus), dan 21 kasus sudah SP3. Dari kasus Pemilu yang dilaporkan Bawaslu ke Polri, masih didominasi kasus money politic sebanyak 77 kasus.
Pihak yang Mempersiapkan Gugatan
Ketua MK, Hamdan Zoelva mengatakan pihak yang dapat mengajukan permohonan gugatan Pileg adalah parpol peserta Pemilu dan perorangan
calon anggota Dewan Perwakilan Daerah. Hamdan Zoelva menegaskan, MK membuka kemungkinan bagi penyelesaian internal partai atau sengketa
antar calon anggota legislatif dalam satu partai, tetapi permohonan tersebut harus didaftarkan oleh partai, karena perseorangan caleg DPR/DPD RI/DPRD tidak dapat maju sendiri ke MK, karena harus disetujui dan diajukan oleh parpol. MK tidak akan memproses keberatan atau gugatan yang diajukan caleg dan pengurus partai tingkat cabang (DPC).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama, Forum Lintas Parpol di Kabupaten Lampung Utara yang terdiri dari 12 parpol antara lain Nasdem, PDIP, Partai Demokrat, PKPI dan Partai Bulan Bintang siap melayangkan gugatan secara pidana penyelenggara Pemilu karena kecurangan mulai dari TPS hingga rekapitulasi KPU Kabupaten.
Kedua, Partai Demokrat. Menurut Ketua Harian DPP Partai Demokrat, Sjarifuddin Hasan mengatakan, Partai Demokrat akan mendaftarkan sengketa hasil Pemilu legislatif ke MK, di mana prosedur pengajuan gugatan telah disiapkan dan akan dipatuhi termasuk akan ditandatangani Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono dan Sekjen Edhie Baskoro Yudhoyono.
Ketiga, menurut Tjahjo Kumolo, PDIP tidak tertutup kemungkinan akan mempersoalkan beberapa temuan kecurangan ke MK. Pola permainannya
sangat masif yang melibatkan oknum KPPS, sampai oknum yang ada di KPU daerah. βHarus ada penataan oleh KPU Pusat,β ujar Sekjen PDIP ini.
Keempat, Sekjen PKB Imam Nahrawi mengatakan, PKB sudah siap mengajukan 24 gugatan, karena sekitar 1 juta suara PKB hilang akibat kecurangan,
seperti yang terjadi di daerah pemilihan NTT I dan II, Jawa Timur II, V dan XI, Bengkulu serta dapil Sumatera Selatan II.
Kelima, Sekjen PPP Romahurmuzy mengatakan PPP telah menyiapkan gugtan untuk dua daerah pemilihan yaitu Jawa Barat I dan Sumatera Selatan II
di tingkat DPR, sedangkan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, PPP menyiapkan 46 gugatan, hampir seluruh gugatan terkait praktek politik
uang.
Penyebab Kesemrawutan
Ada beberapa penyebab faktor terjadinya kesemrawutan dalam Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 antara lain:
Pertama, dilaksanakan sistem suara terbanyak yang mengakibatkan semakin banyak orang yang 'bermain' dalam Pileg 2014. Selain itu, sistem ini mengakibatkan antar caleg baik yang berasal dari partai yang sama atau berbeda partai saling menjegal dalam berbagai cara termasuk politik uang.
Kedua, tidak adanya saksi baik saat pencoblosan dan penghitungan suara, sehingga pengawasan yang terjadi sangat longgar. Hal ini mengakibatkan banyaknya kecurangan mulai dari pemindahan suara, pencurian suara dan penggelembungan suara.
Ketiga, tahapan rekapitulasi yang dilakukan Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) harus dihilangkan. Apalagi
KPU Provinsi ada kecenderungan tidak tahu apa yang terjadi pada tingkat di bawahnya.
Keempat, dampak akibat invalidnya Daftar Pemilih Tetap (DPT), sehingga menghadapi Pilpres 2014 harus dilakukan verifikasi dan validasi ulang untuk menghindari kecurangan atau manipulasi suara yang menguntungkan kontestan tertentu.
Kelima, ekses turunnya kinerja KPU karena lemahnya koordinasi antara KPU Pusat dengan KPU Provinsi, sehingga tidak tertanganinya masalah
keterlambatan pengiriman logistik Pemilu, tertukarnya sejumlah logistik, kertas suara yang sudah tercoblos terlebih dahulu sebelum pelaksanaan, perilaku negatif KPPS di sejumlah daerah, hingga rekapitulasi setiap provinsi yang banyak muncur dari jadwal yang sudah disepakati sebelumnya.
Keenam, kinerja KPU di setiap tingkatan dalam mempersiapkan data administrasi Pemilu ternyata sangat buruk antara lain ditandai dengan daftar pemilih khusus tambahan tidak sinkron dengan pengguna, sehingga memunculkan dugaan adanya penggelembungan suara.
Ketujuh, keterlibatan warga negara asing dalam pembuatan data pemilih di KPU sangat disayangkan, karena telah mencederai kedaulatan negara seperti dikemukakan mantan anggota KPU, Chusnul Mariyah.
Menurut penulis, menggugat hasil Pemilu Legislatif 2014 adalah hak masing-masing parpol peserta Pemilu dan calon anggota DPD RI. Namun,
mengingat kasus yang paling banyak dilaporkan adalah dugaan praktik politik uang, maka kasus ini harus diperkuat dengan bukti yang kuat.
Karena jika tidak dibuktikan maka arah politik kita akan berkembang berdasarkan syak wasangka yang tidak sehat, karena siapa yang kalah tidak akan gentlement menerimanya bahkan menuduh pemilihan telah berlangsung dengan curang.
Sementara itu, pemberitaan rencana gugatan hasil Pileg 2014 di media massa cetak, elektronik, website bahkan sosial media, rawan dimanfaatkan kelompok kepentingan tertentu untuk melakukan propaganda negatif yang menilai hasil rekapitulasi Pileg 2014 dilakukan secara tergesa-gesa dan terkesan sekedar untuk mencapai target tenggat waktu serta tidak memperhatikan kualitasnya. Propaganda negatif tersebut untuk menciptakan opini di masyarakat bahwa pemerintah melalui penyelenggara Pemilu tidak profesional dalam menjalankan rangkaian pelaksanaan Pemilu, karena masih terdapat berbagai permasalahan di daerah.
Hal ini membuat masyarakat menjadi pesimis terhadap penyelenggaraan Pemilu 2014, yang berdampak pada dukungan terhadap pelaksanaan Pilpres 2014. Padahal, dukungan dari masyarakat sangat diperlukan dalam mewujudkan pemerintahan yang lebih baik dengan berpartisipasi aktif dan tidak bersikap golput. Oleh karena itu, stakeholder bidang komunikasi dan informasi harus bersinkronisasi dan bekerjasama melakukan sosialisasi dan mengcouncer segala isu negatif seputar penyelenggaraan Pemilu, agar masalah ini tidak menipiskan semangat rakyat untuk hadir di TPS pada 9 Juli 2014 mendatang.
Semoga Pilpres 2014 tetap berjalan sesuai dengan jadwalnya, agar takdir bangsa ini bergerak ke arah yang sebaik-baiknya bukan arah yang menimbulkan ironi dan anarki.
*) Stefi Vellanueva Farrah adalah pemerhati masalah politik dan peneliti di Forum Dialog, Jakarta.
(nwk/nwk)











































