Jakarta - Sebuah bangunan di Jl. Cinere Raya, Depok itu sempat menyilapkan mata bagi siapa saja yang lewat. Wajahnya kini berubah total. Dulu mata para pemakai jalan tertuju ke bangunan itu, karena jadi sekretariat sebuah partai politik. Tapi, kok kini berubah jadi
hair and beauty salon? Dulu, kantor itu dicat warna lambang sebuah partai politik (parpol). Di bagian depan, bagian atas, dan di pinggir jalan depan gedung itu, dipasang bendera parpol. Plus umbul-umbul. Poster parpol dan sang calon presiden juga dipajang, lengkap dengan permintaan untuk mencoblosnya. Meriah! Tidak hanya itu. Di gedung satu lantai yang cukup luas itu juga dijaga para satgas parpol. Pakai seragam warna gelap dan pakai sepatu lars. Mobil Jeep Wilis yang dicat lambang parpol juga sering diparkir di halaman itu. Tempat itu memang strategis. Wajar bila parpol itu mendirikan kantor di situ. Kantor itu menjadi fokus ribuan mata pemakai jalan tiap harinya, karena bila pagi dan sore hari, jalan di depan gedung itu selalu macet. Tidak ada pemandangan lain yang lebih menarik selain gedung itu. Apalagi, warna cat gedungnya tampak menyala. Menjelang pemilu, kemudian pemilihan presiden (pilpres) tahap I dan II, sekretariat parpol ini makin tampak hidup. Sejumlah orang dan kendaraan lalu lalang, apalagi menjelang pemilihan presiden. Tapi, lambat laun kemeriahan gedung ini berubah setelah pesta demokrasi usai. Gedung ini tampak sepi kembali, persis jauh hari sebelum menjelang pesta demokrasi. Dan beberapa hari terakhir ini, fungsi bangunan ini malah berubah menjadi sebuah salon kecantikan. Gedung itu tetap menjadi fokus penglihatan orang, meski orang yang melihatnya ada yang geleng-geleng kepala. Hal yang sama juga terjadi pada sebuah sekretariat parpol di Jl. Limo Raya, Depok. Di saat ramai-ramainya pemilu, sekretariat ini tampak begitu meriah. Sekretariat dibuat bernuansa warna sebuah parpol. Namun, seusai pemilu, sekretariat ini tampak sepi. Gerbang digembok, rerumputan tumbuh di pelataran sekretariat. Tak terurus. Ini hanya secuil kisah. Di daerah lain, mungkin sama keadaannya. Padahal sekretariat parpol melambangkan kinerja parpol itu. Tentu, tidak pas, bila sekretariat parpol hanya ada aktivitas saat 'obral janji' (baca: kampanye) di musim pemilu. Tidak pas juga, bila para pengurus parpol dan para anggota legislatif lupa dengan janji-janjinya. Seharusnya, ini tidak terjadi di zaman reformasi. Peristiwa ini masih belum berubah dibanding tahun-tahun lalu, saat Orde Baru. Parpol hanya dijadikan alat untuk merengkuh kekuasaan. Rakyat dilibatkan mengikuti pesta demokrasi hanya sesaat. Setelah itu, janji-janji manis yang pernah para politisi sampaikan hilang bagai ditelan Bumi. Yang mereka lakukan kini: bagaimana menambal pengeluaran saat kampanye. Tentu, cara-cara seperti ini tidak layak dilakukan oleh para politisi yang terhormat. Seharusnya, bila memang mereka benar-benar politisi yang pro-rakyat, tentu aktivitas mereka tidak hanya nyaring menjelang Pemilu. Mereka tetap melayani rakyat yang telah memilihnya. Karena kalau benar-benar mau memikirkan rakyat, sebetulnya tidak akan ada habisnya. Memang, tidak semua parpol bertindak dan bersikap
ad hoc seperti itu. Ada juga parpol yang tetap konsisten berpihak kepada rakyat. Bak iklan baterai Energizer: tak ada habisnya. Sekretariat tetap ramai aktivitas. Kegiatan pelayanan terhadap masyarakat juga tetap jalan. Bahkan, demonstrasi juga tetap dilakukan. Parpol seperti ini yang tampaknya punya masa depan! Masyarakat tampaknya juga harus bisa berpikir dan memilih dari sekarang, mana parpol yang layak dipilih, bila tidak mau dijadikan alat perengkuh kekuasaan semata. Pemilu 2004 semoga menjadi pelajaran.
(/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini