Bahkan Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris mengatakan bahwa kualitas pemerintahan hasil Pemilu 2014 tidak akan berubah karena masih dalam skema pemilu yang dijalankan. "Kasus penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi masih akan berlangsung pasca-Pemilu 2014. Wakil rakyat yang tidak akuntabel masih ada karena skema pemilu kita bermasalah," kata Syamsuddin.
Untuk itu, tentu diperlukan adanya upaya atau strategi yang tepat agar tingkat partisipasi masyarakat kembali meningkat pada Pemilu 2014 yang sebentar lagi akan berlangsung, yaitu tanggal 9 April 2014. Pemilu bermanfaat sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat, sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara konstitusional, sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi dan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik. Setidaknya ada tiga faktor pendukung partisipasi, yaitu :
1. Adanya Kemauan
2. Adanya Kemampuan dan
3. Adanya Kesempatan
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait hal tersebut terdapat beberapa hal utama yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan pendidikan politik kepada masyarakat. Pendidikan politik tersebut dapat dilakukan oleh KPU, partai politik, pemerintah, sekolah atau perguruan tinggi, organisasi masyarakat (ormas), tokoh agama dan masyarakat. Berbagai hal tersebut dapat dilakukan dengan cara:
1. Komisi Penyelenggara Pemilihan Umum (KPU) memperkenalkan secara luas partai politik peserta Pemilu 2014, pendidikan pemilih, pendidikan elektoral, dan pendidikan pemilih pemula.
2. Seluruh partai politik peserta pemilu harus mampu memperkenalkan dengan baik para caleg atau kandidat dengan tidak melakukan money politic. Tetapi mempromosikan diri dengan cara-cara yang baik, sehingga masyarakat yakin bahwa menentukan pilihan politiknya pada orang yang tepat. Hal ini pun terkait dengan upaya membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Sekolah atau perguruan tinggi, organisasi masyarakat (ormas), tokoh agama dan masyarakat terus berpartisipasi dalam mengajak masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya dan tidak golput.
Selain itu, guna mewujudkan pemilu yang Jurdil (jujur dan adil, red) sangat diperlukan partisipasi aktif masyarakat yang dapat diwujudkan dengan cara :
1. Memantau penghitungan suara di TPS
2. Menyaksikan pelaksanaan penghitungan suara diluar TPS
3. Menyampaikan laporan atas dugaan adanya pelanggaran penyimpangan dan/ atau kesalahan dalam pelaksanaan penghitungan suara kepada KPPS
4. Mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh KPPS melalui saksi peserta pemilu atau pengawas pemilu yang hadir apabila terhadap hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
5. Berpartisipasi dalam sosialisasi pemilu, pendidikan bagi pemilih, survei atau jajak pendapat tentang pemilu dan penghitungan cepat hasil pemilu
Β
Berdasarkan hal tersebut di atas, hal utama yang perlu diperhatikan adalah adanya keterlibatan aktif masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2014. Menjaga kondusifitas dan stablitas politik di dalam maupun di luar tempat pemungutan suara (TPS) serta yang tidak kalah penting adalah bahwa para kandidat calon legislatif harus mampu menerima hasil keputusan dalam Pemilu 2014.
Artinya, para caleg harus siap menang dan juga siap kalah. Dengan demikian, tujuan Pemilu 2014 akan tercapai. Dengan indikator tingginya angka partisipasi politik masyarakat dan lahirnya para pemimpin-pemimpin baru yang mampu merubah bangsa Indonesia menjadi jauh lebih baik.
*) Satya Dewangga adalah Aktivis pada Lembaga Kajian Nusantara Bersatu.
(nwk/nwk)