Meskipun masih terdapat banyak hal yang perlu terus kita perbaiki, namun secara umun perekonomian nasional dapat terjaga posisitf dan stabil di tengah tekanan ekonomi dunia. Atraktifnya pasar dan ekonomi domestik menjadikan Indonesia sebagai salah satu primadona tujuan investasi di kawasan Asia. Kecepatan melakukan policy-responses dengan mengedepankan macroprudential dan tetap mendorong sektor riil merupakan bauran efektif untuk meningkatkan resiliensi ekonomi di tengah ketidakpastian perekonomian global.
Tekanan dari kebijakan pengurangan stimulus oleh bank sentral Amerika memberikan contagion effect khususnya bagi ekonomi negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Untuk menahan efek lebih dalam sekaligus tetap mempertahankan fundamental ekonomi nasional, Pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia dan OJK melakukan sejumlah policy responses. Bauran kebijakan yang telah diluncurkan sejak 2013 merupakan hasil dari koordinasi otoritas fiskal-moneter-sektor riil dan kini hasilnya dapat kita rasakan saat ini. Perbaikan neraca pembayaran dan perdagangan, inflasi yang terjaga, peningkatan cadangan devisa, serta semakin menguatnya kepercayaan para pelaku ekonomi terhadap ekonomi Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nilai tukar rupiah juga terus menguat di sepanjang Januari-Maret 2014, berlawanan arah dengan nilai tukar di sejumlah negara berkembang yang menghadapi depresiasi nilai tukar yang sangat tajam. Penguatan nilai tukar rupiah bahkan tertinggi dari 24 negara berkembang lainnya. Indeks harga saham gabungan (IHSG) dengan trend menguat di luar ekspektasi pasar (menembus batas 4.800) merupakan manivestasi dari animo dan apresiasi pasar terhadap fundamental ekonomi nasional.
Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa penguatan nilai tukar rupiah dan IHSG merupakan dampak dari semakin kokohnya fundamental ekonomi nasional. Respon kebijakan ekonomi terhadap tekanan eksternal dilakukan dengan sigap melalui sejumlah instrumen baik fiskal dan moneter serta terus menjaga sektor riil dan daya beli masyarakat. Kebijakan mendorong ekspor khususnya barang-barang yang bernilai tambah tinggi dan menekan laju impor, telah berdampak pada perbaikan neraca perdagangan saat ini. Perbaikan pada neraca perdagangan ini kemudian menjadi katalis bagi perbaikan neraca pembayaran sekaligus memberi ruang ekspansi yang besar bagi peningkatan cadangan devisa. Di sisi lain penguatan daya beli terus dilakukan baik dari sisi pasokan maupun permintaan yang telah banyak memberi andil dalam upaya mengendalikan laju inflasi yang kini banyak dirasakan negara-negara lainnya.
BPS beberapa waktu lalu mengumumkan surplus neraca dagang pada Februari 2014 mencapai US$ 785,3 juta. Surplus ini didorong oleh peningkatan kinerja ekspor pada bulan Februari 2014 sebesar US$ 14,57 miliar atau naik 0,68 persen dibanding Januari 2014 dan pengendalian kinerja impor Februari yang tercatat US$ 13,79 miliar atauβ¨turun 7,58 persen dibanding Januari 2014.
Surplus perdagangan periode Februari 2014 ditopang oleh peningkatan surplus neraca perdagangan non-migas yang mencapai US$ 1,58 miliar. Surplus neraca perdagangan pada Februari 2014 melanjutkan trend surplus sejak bulan Oktober 2013 dan diharapkan dapat terus meningkat di periode-periode selanjutnya. Surplus kinerja perdagangan ini tentunya tidak lepas dari kebijakan pengendalian impor yang disertai dorongan ekspor barang-barang bernilai tambah tinggi dengan strategi diversifikasi pasar berupa perluasan ke pasar non tradisional.
Selain mengumumkan data kinerja neraca perdagangan, BPS juga mencatat inflasi bulan Maret 2014 sebesar 0,08 persen. Angka inflasi bulan Maret ini lebih rendah dibandingkan angka inflasi bulan Februari 2014 yang sebesar 0,26 persen atau bahkan lebih rendah dari inflasi bulan Maret pada tahun sebelumnya yang mencapai 0,63 persen. Inflasi tahun kalender sebesar 1,41 persen, dan inflasi year on year sebesar 7,32 persen. Sementara itu inflasi komponen inti sebesar 0,21 persen dan inflasi komponen inti year on year sebesar 4,61 persen. Trend penurunan inflasi bulanan sepanjang Januari-Maret 2014 merupakan hasil dari sejumlah respon kebijakan yang yang telah dilakukan sejak paket kebijakan ekonomi diluncurkan pada pertengahan 2013.
Selain itu kebijakan moneter yang mempertahankan suku bunga acuan ditambah dengan tren penguatan nilai tukar juga memberi andil yang besar bagi penurunan kinerja impor. Dengan nilai tukar yang terus menguat dan suku bunga acuan yang tinggi, harga barang dan jasa dapat dikendalikan sehingga inflasi juga terkendali. Hubungan resiprokal dari menguatnya fundamental ekonomi nasional dan sejumlah bauran kebijakan fiskal-moneter merupakan cyclical effect yang akan terus ditingkatkan di mas-masa mendatang.
Memang beberapa sentimen positif eksternal juga memberi dukungan bagi penguatan nilai tukar rupiah pada perdagangan beberapa hari terakhir namun bersifat komplimen dan temporer saja. Seperti yang diberitakan oleh sejumlah media, nilai tukar Euro menguat pasca dirilisnya penilaian rendahnya consumer-price inflation Jerman serta ekspektasi membaiknya data-data Zona Euro. Sentimen positif dari eksternal juga datang dari terapresiasinya mata uang Australia (AUD), Rupee India dan mata uang Yuan.
Namun terlepas dari sejumlah sentiment positif yang berasal dari eksternal, apresiasi nilai tukar rupiah, inflasi yang terkendali, membaiknya neraca perdagangan-pembayaran, lebih dominan disebabkan oleh penguatan fundamental ekonomi nasional. Dampak sentimen eksternal hanya bersifat sesaat dan relatif kecil pengaruhnya khususnya bagi negara-negara dengan fundamental yang kuat. Sebaliknya negara dengan fundamental ekonomi yang lemah atau rapuh akan relatif lebih rentan dari contagion effect dari sentiment eksternal.
Saya percaya dan meyakini fundamental ekonomi nasional akan terus menguat di masa-masa mendatang seiring semakin atraktifnya pasar Indonesia. Ekonomi Indonesia masih akan menghadapi ketidakpastian global dalam 3-5 tahun ke depan. Oleh karenanya, tugas kita bersama tetap menjaga dan semakin meningkatkan fundamental ekonomi.
Stabilitas Pemilu 2014 perlu kita jaga dan tingkatkan, koordinasi otoritas fiskal-moneter-sektor riil perlu terus kita tingkatkan, kebijakan industrialisasi dan hilirisasi secara konsisten perlu kita lakukan, pembangunan infrastruktur juga perlu terus dipercepat, peningkatan produktivitas tenaga kerja dan sumber daya manusia, terus meningkatkan pengembangan dan pemanfaatan teknologi, serta program-program pemberdayaan masyarakat dan UMKM juga perlu terus kita tingkatkan. Melalui hal-hal ini, ekonomi Indonesia akan semakin kuat dan berdaya saing.
*) Prof. Firmanzah PhD staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
(nwk/nwk)