Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. Demokrasi boleh dimaksudkan sebagai satu sistem politik yang boleh dikatakan sebagai semua rakyat boleh buat keputusan yang penting tentang politisi awam.
Kedaulatan rakyat yang dimaksud bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas, karena suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rakyat memang merupakan obyek yang sangat strategis untuk dijadikan sebagai media dalam kampanye para caleg, siapa yang tidak senang dengan diberi hadiah/imbalan yang gratis oleh para caleg, seperti membagikan uang mulai dari Rp 50 ribuan sampai Rp 200 ribuan, sembako, kaos, topi, baju, payung dan lain-lain yang serba gratis. Saat musim kampanye, rakyat diserbu untuk pengerahan massa tetapi setelah terpilih menjadi anggota DPR, rakyat sering dilupakan kepentingannya.
Bagaimana mau mengingat rakyat, jika wakil rakyat yang terpilih itu memikirkan bagaimana mengembalikan dana yang sudah keluar waktu kampanye politiknya, para sponsorpun akan menagih janji. Akhirnya kepentingan rakyatpun tidak tahu dinomor berapakan? Betulkah, wahai para caleg?
Ibarat sebuah pesta besar pasti membutuhkan uang yang banyak dan persiapan yang tidak hanya sekedarnya. Begitu halnya dengan pesta demokrasi Pemilu 2014, yang sarat dengan uang yang dihamburkan untuk keperluan kampanye dan iklan politik, tidak hanya berjumlah jutaan rupiah bahkan bisa mencapai miliaran rupiah uang yang dihamburkan untuk kampanye dan iklan politik.
Ironi memang dengan kondisi dan kenyataan yang dihadapi masyarakat kita sekarang ini, dimana rakyat sangat memerlukan uang untuk bisa menganjal perut dan makan sehari-hari. Pada akhirnya pesta demokrasi ini untuk siapa? Untuk rakyat yang menderita, para pengusaha yang mempunyai modal dan para konco-konconya, kah? Akankah derita rakyat bisa disembuhkan dengan pesta demokrasi pada Pemilu 2014? Jawab sendiri yaaβ¦
Jangan takut akan perubahan. Kita mungkin kehilangan sesuatu yang baik, namun kita akan peroleh sesuatu yang lebih baik lagi. Setiap sistem pemilihan memiliki kelemahan dan keunggulan. Para wakil rakyat bertugas memilih sistem pemilihan yang lebih menekankan pendewasaan demokrasi, bukan semata-mata untuk kepentingan politik jangka pendek. Kepentingan politik partai dalam jangka pendek lebih diutamakan daripada proses membangun demokrasi yang lebih sehat. Dapat dilihat, demokrasi lebih dikendalikan para pemilik kapital daripada mengedepankan figur yang cerdas dan merupakan representasi rakyat.
Harapan akan kemajuan demokrasi akhirnya kabur, rakyat tetaplah rakyat yang tidak punya kedaulatannya, tetap termarjinalisasi dari akses-akses politik dan ekonomi. Itu semua terjadi karena kultur politik kita masih kultur centeng, sok priyayi meski karbitan. Itulah yang menguasai sendi-sendi kehidupan politik kita.
Disadari atau tidak, kita ini sebenarnya dikuasai para calo politik, bukan negarawan, sehingga perkembangan dan proses menuju demokrasi substansial masih jauh panggang dari api. Berbagai kesalahan masa lalu berpotensi kita ulangi kembali. Demokrasi pada akhirnya kembali menjauh dari nalar sehat dalam mengelola kehidupan bersama.
Padahal, esensi utama demokrasi ialah kedaulatan rakyat sebagai pemegang mandat, yakni daulat rakyat dan penghormatan atas hak dan martabat, bukan soal menang atau kalah. Demokrasi yang begitu kental dikendalikan kekuatan kapital akan menghancurkan kesetiaan kepada garis ideologi dan visi politik. Kader partai pun hanya berpikir dengan logika 'jual-beli'.
Semua tindakan politik dilakukan secara transaksional, rugi dan untung berapa, akibat politisi terdidik oleh budaya aktivitas politik merupakan kegiatan untuk mengubah status hidup secara ekonomis. Perkembangan rezim Orde Lama kemudian Orde Baru dan terakhir reformasi menunjukkan semakin terkikis idealisme perjuangan demi kemandirian dan martabat bangsa.
Bahkan kita mencoba menggali kembali kearifan budaya lokal demi transformasi ke moralitas karakter manusia dengan memilah antara pihak keunggulan budaya nusantara dan kelemahan budaya dari pertimbangan alam suatu benua nusantara mencakup kepulauan, pantai panjang dan lautan luas. Untuk itu, kita perlu membangun budaya baru yang didasarkan pada pertimbangan rasionalitas dalam pemilihan dan bukan lagi pada mitos dan politik aliran, melainkan pada pertimbangan integritas, kepribadian dan moralitas calon.
Kemandirian merupakan bentuk paling nyata dari segenap upaya yang dikerjakan dalam rangka merealisasikan kedaulatan, karena itu penilaian satu-satunya bagi setiap negara yang menyatakan dirinya berdaulat adalah mengukur seberapa besar sebenarnya kedaulatan yang dimilikinya, berbanding lurus dengan seberapa besar kemandirian negara yang bersangkutan.
Marilah kita sukseskan Pemilu 2014, untuk menggapai dan meraih mimpi rakyat yakni masyarakat yang harmonis, sejahtera dan berkeadilan dalam kemakmuran.
"Berfikir positif dan optimis", terlihat seperti kalimat puisi yang sepele, tetapi sadarilah ini sangat penting dalam peran anda mengambil keputusan yang akan menentukan kesuksesan atau kehancuran.Β
*) Suhendro, pemerhati masalah bangsa Β
(nwk/nwk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini