Banjir 'Air Bingung' di Jakarta
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Banjir 'Air Bingung' di Jakarta

Kamis, 27 Feb 2014 11:00 WIB
Said Zainal Abidin
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Banjir Air Bingung di Jakarta
Jakarta - Upaya mengatasi banjir di Jakarta tidak mudah. Kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat sudah terlanjur rusak. Untuk mengatasinya memerlukan strategi yang jitu dan tindakan yang tegas. Setelah lebih dari satu bulan Jakarta di kepung banjir, pertengahan bulan Februari, air mulai surut. Para pengungsi dari tempat-tempat mengungsi mulai kembali ke rumah. Namun sebagian masih ada yang takut kalau-kalau akan banjir lagi.

Kerusakan yang ditimbulkan banjir itu cukup besar, baik terhadap proyek-proyek pemerintah, seperti jalan, jembatan, kantor-kantor, rumah-rumah penduduk dan harta kekayaan rakyat yang lain. Yang pada akhirnya semua menjadi beban pemerintah. Bencana banjir tahun ini sekaligus juga menjadi tugas pertama yang menantang pemerintah baru Jakarta. Namun sikap dan usaha yang ditunjukkan Jokowi cukup terpuji. Bukan sekedar blusukan ke kampung-kampung yang banjir, tapi juga upaya mencari penyelesaian yang bersifat terobosan menjadi perhatian utama. Sebagai orang baru dalam menghadapi persoalan yang begitu besar Jokowi merupakan tokoh yang dapat diandalkan.

Upaya meredam arus dan mengurangi jumlah air yang datang dari Bogor diupayakan dengan membangun waduk-waduk di perbatasan Jakarta-Bogor. Di hilir akan dibangun waduk penampungan di Pluit. Pembersihan got dan pembangunan tebing-tebing pembatas sungai secara berkelanjutan dilakukan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, betapa pun upaya pemerintah menangani banjir itu, masih sulit diharapkan akan tuntas dalam waktu singkat. Perilaku masyarakat yang masih jauh dari normal membuat upaya-upaya pemerintah menemui sandungan yang besar. Kesadaran masyarakat untuk mencegah banjir lebih sulit diatasi dari sekedar mengatasi air bah.

Perilaku itu dapat dilihat dalam dua bentuk. Pertama, perlaku yang bersifat massal yang berasal dari masyarakat awam. Masyarakat Indonesia pada umumnya masih menganggap jalan dan sungai/selokan sebagai tempat pembuangan sampah. Apa saja yang dipandang sebagai sampah dibuang ke jalan atau ke sungai, karena jalan dan sungai dianggap milik umum. Dalam memandang milik umum, masyarakat Indonesia lebih menampilkan hak daripada kewajiban. Milik umum adalah milik setiap orang, bukan milik bersama semua orang. Semua orang berhak untuk melakukan apa saja. Tidak ada yang berhak melarang, kecuali pemerintah yang bertindak atas nama bersama. Mereka tidak melihat dari segi kewajiban bersama untuk memeliharanya. Sementara pemerintah tidak mungkin hadir dimana-mana setiap waktu.

Kedua, perilaku yang khusus dari kebanyakan pejabat pemerintah. Ini dapat dilihat pada rencana induk pembangunan kota jangka panjang. Hampir semua penataan wilayah jangka panjang terjadi penyimpangan antara apa yang direncanakan dengan apa yang dibangun pada suatu waktu. Banyak rencana fasum (fasilitas umum) dan fasos (fasilitas sosial) hilang dalam kenyataan. Hampir di semua kampung-kampung dan komplek perumahan tidak ada tanah lapang untuk kepentingan umum dan lapangan olah raga untuk anak-anak.

Di samping itu, mal-mal mewah yang dibangun di setiap sudut kota Jakarta tidak menyediakan fasilitas untuk saluran air yang mencukupi.Banyaknya air yang seharusnya dapat terserap oleh tanah yang dipakai untuk membangun sebuah mal hampir sebanding dengan sebuah waduk ukuran menengah. Akibatnya, kalau sekarang kita memiliki sejumlah mal yang begitu berdekatan dalam Kota Jakarta, diperlukan sekian jumlah waduk sebagai kompensasi penampungan air.

Pembangunan gedung-gedung tanpa kompensasi penyerapan dan penyaluran air di beberapa tempat telah menghadang arus air menuju ke laut. Akibatnya air terhadang di mana-mana. Tidak diberi tempat dan saluran yang wajar. Air yang tidak terarahkan itu menggenangi tempat-tempat yang lebih rendah secara liar. Menyeruduk rumah-rumah penduduk dan bangunan-bangunan lain. Tak heran kalau ada pendapat bahwa banjir di Jakarta bukan sekedar karena banjir bandang yang datang dari Bogor, tapi juga karena 'air bingung' tak tersalurkan secara wajar.

Untuk mengatasinya diperlukan perubahan perilaku penduduk secara masal dan penertiban terhadap implementasi kebijakan dan rencana yang dibuat. Sebab kebijakan dan rencana itu untuk diimplementasikan, bukan untuk disimpan sebaga dokumen. Tindakan ini harus dilakukan secara menyeluruh dengan tindakan yang tegas tanpa pandang bulu.
Β 
*) Said Zainal Abidin adalah Guru Besar STIA LAN, Mantan Penasihat KPK Β 

(nwk/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads