Dumping Bagi Konsumen dan Industri
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Catatan Agus Pambagio

Dumping Bagi Konsumen dan Industri

Selasa, 04 Feb 2014 11:06 WIB
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Dumping Bagi Konsumen dan Industri
Jakarta - Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta dan terus meningkatnya kelas menengah, membuat pasar Indonesia begitut seksi bagi produk-produk komoditi dunia. Mulai dari bahan mentah hingga produk jadi, semua masuk pasar Indonesia dengan mudahnya diera tanpa batas ini. Jika konsumen dan industri lokal tidak siap menghadapi gempuran produk global, tentu akan merugikan bangsa ini secara keseluruhan.

Kekhawatiran di atas terbukti ketika muncul China ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA) pada 1 Januari 2010, di mana hampir 120 jenis komoditi lokal kita terpuruk tidak laku karena kalah bersaing dengan komoditas sejenis dari China dan ASEAN. Lalu apa kabar jika kelak pada 1 Januari 2015 mulai diterapkan ASEAN Free Trade Area atau Mayarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Pemerintah mempunyai 3 (tiga) Kementerian yang sangat berhubungan langsung dengan pesoalan perjanjian perdagangan bebas ini, yaitu Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan dan Kementerian Perindustrian. Sayang peran mereka masih belum memuaskan publik yang sampai hari ini belum merasakan dampak perjanjian perdagangan bebas tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bebagai instrumen perlindungan pasar kita dari dampak perdagangan bebas di ketiga Kementrian tersebut sampai saat ini belum berfungsi dengan baik bahkan cenderung merugikan industri dan perdagangan nasional. Salah satunya yang akan saya bahas disini adalah Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) yang berada di bawah kuasa Kementerian Perdagangan RI.

Di mata konsumen kebijakan yang dikeluarkan oleh KADI sering tidak membuat konsumen Indonesia merasa diuntungkan. Dampak dari putusan KADI sering kali membuat harga-harga komoditas melonjak, atau banjir produk asing yang tak jelas kualitasnya. Bagi kalangan industri dalam negeri, peran KADI untuk melindungi mereka dari serangan produk sejenis impor juga nyaris tidak banyak manfaatnya, karena sering industri hilir lokal terpukul demi melindungi komoditi hulu domestik.

Dari sisi kebijakan, putusan KADI juga sering tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh World Trade Organization (WTO). Salah satu yang sangat mengganggu adalah masalah waktu investigasi hingga keluarnya Perturan Menteri Keuangan (PMK) menyalahi kesepakatan Internasional, Article 5.10, Agreement on Implementation of Article VI of the General Agreement on Tariffs and Trade 1994. PMK atas Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) harus selesai dalam 12 bulan maksimum 18 bulan sejak petisi masuk.

Mari kita bahas putusan KADI yang ternyata berpotensi merugikan industri dan konsumen.

Anti Dumping Menguntungkan atau Merugikan

Menjual produk ke luar negeri (ekspor) dengan harga lebih murah daripada harga lokal dengan maksud supaya dapat menguasai pasar Negara tujuan merupakan dumping yang dilarang oleh WTO. Untuk itu setiap Negara anggota WTO harus saling mengawasi pasarnya masing-masing.

Sebagai contoh, investigasi anti dumping terhadap produk Polyethylene Terephthalate (PET) oleh KADI dimulai pada tanggal 29 Juni 2012 untuk PET nomor HS 3907.60.10.00; 3907.60.20.00; dan 3907.60.90.00, namun sampai hari ini putusan akhir belum ada. Jadi jika sesuai dengan Article 5.10, kalau ada keputusan Menteri Keuangan sudah harus dikeluarkan paling lambat tanggal 29 Desember 2013. Jika tidak, maka keputusan KADI tentang dumping PET harus batal demi hukum.

Namun jika pada akhirnya Kemenkeu sampai harus mengeluarkan PMK BMAD untuk PET, maka Keputusan ini tidak saja sangat memukul industri pengguna PET, tetapi juga konsumen produk makanan, minuman, dan kosmetik. Dengan dikenakannya BMAD maka harga produk PET di pasaran akan naik hingga 20%.

Dari sisi produsen, kenaikan harga tersebut akan memicu perusahaan untuk berpikir dua kali kalau harus tetap memproduksi produk-produk tersebut di Indonesia. Mereka akan dengan mudah menghentikan produksi dan mengimpor produk sejenis dari pabrik mereka di kawasan ASEAN atau China. Dengan bea masuk nol, harga pokok penjualan produk mereka akan lebih rendah daripada harus memproduksi di Indonesia. Dampak lain, akan terjadi pemutusan hubungan kerja.

Meskipun sudah diputus ada dumping oleh KADI, namun hingga artikel ini dibuat, Kementrian Keuangan belum mengeluarkan PMK BMAD untuk PET. Saat ini laporan hasil investigasi KADI yang menyatakan dumping untuk PET produk Korea Selatan, China, Singapore dan Taiwan sedang dibahas oleh Tim National Interest (tim Kementrian terkait).

Publik khawatir jika rekomendasi KADI atas PET akan membunuh industri hilir pengguna PET (misalnya industri makanan, minuman dan kosmetik), seperti yang terjadi pada industri hilir pengguna produk kawat baja atau Hot Rolled Coil (HRC). Akibat rekomendasi KADI yang kurang tepat tersebut, Menteri Perdagangan akhirnya meminta Menteri Keuangan untuk segera mencabut PMK BMAD untuk HRC. Di sini terkesan kualitas kerja KADI perlu dipertanyakan.

Langkah Yang Harus Diambil

Supaya KADI tidak mengulangi kesalahan pemberian rekomendasi atas dumping suatu produk, seperti HRC, sebaiknya Kementerian Keuangan harus lebih teliti memeriksa rekomendasi KADI atas dumping PET impor dan tidak menerbitkan PMK BMAD untuk PET karena dampaknya cukup dasyat bagi konsumen dan produsen produk mamin dan kosmetik.

Selain itu berhubung KADI telah melanggar kesepakatan WTO dengan melakukan investigasi lebih dari 18 bulan, maka penelitian tersebut harus batal demi hukum dan Tim National Interest tidak perlu membahas dan memberikan rekomendasi apapun yang menjadi dasar terbitnya PMK BMAD atas PET .

Sebagai penutup saat ini petisioner, dalam hal ini PT Indorama dan kelompoknya, telah menguasai pasar lokal PET di atas 60% dan patut diduga dengan adanya pengenaan BMAD pada PET impor akan semakin memperbesar penguasaan pasar mereka. Kita tunggu rekomendasi Komite Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang masih melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran UU No 5 tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

AGUS PAMBAGIO (Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen).

(nrl/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads