2014, RI Harus Punya CIO!
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

2014, RI Harus Punya CIO!

Selasa, 28 Jan 2014 00:27 WIB
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
2014, RI Harus Punya CIO!
Den Haag -

Bagi anda yang dalam aktivitas sehari-hari akrab menggunakan internet untuk berkomunikasi, baik melalui komputer atau perangkat seluler, coba bayangkan, bagaimana rasanya jika koneksi internet itu mati mendadak selama satu hari saja? Anda sama sekali tidak bisa menggunakan aplikasi Facebook, Twitter, hingga tidak bisa menerima atau mengirim email dan mengakses informasi di berbagai situs.

Marah? Kesal? Merasa tidak produktif? Di situ Anda akan merasa betapa telekomunikasi telah berubah dari sebuah layanan pendukung kehidupan, menjadi salah satu bagian dari hidup Anda. Tidak terbantahkan lagi bahwa kemajuan telekomunikasi semakin memudahkan masyarakat untuk beraktivitas. Penggunaan layanan telekomunikasi menjanjikan efisiensi waktu dan biaya. Bahkan layanan telekomunikasi dapat memberikan nilai tambah baru bagi berbagai aktivitas pekerjaan.

Ambil contoh saja, mengapa pemerintah provinsi DKI Jakarta ngotot menggunakan mekanisme e-budgeting dalam penyusunan anggaran daerah? Karena mereka yakin penggabungan layanan telekomunikasi dengan sistem penggunaan APBD dapat memberikan nilai tambah dalam hal transparansi dan akuntabilitas. Di tingkat nasional, pengembangan sektor telekomunikasi juga sudah tercantum dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi (MP3EI).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, Indonesia masih kekurangan satu hal penting. Kita tidak punya CIO atau Chief Information Officer!

Di dunia korporasi modern, keberadaan fungsi CIO yang bertugas mengelola manajemen informasi baik dari sisi perangkat, teknologi, perangkat lunak, hingga pengaturan akses informasi, menjadi kebutuhan primer. Bahkan, negara Inggris saja memiliki badan khusus yang bernama CIO Council yang bertugas mengatur dan mengintegrasikan seluruh layanan telekomunikasi di seluruh kantor pemerintahannya, sehingga kantor-kantor tersebut memiliki sistem informasi saling terintegrasi.

Bandingkan dengan Indonesia di mana setiap kantor kementeriannya dan kantor pemerintah daerahnya masing-masing memiliki strategi atau rancangan sistem informasi sendiri-sendiri. Efeknya apa? Boros dalam sumber daya dan tidak ada sinkronisasi antar kantor pemerintahan tersebut. Sistem informasi atau telekomunikasi hanya dianggap sebagai proyek atau fasilitas pendukung saja.

Peran CIO ini tidak harus berarti ada dewan atau komisi baru yang dikhususkan mengatur strategi sistem informasi di kantor pemerintah. Kemenkominfo sebenarnya sangat berpotensi menjalankan fungsi CIO tersebut, asalkan memang pemerintah mau mengintegrasikan sistem informasi di kantor-kantor layanan pemerintah pusat dan daerah

Selain melakukan integrasi sistem informasi dan telekomunikasi, tim CIO juga dapat menjadi pengelola sumber daya untuk pengembangan infrastruktur telekomunikasi. Setiap tahun, negara diuntungkan penerimaan dari sektor telekomunikasi hingga ratusan triliun. Baik secara langsung maupun dari efek domino penggunaan layanan telekomunikasi. Karena menurut penelitian, peningkatan penetrasi telekomunikasi akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi.

Sayangnya, penerimaan tersebut hanya masuk ke kas negara secara umum dan tidak ada timbal balik secara khusus untuk pembangunan infrastruktur. Lihat saja di APBD 2014, dari Rp 33 triliun dana alokasi khusus tidak ada satu sen rupiah pun untuk infrastruktur telekomunikasi. Padahal pemerintah mendapat Rp 13,5 triliun dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Β di tahun 2013 dari telekomunikasi. Itu belum dihitung penerimaan dari kewajiban USO dan pajak penghasilan perusahaan telekomunikasi.

Sehingga sangat wajar jika pemerintah dianggap tidak memprioritaskan dalam pembangunan infrastruktur telekomunikasi. Bisa jadi, pemerintah hanya mengandalkan BUMN dan pihak swasta untuk membangun infrastruktur tersebut. Tapi apakah cukup? Palapa Ring saja belum selesai hingga saat ini. Bahkan di awal inisiasi, banyak pihak swasta yang mundur karena nilai investasi luar biasa besar dan perhitungan bisnis yang memiliki risiko tinggi. Jadi ya wajar saja, gurihnya sektor telekomunikasi yang diterima oleh pemerintah, tidak dirasakan secara langsung oleh masyarakat dan para pelaku bisnis telekomunikasi.

Pemimpin negara yang akan terpilih tahun ini ditantang untuk menyadari pentingnya layanan telekomunikasi terpadu, pemerataan dan pengembangan infrastrukturnya secara menyeluruh, dan pentingnya Indonesia memiliki sebuah tim yang menjalankan fungsi CIO.

Keterangan penulis:Penulis adalah mahasiswa Master ICT in Business pada Leiden University dan Penerima Beasiswa Unggulan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

(es/es)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads