Harga mamin dan produk-produk konsumen lainnya akan kembali naik, khususnya yang menggunakan kemasan terbuat dari Polyethylene Terephthalate (PET), jika Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) akan mengenakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap PET impor atas permohonan (petisioner) dari kelompok PT Indorama ke Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), Kementerian Perdagangan.
Ketidakmampuan industri hulu PET dalam negeri memenuhi kebutuhan industri hilir mamin dan produk konsumen lain dari segi kualitas dan kuantitas, membuat industri hilir masih harus mengimpor PET dari China, Singapura, Korea Selatan dll. Saat ini Indonesia hanya mempunyai 5 industri PET, namun 3 di antaranya merupakan group Indorama (PT Indorama Synthetic, Tbk, PT Indorama Ventures dan PT Polypet dan PT Polypet Karyapersada). Dua perusahaan lainnya tidak memasarkan produknya di dalam negeri. Sehingga jika petisi ini berhasil, maka petisioner akan memonopoli sebagian besar pasar PET Indonesia yang akan merugikan industri hilir dan konsumen bengep.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertanyaannya, apakah memang telah terjadi dumping pada PET impor? Apa dasar hukum pengenaan dumping? Apa dampak BMAD bagi konsumen? Apakah petisioner sebagai penguasa pasar produk hulu PET tidak menggunakan bahan baku impor juga?
Persoalan di Lapangan dan Bukti Hukum
Industri mamin merupakan pengguna terbesar PET (untuk kemasan) yang produknya dikonsumsi secara masal oleh konsumen, baik dari tingkat bawah, menengah dan atas. Tingginya perputaran uang di industri hilir ini, dapat menjadi salah satu penentu besaran inflasi.
Kalau kita lihat industri hulu PET sendiri, ternyata berdasarkan Notice of Essential Facts (Laporan Data Utama) yang dikeluarkan oleh KADI sebagai hasil investigasinya pada lampiran 1, menyebutkan bahwa petisioner juga mengimpor PET dari Korea Selatan. Sementara PET asal Korea Selatan merupakan salah satu negara produsen PET yang juga sedang di investigasi oleh KADI karena patut diduga melakukan dumping harga.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (17) PP 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Anti Dumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan serta Pasal 1 ayat (8) Permendag No. 76 tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelidikan Dalam Rangka Pengenaan Tindakan Anti Dumping dan Tindakan Imbalan, menyatakan bahwa petisioner tidak boleh merangkap sebagai importir atau berafiliasi dengan eksportir, eksportir produsen atau importir atas barang yang sedang di investigasi. Jika benar terjadi, maka investigasi yang telah dilakukan oleh KADI harus dihentikan demi hukum.
Selain itu berdasarkan Agreement on Implementation of Article VI of GATT 1994, Article 5.5.10: Investigations shall, except in special circumstances , be concluded within 0ne year, and in no case more than 18 months, after their initiation (investigasi oleh yang dilakukan oleh pihak berwenang harus dapat diselesaikan dalam wantu 12 bulan atau dalam kasus tertentu bisa maksimal diperpanjang sampai 18 bulan), Menteri Keuangan sudah harus mengeluarkan PMK untuk BMAD dalam kurun waktu 12 bulan atau bisa sampai 18 bulan jika ada kekususan.
Aturan tersebut merupakan peraturan Internasional yang berlaku universal dan harus diundangkan oleh Pemerintah Indonesia dengan batas waktu itu, tidak boleh lebih. Sementara KADI untuk melakukan investigasi PET sudah berjalan lebih dari 18 bulan (Juni 2012 - Desember 2013). Jadi sesuai dengan aturan World Trade Organization (WTO), yang menjadi dasar semua aturan dumping, petisi yang diajukan oleh petisioner harus batal demi hukum. Tidak perlu lagi didiskusikan di tingkat Tim National Interest (Kementrian terkait).
Satu lagi yang juga harus dipertimbangkan adalah KADI rupanya tidak mempertimbangkan impor PET dari Thailand sebesar 18% dari total impor PET Indonesia. Impor dari Thailand ini bahkan lebih tinggi daripada volume impor dari China, Singapura dan Taiwan. Kok bisa? Patut diduga petisioner memiliki afiliasi industri PET di Thailand. Hal ini berarti eksaminasi terhadap faktor kerugian dan hubungan sebab akibat menjadi bias dan tidak obyektif. Untuk itu penyelidikan KADI harus dihentikan.
Jalan Keluar
Jika pengenaan BMAD tetap akan dilaksanakan oleh Menteri Keuangan maka sebaiknya publik meminta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk segera melakukan penyelidikan atas usaha petisioner dumping PET di Indonesia, mengingat besarnya pangsa pasar yang sudah dan akan didapat jika BMAD PET dikeluarkan. Saat ini saja mereka telah menguasai lebih dari 60% pasar PET.
Kesimpulannya supaya harga mamin, kosmetik dan berbagai produk kebutuhan konsumen lainnya tidak membuat konsumen bengep, akibat harga kemasannya yang terbuat dari PET dikenakan BMAD oleh Menteri Keuangan, hentikan saja usulan petisioner. Pengenaan BMAD tidak ada gunanya untuk melindungi industri hulu PET, jika yang dilindungi hanya ingin lebih menguasai pasar PET dalam negeri dengan mematikan PET impor melalui pengenaan BMAD.
*) Agus Pambagio, Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen
(nwk/nwk)











































