Jika dilihat dari berbagai polling yang diselenggarakan lembaga-lembaga yang muncul di tahun 2013, popularitas Gubernur DKI Jokowi sebagai kandidat calon presiden (Capres) belum terkalahkan oleh capres lainnya. Alhasil, jika dipatenkan tahun 2013 merupakan tahunnya Jokowi, tahun dimana elektabilitasnya semakin menanjak.
Tapi yang jelas, kepopuleran Jokowi sudah teruji dimata publik. Tidak hanya masyarakat Kota Solo saja, masyarakat DKI Jakarta yang notabene dihuni berbagai kalangan, suku, ras dan agama, namanya sangat familiar dan tentu akan bisa memenangi pertarungan pada pilpres.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sosok Jokowi masyarakat melihat sosok pemimpin yang sederhana dan merakyat sehingga ia bisa memperoleh simpati luas. Pengaruh politik dari kemenangan Jokowi tersebut akan terbawa pada Pemilu 2014, karena keinginan politik masyarakat dapat mengalahkan kampanye gelap, seperti politik uang.
Dengan sistem demokrasi langsung, maka secara otomatis akan mengurangi popularitas dari partai politik, karena figur yang lebih menonjol, di samping itu banyak kader parpol militan pindah atau mendirikan partai baru sehingga pengaruhnya semakin menurun.
Mengacu pada kemenangan Jokowi tersebut pendidikan politik di masyarakat tampaknya sudah semakin bagus. Dengan berjalan baiknya proses pendidikan politik ini tidak dinodai dengan tindakan yang tercela seperti intervensi untuk memilih calon tertentu.
Apakah ini sudah bisa jadi jaminan ia melangkah ke RI 1? Tentu saja belum. Ada hal yang masih menghalangi Jokowi untuk mencalonkan diri menjadi presiden. Yakni belum mengantongi surat resmi dari Ketua Umum (Ketum) DPP PDIP Megawati Soekarno Putri untuk nyapres.
Apakah tahun 2014 milik Jokowi untuk menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono?
*) Amril Jambak adalah wartawan di Pekanbaru, Riau
(nwk/nwk)











































