"Untuk pembentukan karakter," demikian alasan salah seorang panitia, saat ditanya oleh Maryono, warga setempat (TEMPO, 13/12/2013). Karakter ala Pol Pot? Algojo Gulag atau Guantanamo? Karakter manakah yang dimaksudkan? Yang jelas bukan karakter academia yang memuliakan manusia serta menjunjung tinggi kebebasan berpikir dan berpendapat. Karakter yang ditunjukkan adalah karakter monster, bengis, kejam. Tak mengenal belas kasihan. Tidak menurut sesuai perintah imbalannya dihukum fisik, dibentak-bentak dan dicaci maki dengan teks-teks yang merendahkan harkat martabat manusia. 'Menatap mata mereka' diartikan sebagai sikap tidak hormat dan lagi-lagi bahasa algojo yang berbicara: kekerasan, penyiksaan, pembentakan, dan itu dilakukan secara sistematis dan keroyokan. Karakter manakah yang mereka maksudkan?
Karakter bengis menekan kapasitas otak sampai tingkat terendah, jadilah mereka kumpulan Orcs yang bodoh, buruk, jahat dan merusak. Sedemikian bodohnya sampai-sampai mereka tidak bisa mengerti bahwa tendangan keras ke rusuk seseorang itu dapat menyebabkan rusuk patah, menusuk organ-organ vital di dalamnya, yang dapat menyebabkan kematian. Kondisi seseorang yang terus menurun karena dikuras staminanya dan disiksa terus-menerus itu dapat membuat dia menemui ajal. Apalagi setelah rangkaian prosesi yang mematikan itu ada larangan memberi air minum. Dehidrasi. Tapi mereka malah melengkapi penderitaan korban dengan ouchi gari, korban dibanting, disiksa, tanpa ada daya untuk melawan, untuk mempertahankan diri pun tidak, karena kekuatan memang tidak berimbang. Seorang prajurit komando yang terlatih pun tidak akan kuat menjalani proses penyiksaan terus-menerus dan tak terukur seperti itu. Konon, karena korban membuang nasi. Tapi mengapa nasi dibuang, apakah diludahi, dicampur kotoran, hanya empat pihak yang tahu: Tuhan, Fikri, mereka, dan para iblis durjana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tewasnya Fikri ini kembali membuktikan bahwa dalam prosesi Ospek, yang kini sudah mewabah sampai ke sekolah menengah, banyak terjadi penyimpangan dan menjadi ajang pelampiasan dendam para senior. Mereka dulu pernah mengalami, sekarang saatnya mereka membalaskan dendamnya pada para yunior. Di berbagai negara 'Ospek' sudah resmi dilarang, antara lain di Prancis dan bahkan di negara tetangga kita: Philipina. Sebanyak 44 dari 50 negara bagian AS juga sudah melarang total. Distorsi-distorsi, kekerasan verbal dan fisik dalam Ospek yang berakar pada tradisi abad ke-18 itu sudah tidak sesuai dengan harkat martabat manusia kini, apalagi harkat martabat pelajar sebagai kaum intelektual. Di Indonesia, apakah masih akan menunggu korban tewas lebih banyak lagi, lagi dan lagi?
Oostpoort, 17 Desember 2013
Keterangan penulis: Penulis adalah koresponden detikcom di Belanda. Tulisan ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan redaksi.
(es/es)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini