Ada yang ikut konvensi Partai Demokrat, ada yang sedang menyiapkan buku sebagai alat pertanggungjawaban kepada publik dan pencitraan supaya nanti dapat dipinang kembali oleh Presiden terpilih hasil Pemilu 2014, ada yang rajin melobi pimpinan Parpol supaya bisa didukung dan sebagainya.
Namun ada fenomena yang menarik kala beberapa anggota KIB Jilid II tidak melaksanakan atau mungkin menyiasati perintah Presiden SBY. Dampak pengabaian ini buruk di mata publik karena terkesan bahwa wibawa Presiden SBY sudah hilang, meski masa jabatan baru berakhir Oktober 2014 mendatang. Maka sering muncul di publik pertanyaan seperti ini: Masihkah kita punya Presiden?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di antara beberapa kejadian pengabaian anggota KIB Jilid II atau kealpaan Presiden yang muncul dipermukaan dan merugikan publik, antara lain adalah: relokasi proyek terminal Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) dari Belawan ke Lampung dan pernyataan Presiden di Rapat Sidang Kabinet Paripurna (SKP) Kamis (14/11) di Jakarta terkait dengan mobil Low Cost Green Car (LCGC).
Dampak Pengabaian atau Kealpaan Bagi Publik
Munculnya ketidakselarasan antara Presiden dengan beberapa anggota Kabinetnya berdampak secara sosial maupun ekonomi bagi publik. Pertama-tama mari kita analisa bersama tentang pengabaian Menteri Negara BUMN, Dahlan Iskan, terhadap Instruksi Presiden (Inpres) No 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, terkait dengan relokasi proyek FSRU Belawan ke Lampung dan Inpres No 14 Tahun 2011 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2011.
Bayangkan bagaimana seorang Menteri, yang merupakan bawahan atau pembantu Presiden, bisa mengabaikan perintah Presiden yang tertuang dalam sebuah kebijakan Negara, tanpa ada sanksi dari Presiden. Ini sama saja ketika seorang sopir menolak mengantar majikannya ke kantor tetapi tidak dipecat.
Masih segar dalam ingatan saya ketika Meneg BUMN pada awal tahun 2012 menghentikan pembangunan FSRU Belawan milik PT PGN Tbk dan merelokasinya ke Lampung. Untuk memenuhi kebutuhan gas di Sumut, Meneg BUMN menetapkan gas ke Sumut akan disuplai dari ex Kilang Arun di Aceh oleh Pertamina melalui pipa.
FSRU Belawan sendiri rencananya akan selesai Maret 2013 lalu, akhirnya dibatalkan. Namun suplai gas dari Arun sampai tulisan ini dibuatpun juga tak kunjung muncul, mengingat pipa transmisinya saja belum tersambung sampai ke Sumut. Akibatnya Sumut krisis gas yang berdampak pada krisis listrik dan matinya beberapa industri pengguna gas di wilayah Sumut. Sehingga pemutusan Hubungan Kerjapun tidak terelakkan. Jadi Meneg BUMN terbukti mengabaikan 2 perintah Presiden yang sampai hari ini belum dibatalkan.
Kasus pengabaian kedua terjadi dan terekspose ke publik dilakukan oleh Menteri Perindustrian, MS Hidayat, yang mengizinkan industri kendaraan bermotor membuat mobil LCGC dengan pemberian insentif fiskal yang melukai hati banyak pihak sehingga Dewan Pimpinan Daerah (DPD) sempat menyampaikan hak bertanya ke Presiden.
Dalam Sidang Kabinet, yang dikutip banyak media, Presiden SBY menilai, kebijakan mobil murah atau LCGC yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 41/2013 telah mengalami pembiasan. Presiden menegaskan, kebijakan fiskal untuk mobil murah ditujukan bagi angkutan/kendaraan pedesaan yang ramah lingkungan, bukan kendaraan kebutuhan pribadi.
"Apa yang selama ini saya ikuti rupanya sudah banyak bias dan sebutlah distorsi dari apa yang pernah saya sampaikan di waktu lalu," kata SBY seperti dikutip dari situs resmi Setkab, Kamis (4/11/2013).
Kebijakan yang dimaksud Presiden SBY selain PP No 41/2013 adalah Permen Perindustrian No 33/M-IND/PER/7/2013 tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat Yang Hemat Energi, dan Harga Terjangkau.
Dengan munculnya dua (2) kasus tersebut, publik dapat menduga bahwa bangsa ini telah mengalami kekosongan pemimpin yang dapat berdampak kurang baik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu perlu segera dicari jalan keluar yang cerdas namun tegas dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun.
Langkah yang Harus Dilakukan
Sebagai orang nomor satu di negara ini, SBY harus dapat memastikan bahwa apa yang ia perintahkan dilaksanakan dengan baik oleh para Menteri KIB II. Jika bawahan abaikan perintah, maka segera saja menteri tersebut di copot dari jabatannya tanpa ragu demi kebaikan bangsa ini.
Sebagai pemimpin bangsa, Presiden SBY, harus tegas dan bijak dalam mengawasi anak buahnya. Bukan hanya curhat dan marah-marah melalui media yang tidak sepantasnya dilakukan oleh seorang Presiden.
Segera tindak para Menteri yang abaikan perintahnya, jangan dibiarkan dan merugikan kepentingan publik, kecuali Presiden SBY lupa bahwa dia pernah menandatangani kebijakan dimaksud.
*) Agus Pambagio, Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen
(nwk/nwk)