Permasalahan multidimensi yang dihadapi oleh kebanyakan penduduk bumi ini tidak dibiarkan terus terjadi tanpa dicarikan solusinya. Banyak pemimpin negara selama 20 tahun terakhir berusaha memberikan pemecahan terhadap beragam permasalah tersebut. Dimulai dari banyaknya pertemuan bilateral, multilateral dan pertemuan tingkat tinggi antar kepala negara dan/atau kepala pemerintahan, dibuatnya konsep MDG, pembatasan emisi, pengembangan konsep mikro kredit adalah beberapa solusi dari banyak strategi kebijakan yang dibuat untuk menyelesaikan beragam permasalahan tersebut.
Menurut Sachs ada 4 hal yang diperlukan untuk mengakselerasi penyelesaian beragam masalah tersebut, antara lain: tujuan jelas (clear objectives), sumber keuangan (source of financing), teknologi efektif (effective technology) dan implementasi strategi jelas (clear implementation strategy).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Teknologi efektif juga mampu memerangi beragam penyakit, yang sedang kita hadapi sekarang, misal: 2,5 miliar anak di seluruh dunia telah menerima imunisasi Polio, saat ini hampir seluruh negara telah dinyatakan bebas dari penyakit polio. Berdasarkan data WHO pada tahun 2011, sudah 28 negara dinyatakan bebas dari penyakit Malaria. Dan masih banyak lagi contoh lain bahwa pengembangan dan pemanfaatan teknologi yang tepat terbukti efektif memecahkan beragam permasalahan dunia.
Kalau teknologi terbukti menjadi salah satu instrumen efektif memecahkan permasalahan di dunia, maka ilmuwan adalah salah satu pemangku kepentingan yang strategis untuk dilibatkan dalam berbagai permasalahan kekinian yang sedang dihadapi.
Kalau kita memotret konteks ini dalam bingkai keindonesiaan maka tantangan yang dihadapi ilmuwan Indonesia cukup besar. Ilmuwan Indonesia tidak hanya dihadapkan pada minimnya dana penelitian (hanya 0.9% dari total APBN), tetapi juga harus berhadapan dengan sulitnya mengaplikasikan produk hasil penelitian dikarenakan belum efektifnya komunikasi dengan pihak industri dan pemerintah. Belum lagi minimnya pendapatan yang diperoleh seorang Ilmuwan. Hal ini tentu menjadi sebuah paradoks ironis, disaat kebutuhan tinggi akan riset dan teknologi sebagai salah satu instrumen memecahkan beragam masalah, profesi ilmuwan sebagai ujung tombak riset malah menjadi kurang seksi.
Lalu apa dampaknya? Dampak paling kentara adalah banyak bermigrasinya Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia berintelejensia tinggi ke luar negeri. Mereka yang kesulitan mengaplikasikan ilmunya dikarenakan minimnya infrastrukutur, sulitnya berhadapan dengan sistim birokrasi dan rendahnya penghargaan terhadap profesi ilmuwan justru mendapatkan banyak fasilitas ketika mereka di luar negeri. Ilmuwan Indonesia di luar negeri ini ternyata duduk di berbagai institusi penelitian penting di luar negeri, menjadi dosen di berbagai universitas kelas dunia atau bahkan membangun proyek-proyek lintas koorporasi besar di berbagai negara.
Apa artinya? Artinya adalah bahwa sesungguhnya SDM Indonesia memiliki kemampuan tak kalah hebatnya dengan SDM dari negara lain. Bahwa kemampuan inovasi masyarakat kita dalam membuat produk dan paten sangat teruji di dunia akademik internasional. Yang diperlukan sekarang hanyalah mensirkulasikan kemampuan inovasi, penelitian dan teknologi SDM Indonesia di luar negeri ke dalam negeri.
Hal pertama yang diperlukan adalah membangun komunikasi dan jaringan intensif, baik dari pemerintah, industri ataupun institusi akademik di Indonesia dengan SDM kita di luar negeri. Pembangunan komunikasi ini menjadi penting karena kemudian akan ada pemetaan SDM kita di luar negeri dan pemetaan tersebut dapat digunakan untuk mendorong SDM kita di luar negeri secara aktif memecahkan masalah yang ada di dalam negeri.
Hal kedua adalah mendorong SDM kita di luar negeri untuk membawa dan membuka jaringan penelitian dan teknologi internasional yang selama puluhan tahun mereka bangun di luar negeri ke Indonesia. Dengan hal ini kita bisa mempercepat proses alih teknologi dari luar ke dalam negeri, dan secara bertahap membangun kemampuan SDM kita di dalam negeri agar memiliki kemampuan kompetitif di dunia internasional.
Hal ketiga memberikan kesempatan agar ilmuwan kita di luar negeri bisa terlibat dalam proyek-proyek nasional, karena hanya dengan melibatkan mereka secara langsung dengan permasalahan dan juga solusi permasalahan di Indonesia memberikan kesempatan untuk para SDM kita d iluar negeri menyumbangkan pikirannya secara riil dan langsung.
Membangun jaringan dan sinergi kuat antar ilmuwan Indonesia di mana pun mereka berada tidak hanya menjadi sebuah aset SDM berharga, tapi juga membentuk instrumen kuat untuk menyelesaikan beragam masalah dan memberikan alternatif solusi tepat dan efektif atas masalah yang ada sekarang. Ilmuwan Indonesia akan maju di garis depan untuk terlibat secara aktif memanfaatkan teknologi yang dimiliki untuk memberikan solusi efektif dan kreatif atas beragam permasalahan yang dihadapi bangsa saat ini.
*) Achmad Adhitya, Direktur Eksekutif Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional dan Kandidat Doktor Bidang Kelautan di Universitas Leiden, Belanda (es/es)