Survei-survei lembaga profesional sebenarnya menegaskan kembali sinyalemen seperti itu yang sudah sejak lama berkembang di masyarakat mengenai Demokrat. Dampaknya bisa dilihat: persepsi dan ekspektasi mereka terhadap Demokrat berubah, yang akhirnya mempengaruhi pilihan mereka. Boleh saja sebagian kader Demokrat tetap tidak percaya dan menganggap itu semua hanya mimpi. Satu hal yang absolut perlu disadari adalah hukum kausalitas ini: rontoknya perolehan suara Demokrat akan meruntuhkan kekuasaan dan membuat ratusan, mungkin ribuan kader Demokrat --yang sudah bekerja keras dan mengerahkan segala sumber daya-- akan kehilangan pekerjaan, jabatan penting, dan gagal terpilih (kembali) menjadi wakil rakyat. Bagi sebagian mereka hasil itu tetap akan seperti mimpi dan saat itu semua sudah sangat terlambat.
Anas belum tentu bersalah dan harus dipandang tidak bersalah, seperti dijamin oleh prinsip dasar hukum pidana: praesumptio innocentiae atau onschuldpresumptie menurut textbook Belanda, iemand is onschuldig tot het tegendeel is bewezen (seseorang tidak bersalah sampai dibuktikan sebaliknya). Praduga tak bersalah. Tetapi manakala seseorang itu adalah pemimpin atau tokoh partai politik, di mana bisnis intinya adalah menarik dan mengumpulkan kepercayaan publik, ternyata prinsip hukum itu terbukti tidak efektif. Sebab kepercayaan publik itu berbanding lurus dengan integritas. Ketika integritas seorang tokoh itu ternoda walaupun cuma setitik saja, publik akan mengayunkan pedang vonis lebih cepat dari Dewi Yustisia, hilang kepercayaan, tanpa menunggu proses hukum yang baru akan ada atau tidak ada sama sekali. Dan kehilangan kepercayaan publik itu bagi partai politik sama saja jalan menuju pintu pailit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Demokrat selama ini selalu mempresentasikan diri sebagai partai yang mau mengajarkan kesantunan, berbudi dan beradab, taat azas, AD/ART dan hukum. Tapi hasil empirisnya terbukti sangat dramatis, kontraproduktif. Demokrat abai bahwa partai politik tidak sama dengan individu dalam prinsip praduga tak bersalah. Dalam soal integritas ini publik tak peduli fakta hukum dan prinsip hukum. Akal sehat dan nurani publik menjadi hakim-hakim yang otonom dan kecenderungannya bahkan semakin membesar dan liar seiring dengan ketiadaan ketegasan Demokrat dalam menyikapi pucuk pimpinannya. Kadang diperlukan semacam konvensi, sebab AD/ART tidak selalu bisa menjawab segala keadaan. Barangkali kontemplasi, laku tafakur Yudhoyono dan permohonannya pada Tuhan di Makkah dan Madinah telah dibalas berupa petunjuk yang mungkin tidak jauh dari suara-suara rakyat sebagai wakil Tuhan di bumi. Konon suara rakyat itu suara Tuhan, vox populi vox Dei. Kita tunggu seperti apa konkritnya suara Tuhan itu malam ini.
Lange Voorhout, Den Haag, 8 Februari 2013
Keterangan penulis:
Penulis adalah koresponden detikcom di Belanda. Tulisan ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan redaksi.
(es/es)