Urgensi Pembenahan MA
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Urgensi Pembenahan MA

Selasa, 13 Nov 2012 15:45 WIB
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Jakarta - Dalam melaksanakan agenda reformasi di Mahkamah Agung (MA), ternyata mendapat resistensi yang sangat dahsyat di lingkungan MA. Pembentukan Komisi Yudisial (KY) serta upaya berbagai organisasi masyarakat pemantau lembaga peradilan tidak mampu membongkar dan membenahi persoalan-persoalan mendasar dan laten di MA.

Melihat persoalan yang demikian, maka keprihatinan ini tidak dapat dilihat sebagai kepentingan pribadi secara individual, tetapi bagian dari upaya pembenahan institusi negara sesuai dengan amanat reformasi dan penciptaan institusi negara yang bersih, efisien, dan bebas dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Kemandirian Institusi dan Individu Hakim

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

MA telah memiliki cetak biru pembaruan dan penguatan MA untuk 25 tahun (2010 โ€“ 2035) yang akan datang. Salah satu agenda pembaruan MA itu sendiri adalah kemandirian institusi dan individu yang didukung dengan praktek tata kelola organisasi yang akuntabel dan transparan.

Salah satu agenda penting yang mendukung independensi kekuasaan kehakiman adalah kebijakan 'satu atap', melalui pengalihan urusan teknis administratif kekuasaan kehakiman dari Kementerian Hukum dan HAM atau yang pernah disebut Kementerian Kehakiman yang merupakan bagian dari eksekutif ke MA sendiri yang berada di bawah kekuasaan yudikatif itu sendiri.

Namun, kebijakan penggabungan urusan teknis administratif ke MA ternyata belum sepenuhnya melahirkan suatu lembaga peradilan yang kuat dan independen.
Bahkan pengalihan urusan teknis administrastif ke MA yang disertai dengan pengalihan struktur birokrasi pada kekuasaan eksekutif ke MA diikuti dengan kultur birokrasi di MA dan standar protokoler yang lebih tinggi dari pejabat-pejabat inti (main organ) seperti hakim agung itu sendiri.

Itu berarti, supremasi struktur dan kultur birokrasi masih sangat kental mewarnai institusi MA, atau kekuasaan kehakiman pada umumnya. Kemandirian akan melahirkan kebanggaan dan rasa hormat terhadap institusi MA. Supremasi pejabat eksekutif birokrasi atas aakim agung sama dengan merendahkan lembaga kekuasaan kehakiman.

Sulit dipahami dari sistem kelembagaan apabila pejabat eselon I bahkan eselon II di MA secara protokoler dan keuangan lebih tinggi dari Hakim Agung. Jangan lupa Hakim Agung adalah pejabat negara yang telah meniti karir kurang lebih 30 tahun sebagai hakim karir dan bagi yang nonkarir minimal 20 tahun berkarir di bidang hukum yang kemudian dipilih melalui proses seleksi yang ketat.

Praktek pejabat struktural birokrasi yang memiliki bisnis dan mampu menyumbangkan uangnya untuk instansi pemerintah sungguhlah tidak etis dan menyalahi sumpah jabatan seorang pegawai negeri sipil. Bahkan patut mendapatkan perhatian, tidak saja sacara etis, tetapi secara hukum kegiatan bisnis pajabat publik, karena dikuatirkan menjadi modus pencucian uang praktek korupsi. Untuk hal ini bisa terjadi tidak saja pada para pejabat eksekutif, tetapi juga para hakim dan pejabat-pejabat publik lainnya.

Transparansi dan Akuntabilitas di Lingkungan MA

Kemandirian kekuasaan kehakiman, haruslah didukung oleh praktek transparansi dan akuntabilitas tata kelola di internal kekuasaan kehakiman tersebut, termasuk MA. Oleh karena itu, evaluasi terhadap bentuk dan efektivitas penguatan lembaga-lembaga negara termasuk MA Republik Indonesia merupakan suatu keharusan.

Akuntabilitas menuntut adanya kewajiban pihak pemegang amanah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah. Pemberi amanah dapat diartikan pihak yang mengangkat, pihak yang dilayani secara langsung maupun kepada pihak masyarakat atau publik, yang merupakan sumber utama dari kewenangan dan tanggungjawab yang diembannya.

Untuk itu, pemegang amanah diharapkan untuk memberikan penjelasan atas apa yang telah dilakukan, baik dalam bentuk keberhasilan maupun kegagalan dalam pelaksanaan tugas yang diembannya.

Sedangkan transparansi menghendaki keterbukaan institusi pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan sumberdaya publik kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi. Institusi publik seperti MA berkewajiban memberikan informasi keuangan dan informasi lainnya.

Transparansi pada akhirnya akan menciptakan horizontal accountability antara institusi atau lembaga negara dengan masyarakat, sehingga tercipta lembaga-lembaga negara dan pemerintah yang bersih, efektif, efisien, akuntabel, dan responsif terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat.

Makna transparansi dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dapat dilihat sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban MA kepada rakyat dan upaya untuk peningkatan manajemen pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan mengurangi kesempatan praktek kolusi, korupsi dan nepotisme.

Dalam pandangan saya, pembenahan prioritas jangka pendek adalah pengembangan transparansi dan akuntabilitas pada aspek Pengorganisasian MA dan Kinerja MA.

1.Transparansi dan Akuntabilitas Pengorganisasian MA

Terdapat tiga komponen yang dapat dikatagorikan ke dalam akuntabilitas dan transparansi keorganisasian, yaitu transparansi dan akuntabilitas bidang yaitu keuangan, administrasi, dan sumber daya manusia.

a.Transparansi dan Akuntabilitas Keuangan

Transparansi dan akuntabilitas bidang keuangan menuntut adanya pertanggungjawaban dan informasi yang diperlukan publik mengenai penggunaan anggaran. Penggunaan anggaran yang lebih banyak dialokasikan untuk kebutuhan birokrasi di MA menggambarkan superioritas personil eksekutif PNS di MA yang semestinya merupakan supporting organ terhadap personil yudikatif (Hakim dan Hakim Agung) sebagai main organ. Seperti:

-Fasilitas ruang kerja hakim agung dan ruang kerja pejabat eselon I dan II
-Kendaraan dinas Hakim Agung berupa Toyota Altis sedangkan kendaraan dinas pejabat eselon I Toyota Camry yang setingkat dengan Pimpinan MA.
-Fasilitas perjalan dinas dalam negeri untuk Hakim Agung, pejabat eselon I dan II

b.Transparansi dan Akuntabilitas Administrasi

Transparansi dan akuntabilitas administrasi adalah berkaitan dengan penyelenggaraan pengadiministrasian produk-produk MA seperti putusan pengadilan dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh MA.Walaupun telah terdapat perbaikan, namun masih belum cukup dengan informasi mengenai putusan yang disampaikan melalui webside, tetapi juga diikuti dengan keterbukaan informasi mengenai proses pemeriksaan perkara yang telah diputus agar publik bisa mengerti tentang hal atau dasar yang menjadikan putusan tersebut ditambah, dikurangi atau tetap/sama.

Hal tersebut merupakan tanggungjawab hakim yang bukan semata-mata menjadi Mesin pemutus perkara, tetapi merupakan tanggung jawab moral Hakim untuk membangun cita-cita hukum bagi masyarakat. MA wajib membuka alasan-alasan tentang putusannya, baik terhadap kasasi, PK dan pertimbangan grasi.

c.Transparansi dan Akuntabilitas Sumber Daya Manusia

Transparansi dan akuntabilitas sumber daya manusia meliputi Mutasi dan promosi serta penanganan perkara.

Mutasi dan Promosi

Mutasi dan Promosi yang didasarkan oleh Penilaian Kinerja di lingkungan MA masih sangat janggal. Hal ini terlihat dari adanya penilaian kinerja atau DP3 (Daftar Penilaian Pekerjaan Pegawai) yang dilakukan oleh pejabat yang memiliki kedudukan di bawahnya melakukan penilaian terhadap pejabat yang kedudukannya lebih tinggi.

Dapat dicontohkan misalnya, seorang Dirjen melakukan DP3 terhadap WaKa PT maupun Ka PT, padahal Dirjen tersebut memiliki jenjang karir selepas menjabat sebagai Dirjen akan dipromosikan sebagai WaKA PT. Seharusnya jabatan Dirjen dijabat oleh setingkat Ka PT, sehingga ada kewajaran dari sisi manajemen ketika melakukan penilaian kinerja terhadap bawahannya. Selain itu, mutasi dan promosi haruslah dilaksanakan dengan dasar transparan dan akuntabel.

Penanganan Perkara

Ada kesan penetapan majelis memiliki pola yang tidak saja berdasarkan kompetensi, tetapi didasarkan โ€œlike and dislikeโ€.

2.Transparansi dan Akuntabilitas Kinerja MA.

Aspek krusial yang menyangkut kinerja di lingkungan MA antara lain dalam hal kegiatan studi banding dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan.

Secara konseptual, kedua kegiatan ini berkorelasi langsung dengan peningkatan kompetensi hakim dan hakim agung. Kegiatan pendidikan dan pelatihan haruslah relevan dengan peningkatan kapasitas keahlian para hakim yang juga diselenggarakan dengan melibatkan hakim atau hakim agung yang memiliki kompetensi di bidangnya sebagai nara sumber.

Akuntabilitas dan transparansi penyelenggaraan diklat sangatlah penting untuk menjamin bahwa kepesertaan dalam diklat relevan dengan bidang tugas dan tanggungjawabnya, dan nara sumber yang berkompeten denga kriteria yang jelas.
Demikian pula pada kegiatan studi banding. Substansi dari kegiatan studi banding harus dapat dipertanggungjawabkan dan transparan.

Tidaklah jelas kriteria keberangkatan seorang hakim agung dalam kegiatan studi banding. Esensi dan substansi dari studi banding pun tidaklah terbuka kepada semua hakim agung, sehingga relevansinya dengan kegiatan studi banding dengan tugas dan kompetensinya tidaklah transparan.

Ada kecendrungan kegiatan studi banding hanya diikuti oleh hakim agung yang sama (yang itu-itu saja). Tidaklah jelas apa yang menjadi alasannya, apakah karena memang setiap kegiatan tersebut substansinya sama dengan tugas dan kewenangan yang bersangkutan atau ada pertimbangan lainnya, tidalah jelas.

Akuntabilitas kegiatan studi banding ditentukan pula oleh laporan kegiatan yang disampaikan kepada hakim agung yang lainnya. Untuk laporan ini, hampir sulit didapatkan sehingga hasilnya tidak diperoleh manfaatnya oleh hakim agung lainnya.

Gambaran di atas, mendorong perlunya upaya luar biasa untuk melakukan pembenahan di lingkungan MA. Upaya ini tidak terkait dengan kepentingan pribadi antara pejabat eksekutif di lingkungan MA dengan para Hakim Agung di lingkungan MA atau antara para hakim agung sendiri, tetapi semata-mata untuk memperkuat institusi MA secara kelembagaan sesuai dengan konstitusi dan rakyat Indonesia.


*)Prof. Dr. T. Gayus Lumbuun, S.H,MH adalah hakim agung, Guru Besar Universitas Krisna Dwipayana dan mantan anggota DPR.


(asp/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads