Gegap Gempita Politisi dan Kebutuhan Rakyat
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Catatan Agus Pambagio

Gegap Gempita Politisi dan Kebutuhan Rakyat

Senin, 09 Apr 2012 09:09 WIB
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Jakarta - 'Dagelan' yang tampaknya serius tetapi tidak lucu telah dipentaskan secara sempurna oleh para politisi utama negeri ini di rapat paripurna DPR-RI pada tanggal 30 Maret 2012. Dengan kalimat, "kami ini berpihak pada rakyat, jika pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi akan membuat rakyat miskin akan semakin miskin. Untuk itu Partai kami berpihak pada rakyat, dan untuk itu kami menolak kenaikan harga BBM bersubsidi!" Lantang betul suaranya.

Orasi yang basi dan membosankan disampaikan berulang-ulang di hampir semua media yang ada di Republik ini. Dagelan ini bertambah tidak lucu ketika mantan petinggi hukum dan petinggi hukum yang masih aktif juga ikut membuat publik bertambah bingung dengan jargon-jargon hukum mereka, seperti saat memperdebatkan keberadaan pasal 7 ayat (6 dan 6a) UU APBNP 2012.

Publik yang waras, bukan publik yang dibayar oleh para pengendali masa, hanya ingin tahu apakah jika harga BBM bersubsidi harus naik atau BBM bersubsidi tidak naik, kesejahteraan mereka berubah atau tidak? Kemudian jika mereka harus bertambah miskin, apa langkah pemerintah untuk mengatasinya?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keputusan sudah dibuat, dimana kenaikan harga BBM bersubsidi ditunda. Pemerintah sudah diberi kewenangan untuk menyesuaikan harga BBM bersubsidi jika harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) selama enam bulan terakhir telah melewati 15 persen, yakni USD 120 per barrel. Sementara harga asumsi ICP di APBNP 2012 dipatok sebesar USD 105 per barrel. Saat ini saja ICP sudah USD 128 per barrel. Apakah artinya Pemerintah sudah mau menaikan harga BBM bersubsidi besok?

Kekecewaan publik bertambah di awal April 2012 ketika Pemerintah resmi menunda kenaikan harga BBM bersubsidi namun harga-harga kebutuhan sudah dan tetap naik. Kemudian, Apakah gegap gempita politisi Senayan yang tidak memberikan izin pemerintah menaikan harga BBM bersubsidi bertanggungjawab? Apakah mereka lalu turun ke pasar-pasar dan mencari tahu mengapa harga tidak turun? Tentu saja tidak! Lalu di mana janji 'demi rakyatnya?'. Ke laut mungkin.

Percayalah, BBM bersubsidi mau naik atau tidak, risiko bagi rakyat dan pemerintah Indonesia sama berat dan repotnya. Apalagi kalau sudah dibawa ke ranah politik mendekati 2014. Runyam!

Persoalan Nyata Pasca Penudaan Kenaikan Harga BBM Bersubsidi

Harga sejumlah kebutuhan pokok, seperti beras, minyak goreng, dan telur telah naik signifikan signifikan. Selain itu harga sejumlah suku cadang kendaraan seperti oli, ban, perangkat rem juga sudah naik sampai 25% tanpa bisa dikontrol oleh pemerintah. Sementara pemerintah tidak mengizinkan tarif angkutan umum naik. Lalu bagaimana caranya pemilik angkutan umum harus bertahan melayani rakyat? Sekali lagi kemana politisi Senayan yang teriak-teriak bahwa mereka berpihak pada rakyat? Kabuuuuur!

Dengan kuota hanya 40 juta kiloliter dipastikan akan terlampaui hingga sekitar 50 juta kiloliter, maka akan diperlukan tambahan dana subsidi sekitar Rp 70 triliun dari sekitar Rp 137 triliun yang telah disetujui DPR-RI. Apa dampaknya bagi masyarakat?

Dampaknya si miskin tidak boleh sakit karena sakit mahal, kemudian jalan di pedalaman Kalimantan-Sulawesi-Papua tidak usah dibangun, warga desa harus bergelap ria tanpa listrik, pelabuhan laut biarkan saja rusak atau tidak usah dibangun karena anggaran pemerintah sudah habis digunakan untuk menutup subsidi BBM sesuai desakan para politisi Senayan.

Langkah yang Harus Diambil Pemerintah

Jika pemerintah ingin meningkatkan kesejahteraan rakyat maka, pertama, pemerintah harus serius meningkatkan lifting minyak mentah Indonesia sampai diatas 1,3 juta barrel/hari dengan menggunakan teknologi terkini. Kedua, tingkatkan persentase pajak bahan tambang khususnya batubara sampai di atas 50% karena batubara yang di eksploitasi besar-besaran saat ini mengabaikan hak rakyat atas sumber daya alam yang diambil.

Ketiga, pemerintah harus serius mengembangkan dan memproduksi secara massal bahan bakar non fosil atau terbarukan. Keempat, konversi BBM bersubsidi ke gas harus sangat segera dilakukan bersamaan dengan pembangunan infrastrukturnya (seperti jaringan pipa, stasiun pengisian dll) di beberapa kota besar yang padat lalu lintasnya. Disusul dengan lokasi lainnya secara bertahap.

Kelima, siapkan semua peraturan perundang-undangan yang terkait dengan konversi BBM bersubsidi berikut harga, pembangunan infrastruktur serta produksi bahan bakar non fosil atau terbarukan secepatnya. Keenam, segera naikkan harga BBM bersubsidi karena semakin lama ditunda akan semakin merugikan rakyat. Gunakan penghematannya untuk pembangunan infrastruktur dan bantuan langsung non tunai.

Ketujuh, wahai politisi berikan langkah konkret ke pemerintah yang benar-benar demi kepentingan rakyat, bukan kepentingan partai untuk 2014. Kedelapan, terbitkan Inpres atau Perpres yang mengunci penggunaan dana penghematan subsidi BBM hanya untuk pembangunan infrastruktur dan bantuan non tunai masyarakat miskin.

Terakhir, awasi penggunaannya secara on line oleh publik. Kalau Presiden tidak berani melakukan, segera lempar handuk putih tanda tak mampu. Salam.

*) Agus Pambagio adalah pemerhati kebijakan publik dan konsumen.

(vta/vta)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads