Setro Gondomayit
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom Djoko Suud

Setro Gondomayit

Kamis, 23 Feb 2012 16:41 WIB
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Jakarta - Penjara rusuh. Narapidana ngamuk. Melawan petugas, membakar ruangan, dan menguasai bui. Penjara bak imperium kejahatan. Benarkah akibat oknum petugas gampang disogok? Atau bui itu ekspresi Setro Gondomayit?

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kerobokan Denpasar, Bali geger. Narapidana yang ada di dalamnya melakukan perlawanan. Mereka melempari petugas jaga. Membakar Lapas, melumatkan seluruh dokumen yang ada. Malah penjara ini sempat dikuasai para napi.

Kejadian ini bukan kali pertama. Sebelumnya napi di LP ini juga bergolak. Mereka melawan petugas yang hendak menangkap temannya, disinyalir sebagai bandar narkoba. Aksi anarkis itu diikuti bakar-bakar, kendati tidak separah kemarin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terpenjara mampu menguasai penjara, baru ini kali terjadi di Indonesia. Ini tragis sekaligus dramatis. Betapa aparat kalah wibawa dengan napi. Kalah kuasa dengan terpidana. Kalah wewenang dengan orang-orang yang dijaganya.

Instingtif, yang lemah yang berkuasa itu pasti ada sebabnya. Sebab yang umum dan sudah sebagian dibongkar adalah, petugas memperjual-belikan kebebasan. Napi yang punya duit bisa 'membeli' itu. Bebas tidur di rumah atau hotel. Bebas pula 'memerintah'. Bebas sebebas-bebasnya untuk suka-suka.

'Tradisi gelap' ini belum ada yang berhasil mengembalikan pada jalur yang benar. Wamenkum HAM Denny Indrayana memergoki Nasir sedang 'meeting' dengan Nazar di Cipinang itu bukan peristiwa luar biasa. Itu masih bagus karena Nazar masih ada di lingkup penjara. Sedang apakah napi dan tahanan kaya yang lain juga tidur di penjara masih merupakan tanda-tanya. Fakta itu salahsatu penyulut rusuh LP Kerobokan. Para napi iri, kok temannya sesama napi banyak yang bebas keluar masuk bui.

Transaksi kebebasan ini pangkal segala kebobrokan di penjara. Napi kaya punya wewenang. Punya kuasa. Bahkan bebas mengendalikan bisnis barang haram dari dalam penjara. Sedang aparat lapas yang ada tinggal duduk diam, pura-pura tidak tahu sembari menunggu uang setoran.

Moralitas ini yang terpenting. Tanpa itu penjara bak Setro Gondomayit. Pusat kuasa dari para dedemit, setan, jin, peri-perayangan. Kumpul dari setiap dosa, menyatu dari saban kebohongan, penipuan, tindak kriminal, untuk mengoyak ketentraman hidup manusia dan mendelegitimasi negara.

Imperium kebejatan ini bukan harga mati. Tidak lestari. Sebab hakekatnya, anasir manusia itu baik dan buruk. Baik jika terdapat ketauladan baik. Tetapi sebaliknya jika tidak ada ketauladanan itu. Kalau kehidupan di penjara acak-acakan, itu tanda ketauladanan baik tidak ada. Sebab napi dalam Setro Gondomayit (istana berbau mayat) mimesis setan, sedang sipir yang berkuasa justru menempatkan diri bak ratu negeri busuk itu, Bethari Durga.

Akibatnya tidak kunjung hadir pencerahan di LP. Penjara 'difungsikan' sebagai lembaga pemasyarakatan juga tidak jalan. Penjara kian kelam wujudnya sebagai istana setan. Padahal sebagai lembaga pemasyarakatan, penjara harusnya ruang introspeksi, berkaca-diri, agar penghuninya kembali sebagai manusia yang berkemanusiaan.

Dalam Kitab Ruwat Sudamala disebut, untuk mengembalikan setan menjadi insan, perlu sikap ksatria. Lelaki penuh cinta kasih, yang mencintai 'setan' setulus hati. Sadewa adalah ksatria itu. Dia digelari Sudamala, sebagai penyadar dari tindak tidak terpuji. Ini harusnya menjadi standar seorang sipir. Penyadar dari orang-orang yang pernah khilaf.

Inilah jadinya kalau yang menjaga orang khilaf juga ikut khilaf. Penjara terus rusuh. Ribut di LP Krobokan akan kembali terjadi kalau kekhilafan itu tidak kunjung disadarkan. Adakah tragedi LP Krobokan bisa dijadikan cermin untuk melihat diri? Rasanya kok masih diragukan!


*) Djoko Suud Sukahar, pemerhati budaya.

(asy/asy)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads