Perkembangan politik di Indonesia akhir-akhir ini sangat menyita perhatian publik. Tidak seharusnya publik ikut menanggung dosa-dosa para politisi tamak yang hanya bisa menghisap darah dan keringat rakyat. Dari persoalan konflik internal partai, saling mencaci antara para elite politik, hilangnya moral dan etika dengan pergi bersenang-senang ke klub malam, menyaksikan video porno saat sidang paripurna, hingga korupsi dan manipulasi untuk kepentingan mempertahankan kekuasaan.Perhelatan pemilihan umum masih 3 tahun lagi, tetapi geliat politik di negeri ini sudah semakin marak.
Beberapa partai politik baru tapi dengan wajah lama mulai muncul berlomba-lomba untuk mencuri hati publik saat pemilu mendatang. Partai Nasional Republik (Nasrep) yang dikomandoi oleh Hutomo Mandala Putra, Partai Nasdem yang sesungguhnya merupakan rencana terselubung para pemimpin Nasional Demokrat saat Ormas ini dideklarasikan, juga mendeklarasikan diri pada tanggal 26 Juli 2011. Adakah yang salah di negeri kita dengan fenomena ini? Jika ada yang salah, di mana letak kesalahannya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alkisah seorang Raja yang tamak di sebuah negeri yang subur dan kaya. Raja tersebut selalu berbicara hal-hal yang baik dan mengharuskan rakyatnya melakukan hal-hal yang baik, tetapi Sang Raja tidak memberi contoh seperti yang dia ucapkan pada rakyatnya. Dengan mata telanjang, rakyat menyaksikan sendiri bagaimana Sang Raja menyusun rencana agar kekuasaan yang dimilikinya itu bisa tetap aman bahkan dapat diturunkan kepada sanak keluarganya. Kondisi tersebut menimbulkan proses inisiasi berkembangnya libido-libido politik dari individu-individu yang akhirnya mencontoh sikap Sang Raja. Individu-individu ini berlomba-lomba agar dapat memperoleh kekuasaan seperti Sang Raja. Segala cara ditempuh bahkan menghisap darah rakyat pun akan dilakukan untuk memenuhi libido politik yang muncul.
Seorang Freudian yang mendalami teori Sigmund Freud mengenai perubahan personality individu pasti memahami bagaimana proses libidonisasi dalam diri seseorang itu mampu menguasai orang tersebut sehingga melakukan hal-hal yang unconscious dan irasional. Ketika libido itu muncul dan menguasai diri seseorang, maka kondisi kognitifnya akan mengalami disonansi, tak dapat membedakan lagi mana hal yang boleh dilakukan dan tak boleh dilakukan, mana yang halal dan yang haram, dan jika dibiarkan maka akan merusak seluruh sendi-sendi kehidupan dari individu tersebut.
Katarsis Publik
Katarsis atau Catharsis, merupakan proses melepaskan segala hal yang mengganggu tingkat emosional individu, Freud menjelaskannya pada teori Psikoanalisis. Dalam konteks tulisan ini, katarsis merupakan proses di mana publik telah amat sangat muak terhadap semua situasi dan kondisi politik negeri ini, publik perlu cara untuk melepaskan segala hal yang membuat frustasi. Bagaimana tidak, di saat banyak TKI bermasalah di negeri orang, pengangguran dan kemiskinan bertambah, kekayaan alam banyak dikuasai asing, korupsi merajalela, para elite politik banyak menggunakan topeng kemunafikan dan tidak peduli dengan semua hal tersebut.
Katarsis publik sering kita temui akhir-akhir, publik melepaskan semua hal yang membuat frustasi dan depresi dengan cara bermacam-macam datang berduyun-duyun ke panggung-panggung dangdut pada perhelatan pemilihan kepala daerah, bahkan sampai membuat rusuh, melakukan demo yang cenderung bersifat anarkis, mencorat-coret gedung wakil rakyat, dan lain-lain. Seharusnya fenomena katarsis publik ini merupakan lecutan bagi para elite negeri ini, karena semakin banyak katarsis yang terjadi di wilayah publik, maka semakin bobrok kondisi sebuah Negara dan kita sedang mengalaminya saat ini!
Oleh karena itu, segeralah menyingkirkan semua libido politik yang menguasai diri kalian wahai para politisi dan pejabat publik yang terhormat, karena jika dibiarkan akan sangat berbahaya bagi keadaban bangsa ini. Publik yang diterpa informasi negatif terus menerus dari para pemimpinnya, suatu saat pasti akan meledak, karena akumulasi katarsis yang kronis, dan secara psikologis sangat menyengsarakan hati dan jiwa rakyat.
*) Kartika Djoemadi, Ph.D adalah pemerhati kebijakan publik dan perubahan sosial.
(irw/irw)