Politik Besanan
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom Djoko Suud

Politik Besanan

Rabu, 27 Apr 2011 09:09 WIB
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Jakarta - Siti Ruby Aliya Rajasa dilamar Edhie Baskoro Yudhoyono. Yang pertama putri Hatta Rajasa Menko Perekonomian yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN). Sedang Edhie Baskoro (Ibas) putra SBY, presiden sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat (PD). Benarkah ini pertunangan politik?

Mungkin jawabnya tidak. Sejoli itu sudah lama pacaran. Dua tokoh itu juga sudah lama tersiar mau besanan. Itu alasan saya dalam kolom ini menyebut wacana Hatta Rajasa disandingkan SBY dalam pilihan presiden lalu sebagai gagasan yang irasional. Soalnya tidak mungkin presiden dan wakil presiden 'se-besan'.

Pertunangan ini juga ada yang dikorbankan. Hatta Rajasa akan mengundurkan diri sebagai pembantu presiden. Jabatan Menko Perokomian akan dilepas, dan Hatta Rajasa akan konsen penuh di partai. Ini konsekuensi etis agar tidak ada ewuh pakewuh dan menghapus kesan kolusi dan nepotisme.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dilihat dari proses pacaran, pertunangan Ibas dan Aliya memang tidak berbau politik. Juga jika disimak dari hubungan SBY dan Hatta yang sejauh ini mesra-mesra saja. Kalau kemudian dua tokoh itu 'dipersaudarakan', itu bukan rekayasa manusia tapi takdir Tuhan. Tapi benarkah begitu?

Penyatuan dua tokoh penting menuju besanan tidak bisa bebas dari politisasi. Analisis yang bersifat politis tidak terhindari. Apalagi banyak contoh di negeri ini, perkawinan semacam itu acap terjadi dengan motif-motif politik. Tujuannya untuk saling menguati, menjaga harmoni, mengentalkan trah, malah ada yang untuk membalaskan dendam.

Perkawinan Prabowo Subianto dengan Mbak Titik (Siti Hediati Hariyadi), putri Pak Harto Mei 1983, misalnya. Ada yang berasumsi besanan itu bermuatan politik, menjaga agar kekuasaan Pak Harto berjalan harmonis. Itu karena Prof Soemitro Djojohadikusumo, Begawan Ekonomi yang sudah almarhum itu acap melontarkan kritik pedas terhadap kebijakan Pak Harto.

Perkawinan Hutomo Mandala Putra (Tommy) dengan Ardhia Pramesti Regita Cahyani (1997) juga diasumsikan sama. Kala itu keluarga Bu Tien di Keraton Mangkunegaran sedang melakukan reaksi keras. Sebab letak Astana Giri Bangun yang sedang dibangun lebih tinggi dibanding makam Pangeran Sambernyowo (KGPAA Mangkunegoro I) yang ada di Mangadeg.

Sedang perkawinan politik dengan motif balas dendam terjadi di era Mataram. Sultan Agung (1613-1646), raja cerdas ini setelah menginvasi kerajaan-kerajaan kecil di pesisir utara Jawa dan melemahkan sekutu Surabaya di Pontianak, akhirnya kerajaan Surabaya ditaklukkan. Pangeran Pekik Tua meninggal, dan kerajaan menjadi jajahan Mataram.

Suatu hari Pangeran Pekik Muda yang menggantikan ayahnya (Pangeran Pekik Tua) dipanggil menghadap ke Mataram. Sultan Agung tidak memberi hukuman. Malah Pangeran Pekik Muda dinobatkan sebagai Raja Surabaya mewarisi tahta sang ayah, dan dia dijodohkan dengan Ratu Pandansari, adik Sultan Agung.

Kedok 'kebaikan' hati sang raja itu terkuak ketika Pangeran Pekik Muda telah memasuki hari keempatpuluh pernikahannya. Ratu Pandansari dipanggil Sultan Agung, diceritai kegundahannya soal Giri yang tak kunjung mau 'berserah diri' ke Mataram. Sultan Agung ingin Giri diserang dan ditaklukkan. Dan yang melakukan itu adalah Pangeran Pekik Muda, suaminya.

Malamnya Ratu Pandansari membisiki Pangeran Pekik Muda, bahwa 'masih ada satu klilip Mataram' yang harus disingkirkan. Klilip (benda kecil yang masuk ke dalam mata) itu adalah Giri. Kerajaan Giri yang diperintah Sunan Giri muda, cucu Sunan Giri Prapen, guru Pangeran Pekik Tua, ayahandanya.

Pangeran Pekik Muda kebingungan dengan perintah itu. Ratu Pandansari yang tahu Giri adalah 'guru Surabaya' menjelaskan, bahwa hubungan antara 'guru-murid' itu sudah terputus setelah meninggalnya Sunan Giri Prapen. Akhirnya sejarah mencatat, Giri Kedaton yang menjadi 'guru Surabaya' itu jatuh diserang 'muridnya' sendiri dengan pasukan Mataram.

Kenapa perkawinan Pangeran Pekik Muda dengan Ratu Pandansari bermotif politik untuk balas dendam? Itu karena Sunan Giri Prapen melalui Kitab Al-Asror (tersembunyi) mengingatkan Sultan Agung agar tidak terus melakukan invasi pada kerajaan-kerajaan Islam kecil yang ada di pantai utara. Peringatan keras yang disampaikan dalam pertemuan Bupati di Rembang itu kini melebur dalam Jangka Jayabaya yang disebut sebagai Jangka Jayabaya Musarar.

Terus kalau besanan SBY-Hatta Rajasa dikait-kaitkan dengan politik adakah plus-minusnya? Kekuasaan itu ibarat macan. Yang berkuasa ditakuti karena menunggang macan, yang berkuasa takut turun karena rentan dimakan macan. Dilihat dari kacamata itu, maka besanan ini minimal agak 'menjinakkan' macan itu mendekati SBY lengser keprabon.

*) Djoko Suud adalah pemerhati sosial budaya, tinggal di Jakarta.

(vit/vit)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads