Monopoli Sambungan Langsung Internasional (LSI) dan Hak Publik
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Catatan Agus Pambagio

Monopoli Sambungan Langsung Internasional (LSI) dan Hak Publik

Selasa, 05 Apr 2011 08:22 WIB
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Jakarta - Telekomunikasi memang merupakan salah satu infrastruktur yang ribet dan ruwet karena selain sarat aspek teknis pengembangan teknologi dan penggunaan ranah publik, juga dijejali dengan sentuhan pelayanan publik yang beragam. Akibatnya, regulasi telekomunikasi pasti akan tambal sulam.

Berdasarkan UU No 39 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, secara tegas memberikan arah bahwa bisnis telekomunikasi dibina oleh pemerintah untuk dan atas nama negara. Yang di dalam pembinaan itu tercakup 4 fungsi sekaligus, yaitu (1) fungsi penetapan kebijakan, (2) fungsi pengaturan, (3) fungsi pengawasan, dan (4) fungsi pengendalian.

Arah regulasi telekomunikasi dengan cerminan 4 fungsi tersebut, harus diselenggarakan berdasarkan 7 azas sekaligus, yaitu azas manfaat, azas adil dan merata, azas kepastian hukum, azas keamanan, azas kemitraan, azas etika, dan azas kepercayaan pada diri sendiri. Terkait dengan 7 azas tersebut, pemberian hak penyelenggaraan sambungan langsung internasional (SLI) kepada penyelenggara telekomunikasi oleh pemerintah juga harus memperhatikan 7 azas tersebut, khususnya azas manfaat serta azas adil dan merata.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sudahkah pemerintah melakukan fungsinya sesuai dengan UU No 39 tahun 1999 tentang Telekomunikasi agar tidak terjadi monopoli? Bagi konsumen semakin banyak pilihan akses SLI, akan semakin baik karena konsumen mempunyai banyak pilihan. Baik dari segi harga/menit, kualitas dan variasi bonus lainnya. Saat ini hanya ada 3 penyelenggara telekomunikasi yang telah diberi hak oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk menyelenggarakan SLI, yaitu Indosat, Telkom Indonesia dan yang terakhir berdasarkan hasil tender tahun 2007 adalah Bakrie Telecom.

Secara jumlah, apakah sudah cukup dan memenuhi 7 azas jika Indonesia hanya mempunyai 3 penyelenggara telekomunikasi SLI? Menurut saya belum. Mari kita bahas secara singkat dan padat mengapa belum.

SLI Versus Kompetisi

Saat saya menggunakan telepon selular Indonesia di Eropa, biaya yang saya keluarkan dibandingkan dengan 5 tahun lalu lebih murah, karena turunnya biaya roaming dan interkoneksi saat melakukan sambungan langsung Internasional. Salah satu penyebab turunnya tarif telekomunikasi tentunya juga karena semakin banyaknya operator telekomunikasi sehingga memunculkan kompetisi.

Selain itu berkembangnya teknologi telekomunikasi juga bisa menyebabkan tarif telekomunikasi semakin murah. Operator akan berkompetisi pada kualitas pelayanan dan tarif yang pada akhirnya akan dinikmati oleh pelanggan. Akan tetapi operator yang terlalu banyak juga dapat berakibat kompetisi berdarah-darah, sehingga akan banyak operator telekomunikasi yang mati karena tidak mendapat pasar yang cukup dalam skala ekonomi usahanya.

Sebelum sampai pada keputusan operator akan menutup usahanya, tentunya para pelanggan akan dirugikan terlebih dahulu dengan buruknya kualitas pelayanan karena kurangnya pemeliharaan dan investasi. Jadi selayaknya memang harus ditetapkan oleh pemerintah jumlah operator yang ideal.

Untuk menentukan jumlah operator ideal tentu harus dihubungkan dengan pasar trafik yang dilayani dan jumlah pelanggan.  Trafik SLI di Indonesia tumbuh sangat pesat, yaitu mencapai 30 - 45% per tahun. Kue yang diperebutkan oleh 3 operator SLI ini, pertumbuhannya sangat fantastik. Awalnya operator SLI hanya Indosat (001), kemudian setelah kehebohan persoalan privatisasi Indosat, interkoneksi, pertumbuhan pasar telepon selular dan sebagainya, maka munculah satu operator SLI baru, yaitu Telkom Indonesia (007).

Setelah itu masing-masing operator SLI juga mendapatkan izin dari Pemerintah untuk membuka SLI tarif murah, yaitu 008 (Indosat) dan 017 (Telkom Indonesia). Kemudian pada tahun 2007 Pemerintah, melalui tender terbuka, memberikan izin satu lagi perusahaan telekomunikasi nasional sebagai operator SLI, yaitu Bakrie Telecom (009).

Saat tender, salah satu persyaratan untuk menjadi pemenang adalah izin SLI akan diberikan kepada operator yang memiliki basis pelanggan yang kuat dan besar. Suatu persyaratan yang wajar menurut saya. Tentu saya tidak tahu bagaimana proses tendernya. Masalahnya yang saya tahu kala itu, pemenang tender belum menjadi operator yang memiliki pelanggan terbesar ketiga, setelah Indosat dan Telkom Indonesia. Jadi saya tidak tahu apakah ada kriteria khusus lainnya. Dari sisi konsumen tentunya sangat diuntungkan karena sekarang ada 5 pilihan nomor akses SLI, tergantung tarif serta kualitas dan ragam pelayanannya.

Dengan pertumbuhan trafik SLI yang 30% - 45% pr tahun, apakah cukup hanya dilayani oleh 3 operator? Harusnya ada formula yang menentukan hubungan antara jumlah trafik SLI dengan jumlah operatornya.

Ternyata setelah coba saya cari, belum ketemu atau mungkin memang tidak ada. Pada tahun 2007 terdapat 2.794 juta menit SLI yang dilayani oleh 2 operator SLI atau sekitar 1.397 juta menit SLI/operator. Rasio tersebut menjadi 7.900 juta menit SLI atau 2.633 juta menit/operator ditahun 2010 (tiga operator), dan akan menjadi 11.000 juta menit SLI atau 3.667 juta menit/operator di tahun 2011 (tiga operator).

Dengan melihat tingkat pertumbuhan yang ada, maka di tahun 2015 diperkirakan sudah aka nada lebih dari 36.000 juta menit SLI atau 12.000 juta menit/operator. Mampukah ketiga operator yang ada mananganinya? Kalau logikanya dibalik dan pemerintah masih menggunakan rasio tersebut, maka di tahun 2015 diperlukan enam operator SLI agar kualitas pelayanan tetap baik.

Berapa rasio yang ideal untuk pelayanan yang baik kepada konsumen, menjamin usaha yang berkesinambungan bagi para operator dan juga memberikan peluang usaha baru pada operator yang berkembang, tentu harus ditetapkan oleh pemerintah. Namun bagi saya yang pasti dengan melihat pertumbuhan trafik SLI yang sangat tinggi, pemerintah layak SEGERA membuka tender baru untuk operator mendapatkan lisensi SLI, tidak berhenti pada 3 operator SLI saja. Ingat! Industri telekomunikasi merupakan satu-satunya infrastruktur di Indonesia yang baik dan bisa dibanggakan. Jadi pemerintah harus dapat mengatur agar pertumbuhan sektor telekomunikasi terjaga dan bermanfaat bagi bangsa Indonesia.

Aturlah dengan bijak dan buatlah agar tetap kompetitif karena industri telekomunikasi menggunakan ranah publik, yaitu frekuensi. SEGERA buka peluang penambahan operator SLI dan sesuai janji pemerintah, kaji ulang dan turunkan tarif interkoneks. Jangan hancurkan industri telekomunikasi demi kepentingan kelompok tertentu saja tetapi kembangkan industri telekomunikasi sesuai 7 azas di atas. Salam.

*) Agus Pambagio adalah pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen.


(vit/vit)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads