Susu Formula dan Teori Chaos dalam Hukum
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Susu Formula dan Teori Chaos dalam Hukum

Selasa, 08 Feb 2011 10:46 WIB
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Jakarta - Pekan lalu, Mahkamah Agung (MA) memerintahkan Menkes, BPOM dan IPB untuk membuka nama-nama merek susu formula berbakteri Enterobacteri Sakazakii. Namun, berdalih belum mendapat salinan putusan, ketiganya tetap bungkam. Padahal, putusan tersebut sudah dapat di-download bebas di situs resmi MA.

Setali tiga uang, pembangkangan massal terhadap putusan kasasi MA dilakukan oleh 6 perusahaan yang mereklamasi Pantai Jakarta. Ke 6 perusahaan tersebut melawan kasasi larangan reklamasi dengan tetap terus menguruk pantai sepanjang 26 km. Selain terus menguruk pantai, 6Β  perusahaan ini langsung melayangkan permohonan luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK) ke MA dengan didukung penuh oleh Pemprov DKI Jakarta.

Bahkan, pembangkangan terhadap hukum tak sampai di situ. Pemrov DKI bukannya menyudahi pemberian izin reklamasi, namun malah membuat MoU dengan Konsorsium Jakarta Coastal Defence Strategy (JCDS) untuk membuat tanggul super raksasa bernilai mega triliun untuk menutup pantai Jakarta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Inilah sebuah gambaran, bagaimana roda birokrasi telah buta terhadap hukum. Hukum telah diruntuhkan oleh orang-orang berpendidikan itu sendiri.

Meminjam istilah yang dipakai Charles Sampford dalam bukunya, The Disorder Law; A Critique of Legal Theory, situasi di atas dikenal sebagai situasi chaos hukum. Yaitu situasi yang dibangun dari keadaan masyarakat "Mellee" atau masyarakat tanpa sistem.

Untuk memahami kondisi chaos, James Gleick menjelaskan situasi chaos adalah situasi yang ada di mana-mana akan tetapi sukar untuk menjelaskannya. Satu situasi ketidakberaturan atau kekacauan benda, sosial, politik, ekonomi dan hukum yang tidak bisa diprediksi polanya. Seperti negara yang memiliki kehampaan hukum dan kekuasaan politik yang kehilangan legitimasi. Chaos juga muncul dalam tingkah laku sosial yang rusuh dan tingkah laku hukum yang tidak terprediksi.

Atas kondisi ini, begawan hukum Satjipto Rahardjo menyatakan teori chaos Sampford bertolak dari basis sosial dan hukum yang penuh dengan hubungan asimetris. Apa yang di permukaan tampak tertib, teratur, jelas dan pasti sebenarnya penuh dengan ketidakpastian. Hal ini dikarenakan hubungan dalam masyarakat bertumpu pada hubungan antar kekuatan (power relations) yang tidak selalu tercermin dalam hubungan formal masyarakat. Sehingga terjadi kesenjangan antar hubungan formal dan hubungan nyata yang didasarkan pada kekuatan.

Dalam konteks ini, kedaulatan putusan MA sangat terpengaruh atas kekuatan kekuasaan dan kepentingan yang saling tarik menarik dalam sistem masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa yang dikatakan oleh pemerintah sebagai kondisi yang tertib dan teratur sebenarnya penuh dengan ketidakpastian.

Lantas, bagaimanakah seharusnya hukum dalam kondisi chaos? Menyitir sebuah adagium yang dilontarkan Sri Soemantri, yaitu hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman. Maka, MA sebagai pemegang tafsir hukum harus bisa menggerakkan kekuasaan. Sudah saatnya MA tidak lagi berada dalam wilayah angan-angan semata. Apalagi, kekuasaan pemerintahan kini menampakan watak aslinya, lalim. Birokrat kini bergerak tanpa hukum. Liar dan otoriter demi kepentingan
birokrat itu sendiri.

Oleh karena itu, hukum sudah saatnya bergerak. Tanggung jawab hakim tidak selesai begitu saja ketika mengetok palu putusan. Tetapi, bagaimana menggerakkan masyarakat untuk mematuhi putusan tersebut.

Bagaimana caranya? Lihatlah apa yang dilakukan Mahkamah Konstitusi (MK) usai memutuskan Jaksa Agung Hendarman Supandji harus lengser. Ketua MK, Mahfud MD langsung menjelaskan kepada masyarakat apa yang diinginkan MK. Tetapi hal itu bukan berarti membuat putusan di luar persidangan.

Sikap ini diambil di tengah situasi chaos antara elemen masyarakat melawan kubu Istana. Alhasil, chaos pun akhirnya berakhir sehingga hukum menunjukkan supremasi atas tatanan sosial.

*) Andi Saputra adalah wartawan detikcom. Tulisan ini tidak mewakili kebijakan redaksi.


(asp/vit)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads