Pemberi dana bisa dari suatu institusi, departemen atau organisasi nasional atau internasional. Dan ternyata untuk bisa dapat beasiswa tidak harus lulus cum laude, tidak harus Bahasa Inggris hebat dan yang paling menarik, tidak harus terikat kontrak! Yang diperlukan adalah berpikir kritis.
Dosen lebih mudah dapat beasiswa, bahkan sering diberi tawaran dari institusinya. Sedangkan yang lainnya harus berusaha ekstra. Hati-hati dengan yang ditawari beasiswa institusinya, karena pasti ada kontrak ikatan kerja. Dan harus dilihat betul ikatan kerjanya berapa tahun. Sepengetahuan saya, kontrak kerja atas beasiswa biasanya untuk jangka waktu 2N+1 alias 2 kali masa studi + 1 tahun. Tapi saya sendiri dulu pernah disodori kontrak 3N dari salah satu universitas swasta di Yogyakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yang mengenaskan apabila kita memperoleh beasiswa langsung dari pemerintah. Beasiswa memang datang sesuai yang dijanjikan. Tapi kapan turunnya yang perlu dipertanyakan. Beasiswa dari pemerintah sampai ke mahasiswa bisa telah 4-6 bulan. Kemana sebenarnya dana itu disimpan sebelum ke mahasiswa yang bersangkutan? Hitungan kasar untuk beasiswa Eropa besarnya 1.000 euro per bulan untuk sekitar 200 orang disimpan dulu 4-6 bulan lumayan lah.
Lebih parah lagi, yang seperti ini kejadian dimana-mana. Bahkan tenaga medis juga kena biangnya. Dengan alih-alih PTT (Pegawai Tidak Tetap), apalagi kalau penempatan di daerah. Syukur kalau gaji sampainya telat karena gajinya musti naik perahu, dan kendaraan tradisional lainnya sebelum sampai ke yang bersangkutan. Banyak dokter PTT yang tidak digaji! Saya yakin banyak korban-korban bidang lain yang di-Gayus-in.
Teriak Gayus, situ juga Gayus!
*) M. Helmi MD, MSc, Anesthesiologist, PhD Research Fellow.
(vit/vit)