Di antara antisipasi rezim militer itu antara lain: pertama, ketika muncul gejolak di Tunisia, pemerintah Yaman langsung mengeluarkan kebijakan menaikkan gaji seluruh PNS sebesar 50 USD. Kedua, pemerintah Yaman baru-baru ini telah menjanjikan penghapusan pungutan bagi mahasiswa di perguruan tinggi untuk semester genap nanti. Ketiga, Presiden membagikan (baca; kolusi) 200-an hadiah mobil land-cruiser untuk para tokoh atau pemuka suku di seluruh Yaman. Keempat, pihak Partai penguasa mendanai aksi demo tandingan untuk mendukung pemerintah. Dan kelima, Pemerintah semakin gencar mengucurkan subsidi BBM dan Sembako bagi rakyat kecil.
Di samping faktor-faktor antisipasi tersebut, jika dianalisa secara mendetil, maka sesungguhnya demonstrasi yang berlangsung pada tanggal 27 Januari lalu itu hanya diikuti oleh kalangan-kalangan tertentu saja, yaitu anggota partai oposisi yang terdiri dari enam parpol, dan masyarakat kelas menengah. Artinya, gejolak yang muncul di Yaman masih sebatas persoalan 'kekecewaan' lawan politik partai Konggres Rakyat Umum (GPC), dan bukan pada issue problematika sosial seperti yang terjadi di Tunisia dan Mesir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maka menurut hemat penulis, berdasarkan pada data-data tersebut di atas, seruan revolusi di Yaman untuk sementara ini hanya sebatas "angin solidaritas" semata. Perlu diketahui juga, sebagaimana budaya Arab selama ini, bahwa aroma chauvinisme (kesukuan) di Yaman sangatlah kental, ditambah dengan unsur primordalisme para ulama non Salafi (di luar Parpol al-Islah) seperti PKS-nya Yaman ini, yang terdiri dari ulama Syiah-Zaidi dan Sunni-Sufi sangatlah berpengaruh.
Ke mana kesadaran publik especially para pemuda Yaman saat ini? Jawabannya, masih
sebatas wacana. Karena, gerakan perlawanan terhadap rezim Saleh ini murni inisiatif
koalisi oposisi nasionalis yang merasa 'dicurangi' pada pemilu legislatif 2009, dan tidak didukung oleh oposisi ideologis semacam gerakan disintegrasi Houti di Sa'dah. Diperparah dengan minimnya minat kaum muda Yaman menegefektifkan dunia sosial-media. Berbeda dengan pemuda Tunisia dan Mesir.
Jadi intinya, masa depan revolusi di Yaman bisa dikatakan tidak ada harapan. At least, gerakan perlawanan para oposisi mungkin hanya berhasil menuntut diselenggarakannya dialog nasional antara partai penguasa dengan parpol koalisi oposisi sebelum pelaksanaan pemilu legislatif tahun ini, dan perombakan kabinet. So far, tidak berlebihan jika penulis dalam akun twitter @syukronamin mengatakan "media terlampau over dalam memberitakan kondisi perpolitikan Yaman!" Di mana ketajaman pemberitaan itu?
*) Ahmad Syukron Amin, Islamic Studies of Yemenia Univ. facebook.com/ahmad.syukron.amin
twitter.com/syukronamin
(vit/vit)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini