Harta Karun dan 'Karang Hantu'
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom Djoko Suud

Harta Karun dan 'Karang Hantu'

Rabu, 19 Mei 2010 10:55 WIB
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Jakarta - Harta karun dilego. Komersialisasi sejarah atau sejarah yang dikomersilkan menjadi buntut perdebatan. Ini mirip dongeng Alibaba dan Ali Kasim. Hedonisme menjebak yang berwatak rakus. Kita sedang 'menggadaikan' masa lalu itu agar jika melihat diri sendiri harus ke negeri seberang.

Harta itu memang belum jadi dijual. Bukan timbulnya kesadaran terhadap nilai sejarahnya, tetapi lebih karena belum ada yang beli. Maka hanya dalam hitungan hari yang pro dan kontra meredup. Mereka tidak memperpanjang polemik.

Harta karun itu diangkat dari laut Banten. Berbagai keramik berbentuk guci, mangkuk, piring,ย  belangaย  perunggu dan emas permata berhasil dikumpulkan. Nilai taksiran sekitar Rp 700 miliar. Ada yang berspekulasi bisa menembus triliun rupiah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hampir pasti harta itu punya pertalian erat dengan kerajaan Banten (1631-1683). Kerajaan ini mencapai keemasannya ketika Sultan Ageng Tirtayasa memerintah. Banten menjadi bandar internasional. Perdagangan maju pesat, money changer berdiri sepanjang sungai berdampingan dengan perkampungan bangsa asing yang menambah semaraknya 'Kraton Air' (Tirtayasa).

Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683) adalah sosok yang perlu ditauladani. Dia anti asing yang menjajah. Mencegat dan mengusir armada Portugis sebelum masuk perairan , dan menolak berdamai dengan Belanda. Sikap ini yang membuat geram para agresor itu.ย 

Putra Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad yang bergelar Pangeran Surya itu mengangkat kebesaran sejarah dan pengukir sejarah daerah ini. Dia meneguhkan eksistensi Sunan Gunung Jati yang dimakamkan di Gunung Sembung. Menjadikan makam Adipati Keling sebagai tonggak peringatan. Sebab keberanian bermartabat itu pangkal niat Sang Adipati ngabekti hingga anak-cucunya kini.

Sikap kukuh itu juga sebagai bentuk keteguhan Tirtayasa dalam melihat Sumur Gumuling dalam perspektif sejarah. Para wali berkumpul di pelataran ini dan sepakat memilih arah dalam syiar Islam di tanah Jawa.ย  Itu dalam babad disebut sebagai 'embrio lahirnya Walisongo'.

Sayang militansi Sultan Ageng Tirtayasa itu tergerogoti dari dalam. Dua putranya Pangeran Haji dan Pangeran Purbaya menghancurkan pondasi yang dibangun. Pangeran Haji didukung Belanda, menyerang kerajaan sang ayah, dan kudeta itu berakhir berdarah-darah. Banten yang gagah hilang sudah.

Kebesaran kerajaan ini terserak di banyak tempat. Beton dan pagar, bekas 'pabrik mesiu' serta tergalinya kapal dagang memuat harta karun bukti akan itu. Artefak ini kebenaran masalalu. Juga situs di Gunung Jati dan Gunung Sembung, Klenteng Talang, serta masih banyak lagi. Maka yakin atau tidak yakin, yakinlah, bahwa Banten memang kerajaan yang sangat luar biasa.

Di tengah kebesaran itu, semua peninggalan terbengkelai, dongeng mengikis fakta, dan kita juga acap mendengar โ€˜ributโ€™ antar trah. Maka 'pasar krempyeng' Karangantu rasanya tepat sebagai etalase keterpurukan itu. Pasar yang dulunya menjadi sentra bisnis internasional itu kini berdiri sepi di tepi sungai berbau tak sedap. Jangan kaget bila ada yang memelesetkan Karangantu dengan 'Karang Hantu'.

Untuk itu, entah, penjualan aset berharga bangsa ini tepat atau tidak. Terlalu banyak 'hantu' untuk urusan itu. Jangan lagi yang terserak dalam laut atau tanah. Sedang yang ada dalam museum saja dijarah dan dipalsukan aslinya. Lihat peristiwa di Museum Radya Pustaka, Solo beberapa tahun lalu.

Maka di tengah melalar baik-buruk penjualan artefak yang sudah molor sampai dua menteri itu saya sering bertanya-tanya, kenapa patung Brawijaya yang kini tersimpan di Candi Cetho itu diburu puluhan tahun di negeri orang hingga balik lagi ke asalnya.

Atau? Jangan-jangan patung itu sekarang juga palsu setelah menghabiskan dana besar dan ribut berbagai kalangan reda? Wah, kita memang saudaranya Alibaba, Ali Kasim yang rakus.


(nrl/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads