Sesuai janji Pemerintah pada akhir tahun lalu yang tidak akan menaikkan harga BBM dan TDL ternyata dipatahkan oleh Menteri Keuangan saat bertemu dengan para Pemimpin Redaksi media massa di Jakarta pada Kamis 11 Maret 2010. Menkeu menyatakan jika TDL tidak dinaikkan sebesar 15% per Juli 2010, maka subsidi listrik oleh Pemerintah akan meningkat dari Rp 54,5 triliun menjadi Rp 61,3 triliun. Artinya TDL harus naik !
Pertanyaan saya dan pelanggan PLN lain adalah, apakah dengan kenaikan TDL sebesar 15% akan menjamin PT PLN meraih laba dan tidak akan ada lagi pemadaman? Dapat saya pastikan bahwa PT PLN akan tetap merugi dan pemadaman akan tetap terjadi. Mengapa? Lalu buat apa kalau kenaikan TDL tidak dapat menjamin bahwa listrik akan hidup bergilir, terutama di luar Jawa-Madura-Bali? Lalu siapa yang harus bertanggung jawab? PT PLN (Persero) atau Regulator (ESDM)?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tingginya Harga Pokok Produksi (HPP) listrik yang sekitar Rp 1.300/Kwh dan TDL rata-rata yang hanya sekitar Rp 688/Kwh membuat PT PLN rugi besar. Upaya untuk mengurangi kerugian sekitar Rp 700/Kwh tersebut dilakukan dengan 2 cara, yaitu memberikan subsidi atau menaikkan harga TDL. Masalahnya karena kerugian per Kwhnya tinggi sekali maka nilai subsidinya akan besar dan jika TDL dinaikkan, maka kenaikan bisa mencapai 100%!
Kalau subsidi diberikan seluruhnya ke sektor ketenagalistrikan, maka bisa dipastikan akan ada sektor lain yang dikorbankan, misalnya pendidikan atau kesehatan dan sebagainya. Namun jika TDL dinaikkan sampai 100%, maka kewibawaan Pemerintah akan hancur dan akan muncul banyak demonstrasi dan ketegangan sosial yang menyeramkan. Keputusan mana yang harus diambil oleh Pemerintah menjadi seperti buah simalakama. Lalu apakah ada jalan keluar lain ? Harus ada.
Salah satu caranya adalah menyelesaikan kebijakan energi primer domestik. Dengan BPP sebesar Rp 1.300/Kwh yang disebabkan karena PT PLN masih menggunakan energi primer BBM. Jika energi primer yang digunakan adalah gas, maka BPP hanya sekitar Rp 900/Kwh. Murah bukan? Kalaupun subsidi harus ditambah dan TDL harus naik, tidak terlalu besar. Sehingga dana subsidi bisa digunakan untuk keperluan lain.
Namun untuk itu perlu langkah-langkah strategis dan berani dari Pemerintah agar kebutuhan energi primer murah untuk PT PLN harus tersedia. Bagaimana caranya? Pertama, Pemerintah harus mengeluarkan Keputusan Presiden (Kepres) tentang Domestic Market Obligation (DMO) yang menyatakan bahwa DMO untuk gas harus minimal sekitar 30% dan dengan harga ekspor terendah supaya PT PLN dapat menyediakan listrik tanpa mengalami kerugian terus menerus.
Kedua, Pemerintah harus berani dan mampu melakukan renegosiasi kontrak penjualan ekspor gas dengan para Production Sharing Contractor (PSC) yang mengelola ladang gas di Indonesia. Mudah kan? Masalahnya Pemerintah yang dipilih oleh lebih dari 60% masyarakat Indonesia belum mempunyai keberanian untuk membuat Kepres tersebut dan melakukan renegosiasi.
Aturan yang ada terkait DMO minyak dan gas saat ini adalah hanya PP No 55 tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang sangat lemah dan implementasinya juga tidak dapat membuat kebutuhan gas untuk PT PLN terpenuhi. Coba kita liat Pasal 46 ayat (1) yang menyatakan : “Kontraktor wajib ikut memenuhi kebutuhan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi dalam negeri”.
Terkait dengan Ayat (1) tersebut, Pasal 46 ayat (3) juga menyatakan : “Kewajiban Kontraktor untuk ikut memenuhi kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyerahkan sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) dari hasil produksi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi bagian Kontraktor”.
Dengan bunyi Pasal seperti itu, seharusnya PSC wajib menyetorkan gas yang mereka ambil hanya sebesar 25% sebagai DMO meskipun ini masih kurang untuk memenuhi kebutuhan domestik. Kebutuhan gas PT PLN tahun 2010 sekitar 1,9 MMSCFD namun yang bisa dipenuhi baru sekitar 1.000 MMSCFD (sumber PT PGN). Belum lagi kebutuhan kalangan industri pupuk, keramik dan sebagainya. Akibatnya, Menteri ESDM belum lama ini menyatakan bahwa Indonesia akan mengimpor gas. Alangkah ironisnya, negara kaya gas kekurangan pasokan gas sehingga harus impor.
Lalu Apa Langkah Pemerintah?
Saat pergantian Direksi PT PLN awal tahun ini, Dahlan Iskan sebagai Direktur Utama PT PLN yang baru mempunyai 9 langkah yang dapat menyelamatkan industri ketenagalitrikan Indonesia. Salah satu langkah itu adalah munculnya Kepres tentang DMO sebesar 30% dan dijual dengan harga ekspor terendah. Kemudian langkah lain adalah adanya Keputusan Pemerintah yang mengatur bahwa seluruh pajak PT PLN ditanggung oleh negara. Namun sampai hari ini 2 langkah utama ini belum muncul.
Pastikan pula Pemerintah berani melawan mafia BBM yang patut diduga selama ini ikut bermain agar PT PLN dan sektor industri lainnya tetap menggunakan BBM yang mereka miliki, bukan energi primer murah lainnya, seperti gas dan batubara. Menteri ESDM harus dapat menjabarkan semua rencana strategis tersebut kepada publik dengan baik agar muncul banyak dukungan kepada Pemerintah. Libatkan wakil publik dan para ekpert saat melakukan perundingan ulang tentang kontrak penjualan atau ekspor gas dengan PSC. Jangan hanya pejabat Pemerintah yang penuh birokrasi.
Jika Menteri ESDM tidak mampu melaksanakan ini secepatnya, sebaiknya Presiden perlu memikirkan langkah-langkah strategis lain demi kepentingan publik, misalnya segera mengganti Menteri ESDM agar sektor ESDM yang menopang APBN kurang lebih 35% ini aman dan dapat diandalkan oleh publik karena tanggung jawab kebijakan ketenagalistrikan ada di tangan Menteri ESDM, bukan Direksi PT PLN.
Agus Pambagio (Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen)
(nrl/nrl)