Krisis Listrik, Tanggung Jawab Apa dan Siapa? (1)
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Catatan Agus Pambagio

Krisis Listrik, Tanggung Jawab Apa dan Siapa? (1)

Senin, 09 Nov 2009 10:23 WIB
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Jakarta - Program 10.000 Mega Watt (MW) yang merupakan program Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I, ternyata gagal total karena sampai akhir 2009 PT PLN hanya mendapat pasokan tambahan listrik sebesar 900 MW atau kurang dari 10%. Hal ini disebabkan investor China yang menjadi pendukung utama program ini, ingkar janji.

Semula investor China bersedia membiayai program pembangunan pembangkit 10.000 MW tanpa jaminan dari Pemerintah RI. Namun pada akhirnya mereka meminta jaminan kepada Pemerintah sebesar 50% dari total investasi yang diperlukan. Hal ini tentu saja mengganggu kocek Pemerintah, meskipun dana perbankan BUMN sudah turun membantu.

Bermasalahnya pembangunan Proyek 10.000 MW ini tentunya menghambat penyediaan ketenagalistrikan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Minimnya dana subsidi,
Tarif Dasar Listrik (TDL) yang lebih rendah dari Biaya Pokok Produksi (BPP), tidak
mencukupinya subsidi yang disediakan oleh Pemerintah dan tidak bankable-nya PT PLN (Persero) merupakan hambatan yang sangat serius bagi keberlangsungan suplai ketenagalistrikan di Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertanyaannya: Siapakah yang paling bertanggung jawab? PT PLN (Persero) sebagai operator ataukah Pemerintah sebagai regulator? Dampak dari persoalan di atas membuat PT PLN (Persero), sebagai satu-satunya perusahaan penyedia jasa ketenagalistrikan di Indonesia, seolah-olah merupakan institusi tertuduh yang paling bertanggung jawab terhadap buruknya pelayanan ketenagalistrikan di Indonesia.

Listrik sering mati, tegangan naik turun, harga tidak pernah turun tetapi pelayanan makin buruk merupakan tuduhan yang selalu dialamatkanΒ  publik, DPR dan Pemerintah ke PT PLN (Persero). Lalu, apa dan siapa dong yang sebenarnya harus bertanggung jawab terhadap buruknya ketenagalistrikan di Indonesia? Mari kita bahas secara singkat tapi padat.

Kebijakan Ketenagalistrikan, Siapa Yang Bertanggung Jawab?

Dalam memproduksi listrik, PT PLN (Persero) sangat terkait dengan tersedianya pembangkit, transmisi dan distribusinya serta suplai dan jenis energi yang digunakan. Semakin sedikit jumlah pembangkit dan semakin banyak penggunaan energi fosil yang tak terbarukan, seperti minyak bumi, maka BPP akan semakin mahal.

Pertanyaannya, apakah semua itu bisa ditanggulangi hanya oleh operator saja, sepertiΒ  PT PLN atau BUMD atau Perusahaan Listrik Swasta lainnya jika UU Ketenagalistrikan yang baru sudah berlaku?

Tentu saja tidak karena PT PLN (Persero) hanya sebuah operator ketenagalistrikan seperti yang tercantum dalam UU Ketenagalistrikan Kondisi PT PLN sebagai operator tidak akan berubah membaik meskipun Direktur Utama PT PLN, Fahmi Mochtar, digantikan olehΒ  Jack Welch (mantan CEO GE) atau Warren Buffett (pemilik lembaga keuangan Berkshire Hathaway) sekalipun.
Β 
Hal itu disebabkan karena kebijakan investasi serta perizinan untuk membangun pembangkit baru, menentukan harga jualΒ  (TDL) dan jenis energi yang digunakan, 100% menjadi tanggung jawab Pemerintah sebagai regulator dengan pengawasan dari DPR-RI.

Operator hanya mengusulkan.Β  Keputusan ada di tangan Pemerintah. Institusi Pemerintah yang paling bertanggung jawabΒ  terhadap kebijakan di atas adalahΒ  Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Keuangan, ditambah Kementerian BUMN sebagai wakil pemegang saham mayoritas.

Kementerian ESDM bertanggung jawab tentang kebijakan energi nasional yang sampai hari ini belum jelas. Kementerian Keuangan bertanggung jawab terhadap alokasi dan besaran dana subsidi, besaran deviden serta pajak-pajak yang harus disetor. Apakah PT PLN (Persero) bisa seenaknya membeli gas alam atau batubara dengan harga lebih murah daripada harga pasar dunia (ekspor) tanpa nantinya Direksi harus behadapan dengan BPK/BPKP atau bahkan KPK dengan tuduhan merugikan negara dan masuk bui?Β Β  Tentu saja tidak bisa tanpa seizin Pemerintah dan DPR-RI. Padahal dengan menggunakan bahan bakar gas atau batubara, BPP PT PLN bisa jauh lebih murah sehingga TDL tidak perlu terlalu sering naik.

Begitu pula PT PLN (Persero) juga tidak boleh berinvestasi sembarangan, kalaupun mempunyai cukup dana, untukΒ  membangun pembangkit serta transmisi harus seizin Kementerian ESDMΒ  (memerlukan waktu sekitar 300 hari), Kementerian Keuangan, Komisi VII, Komisi XI dan Panitia Anggaran di DPR-RI.

Secara pribadi saya tidak membela PT PLN (Persero) tetapi mencoba menjelaskan pada publik tentang siapa bertanggung jawab apa, terkait dengan ketenagalistrikan di Indonesia. PT PLN tidak mungkin berubah jika banyak faktor yang tidak menjadi kewenangannya harus diubah. Sebagai operator, PT PLN hanya bisa menjalankan kebijakan, merawat fasilitas yang ada, bekerja efisien dan melayani konsumen dengan baik.

Bagaimana Kondisi Ketenagalistrikan Indonesia Terkini?

Sahibul hikayat untuk memenuhi kebutuhan operasi dan investasi PT PLN (Persero) tahun 2010 dibutuhkan dana kurang lebih sebesar Rp 80 triliun. Angka ini tentunya fantastis tetapi kalau melihat efek bola saljunya, mau tidak mau, suka atau tidak suka dana tersebut harus dipenuhi Pemerintah agar pertumbuhan ekonomi bisa kembali ke tingkat saat sebelum krisis keuangan tahun 98, yaitu 7%. Di mana infrastruktur akan tumbuh 14% dan akan tercipta lapangan kerja yang baik. Tanpa listrik, kita jangan banyak berharap akan sejahtera. Haree genee tanpa listrik?

Sebagai catatan pemasukan PT PLN untuk tahun 2010 berasal dari penjualan surat utang (domestik dan internasional) sebesar Rp 9 triliun, dana internal PT PLN yang berasal dari penerimaan TDL dan lain-lain Rp 21,39 triliun (setelah TDL dinaikkan minimal sebesar 23% awal tahun 2010), dan subsidi Pemerintah tahun 2010 sekitar Rp 37,8 triliun. Sehingga dana total yang tersedia untuk tahun 2010 saja hanya sebesar Rp 68,19 triliun atau defisit sebesar Rp 11,81 triliun.

Nah, dari mana dana ini mau diambil dan untuk apa saja dana sebesar itu,Β  akan kita ulas pada tulisan berikut.

Kebutuhan akan ketenagalistrikan bagi Indonesia sudah harus atau mutlak. Apa pun alasannya karena kekuatan pembangkit yang ada sudah beroperasi secara maksimal pada beban puncak. Kalau tidak segera dibangun pembangkit baru, maka listrik akan semakin sering padam dan kehancuran pembangkit yang ada akan semakin cepat karena dipaksa untuk bekerja terus menerus dengan perawatan minimal demi memenuhi kebutuhan listrik publik.
Β 
Terakhir, kalau pun ada masalah korupsi di lingkungan PT PLN, serahkan saja pada aparat penegak hukum untuk segera diproses tetapi jangan menjadi alasan Pemerintah untuk menghambat pertumbuhan ketenagalistrikan di Indonesia. Investasi dan terobosan di ketenagalistrikan oleh Pemerintah harus 'Now or Never'.

Salam Agus Pambagio (Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen)

(nrl/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads