Mengapa Oposisi Penting
Dalam sebuah negara demokrasi, check and balances merupakan aspek yang sangat penting. Mengingat kekuasaan cenderung disalahgunakan, perlu pengawas yang bisa melakukan kontrol agar kekuasaan berjalan dengan benar dan tidak menyimpang. Semangatnya adalah bagaimana kekuasaan yang ada digunakan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat.
Di negara dengan sistem pemerintahan Westminster seperti Inggris, bentuk kontrol itu tidak hanya berupa lontaran-lontaran kritik bersifat wacana yang disampaikan terkait kebijakan tertentu yang kontroversial. Kontrol itu bersifat sistematis dengan cara membuat pemerintahan tandingan. Partai oposisi yang kalah jumlah di parlemen memiliki kabinet bayangan yang bertugas membuat berbagai kebijakan tandingan sebagai alternatif atas kebijakan yang dibuat cabinet resmi. Para menteri di kabinet ini juga mendapat gaji layaknya menteri di kabinet resmi.
Karena itulah dinamika perdebatan dalam menghadapi suatu masalah tertentu akan konstruktif. Sebab kabinet bayangan ini tidak asal mengkritik, tetapi juga memberikan solusi sesuai dengan platform yang mereka miliki. Solusi itu bukan hanya bersifat jangka pendek dan parsial, melainkan jangka panjang dan komprehensif. Biasanya konstruksi logika yang dibangun sesuai dengan apa yang mereka sampaikan saat kampanye karena kritik yang mereka lontarkan tidak dimaksudkan untuk mendeligitimasi pemerintahan, mereka biasa disebut sebagai oposisi loyal.
Oposisi di Indonesia
Di Indonesia yang menganut sistem multipartai, konsepsi tentang oposisi bersifat kabur. Selama 2004-2009 PDIP menegaskan diri sebagai partai oposisi. Partai ini sama sekali tidak turut serta ambil bagian dalam pemerintahan dengan tidak mendapat bagian satu menteri pun. Mereka juga sering mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah yang mereka nilai tidak populis.
Namun sikap oposisi PDIP ini tidak bersifat sistematis seperti di negara dengan sistem Westminster. Mereka tidak memiliki konsepsi yang jelas tentang bagaimana mengatur negara ini dengan cara alternatif sebagai counter bagi kebijakan pemerintah. Kritikan-kritikan yang mereka lontarkan pun hanya sebatas wacana yang tidak jelas ujung pangkalnya. Oposisi hanya diartikan sebatas tidak duduk di kabinet dan sering mengkritik. Padahal faktanya, partai yang duduk di kabinet pun acap kali mengkritik kebijakan pemerintah meski kritikan itu terkadang dilontarkan oleh individu berpengaruh di partai dan tidak mewakili sikap resmi partai.
Meski demikian, keberadaan partai di luar koalisi yang tidak turut serta duduk di kabinet seperti yang dilakukan PDI Perjuangan kemarin tetap sangat penting. Sebab meski bisa saja mengkritik, namun partai yang turut serta duduk di kabinet akan cenderung bermain aman. Jika kritik itu membahayakan posisinya di kabinet, mereka cenderung menghindarinya. Sulit bagi kita berharap sebuah partai yang duduk di kabinet bisa melontarkan kritikan keras terhadap kinerja pemerintah mengingat mereka sendiri menjadi bagian dari pemerintah.
Kabinet Bayangan
Dengan terkonsolidasikannya 7 partai di bawah pengaruh SBY dan Partai Demokrat, praktis tinggal Partai Gerindra dan Hanura yang bisa diharapkan menjadi oposisi. Meski jumlah kursi dua partai ini di parlemen sangat sedikit, namun bukan berarti mereka tidak bisa menjadi oposisi yang efektif. Sebab mereka bisa memainkan peran oposisi non-parlemen. Tentu saja mereka bisa menggunakan sedikit kekuatan mereka di parlemen untuk beroposisi. Namun bisa dipastikan itu tidak akan efektif mengingat kekuatan keduanya selisih terlalu jauh dibanding kekuatan koalisi.
Karena itulah sebaiknya mereka membentuk kabinet bayangan yang akan menghadirkan wacana tanding bagi setiap kebijakan pemerintah yang tidak populis. Dengan cara ini publik akan memiliki pembanding untuk setiap kebijakan yang diambil pemerintah. Meski oposisi semacam ini tidak mampu mempengaruhi kebijakan secara efektif, namun mereka bisa menjadi alat kontrol bagi pemerintah dengan cara mempengaruhi wacana publik. Dengan demikian setiap kali pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tidak populis, publik akan tahu dan sadar bahwa ada kebijakan alternatif yang mungkin untuk diambil namun ternyata tidak diambil oleh pemerintah.
Dengan cara ini, bukan saja publik akan diuntungkan, bahkan kedua partai inipun akan mendapat keuntungan. Publik akan tahu seberapa jauh komitmen mereka mengabdi demi kesejahteraan rakyat lewat wacana tanding yang mereka lontarkan. Dari segi kepentingan taktis strategis, sikap oposisi semacam ini semakin penting dan menguntungkan bagi kedua partai. Sebab lambat tapi pasti publik mulai melihat ketidakberesan yang terjadi dalam pemerintahan di bawah SBY. Dan selama 5 tahun ke depan, sangat mungkin ketidakberesan itu akan semakin mengemuka. Jika itu terjadi, peluang bagi mereka untuk meraih simpati publik demi memenangi Pemilu 2014 akan semakin besar.
Namun perlu diingat juga pengalaman oposisi PDIP yang selama 5 tahun ini tidak berjalan efektif dan terbukti tidak mampu membawa keuntungan bagi partai banteng tersebut. Alih-alih mendongkrak suara, sikap oposisi si banteng justru berujung pada merosotnya perolehan suara mereka di Pemilu 2009 dan kekalahan calon presiden mereka dalam Pilpres. Hanura dan Gerindra harus belajar bagaimana menjadi oposan yang efektif agar tidak mengulangi kegagalan PDIP.
Untuk menjadi oposan semacam ini, kabinet bayangan harus dibentuk dan dijalankan secara efektif. Dan untuk itu kedua partai harus mengkonsolidasikan semua potensi yang ada. Mereka perlu merangkul semua pihak yang masih kritis terhadap pemerintah. Tokoh-tokoh masyarakat, intelektual, ilmuwan, akademisi, kalangan LSM, pers, tenaga professional, dan kalangan-kalangan lainnya harus didekati dan dikonsolidasikan.
Partai oposan ini harus memiliki menteri-menteri bayangan yang tidak kalah handal dibanding menteri resmi. Mereka juga memerlukan para pakar yang bisa dimintai masukan guna menyusun kebijakan tandingan. Kekuatan-kekuatan kritis yang tersisa, meskipun barangkali tidak banyak lagi, harus benar-benar didayagunakan secara efektif. Meski tidak serapi kabinet bayangan seperti dalam sistem Westminster, namun pola semacam ini akan sangat bermanfaat jika diterapkan di Indonesia. Jika ini dilakukan, bukan tidak mungkin di 2014 Gerindra dan Hanura mampu menundukkan Partai Demokrat yang dalam Pemilu 2009 tidak tertandingi.
Shohib Masykur adalah alumnus Departemen Hubungan Internasional UGM yang juga wartawan detikcom. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dan tidak mewakili institusi.
(iy/iy)