Meski sempat melakukan protes, sebagian warga memilih untuk mengalah dan merogoh kocek demi menyeimbangkan posisi halaman parkir dan tinggi trotoar yang hampir setinggi 30 centimeter tersebut.
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau saya kerjain sendiri enggak enak, nanti mereka (pekerja) yang komplain saya numpuk pasir atau batu di depan, akhirnya mereka nawarin ya dikerjakan sama mereka," tutur Leo kepada detikcom di depan toko milikya, Rabu (1/11/2017).
Leo mengaku lebih memilih mengalah. Bahkan dia sempat didatangi pihak dinas yang menyebutnya sebagai warga percontohan. "Mereka bilang wah bagus ini warga percontohan, sebenarnya mau bagaimana lagi orang saya tidak punya pilihan lagi," imbuh dia.
![]() |
Berbeda dengan Leo, Tia Gustiawati (48) Manager Toko kue Purimas mengaku tidak mau meninggikan jalan dan halaman parkir tokonya.
"Itu besi gorong-gorong di depan jalan masuk menuju gerai kue baru saja saya buat sampai Rp 10 Juta, gara-gara tinggi trotoar hampir 30 centimeter masa harus saya rusak lagi. Maunya saya itu trotoar yang menyesuaikan bukan kita yang ngalah," kesalnya.
Tia mendukung adanya perbaikan trotoar demi kepentingan pejalan kaki dan estetika keindahan kota. Namun kebijakan tersebut tidak serta merta malah merugikan warga dan pemilik toko di sepanjang jalan.
"Yang datang ke halaman parkir kita ini kebanyakan kendaraan kecil kayak 'city car' yang pendek, ada juga mobil besar truk sampah yang sering parkir. Dengan kondisi begini kita harus bagaimana, sementara melihat trotoar memblokir pintu masuk ke dalam toko," tutupnya
Pengamatan detikcom, trotoar yang memblokir toko Purimas baru setengah jalan, sisanya masih belum dikerjakan untuk kendaraan roda empat masuk dan ke luar parkiran toko. Apabila jalan ditinggikan maka kondisi parkiran akan lebih curam dan tidak bisa dilewati kendaraan jenis sedan.
(ern/ern)