AS Kembali Sita Kapal Tanker, Venezuela Berang

AS Kembali Sita Kapal Tanker, Venezuela Berang

Haris Fadhil - detikNews
Minggu, 21 Des 2025 16:47 WIB
AS Kembali Sita Kapal Tanker, Venezuela Berang
Foto: Kapal tanker yang disita AS di perairan dekat Venezuela (AFP/HANDOUT)
Caracas -

Personel Amerika Serikat (AS) menaiki dan menyita sebuah kapal di lepas pantai Venezuela. Ini merupakan kedua kalinya AS menyita kapal di dekat Venezuela.

Dilansir CNN, Minggu (21/12/2025), penyitaan itu terjadi seiring meningkatnya tekanan pemerintahan Presiden AS Donald Trump terhadap Caracas. Pencegatan kapal oleh AS ini terjadi setelah Trump mengumumkan 'blokade' terhadap kapal tanker minyak yang dikenai sanksi yang masuk dan keluar dari negara tersebut.

AS awalnya menyita sebuah kapal tanker minyak besar bernama Skipper yang telah dikenai sanksi karena hubungannya dengan Iran pada tanggal 10 Desember. Meskipun arahan Trump pekan ini menargetkan kapal tanker yang dikenai sanksi, kapal yang disita AS pada hari Sabtu (20/12) tidak berada di bawah sanksi AS.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penyitaan tersebut tidak ditentang oleh awak kapal tanker. Kapal tersebut adalah kapal tanker berbendera Panama yang membawa minyak Venezuela dengan tujuan akhirnya ke Asia.

ADVERTISEMENT

Operasi hari Sabtu itu dipimpin oleh Penjaga Pantai AS, dengan bantuan dari militer AS, dan terjadi di perairan internasional. Menteri Keamanan Dalam Negeri AS, Kristi Noem, yang lembaganya mencakup Penjaga Pantai, mengunggah video berdurasi 7 menit ke media sosial pada Sabtu sore yang menunjukkan sebuah helikopter melayang di atas kapal tanker tersebut.

Dia menulis kapal tanker itu ditangkap dalam 'aksi subuh' oleh Penjaga Pantai dengan dukungan dari Departemen Pertahanan dan bahwa kapal itu terakhir berlabuh di Venezuela.

"Amerika Serikat akan terus mengejar pergerakan ilegal minyak yang dikenai sanksi yang digunakan untuk mendanai terorisme narkoba di kawasan itu," katanya.

Menteri Luar Negeri Venezuela mengumumkan Iran menawarkan kerja sama untuk menghadapi apa yang dia gambarkan sebagai 'tindakan pembajakan' dan 'terorisme internasional' oleh pemerintah AS. Menlu Venezuela, Yvan Gil, mengatakan di Telegram bahwa dia berbicara melalui telepon dengan Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, untuk meninjau hubungan bilateral dan membahas 'perkembangan terkini di Karibia, terutama ancaman dan pencurian kapal yang memuat minyak Venezuela'.

Gil mengatakan Teheran menyatakan 'solidaritas penuh' dengan Venezuela dan menawarkan kerja sama 'di semua bidang' untuk menghadapi tindakan AS yang menurutnya melanggar hukum internasional. Penyitaan kapal-kapal tersebut telah meningkatkan tekanan pada Caracas dengan menargetkan jalur ekonomi vitalnya, yang sebelumnya sudah tertekan setelah sanksi baru terhadap sektor minyak awal tahun ini.

AS telah berbulan-bulan melancarkan tekanan terhadap Venezuela yang mencakup pengerahan ribuan pasukan dan kelompok serang kapal induk ke Karibia, serangan terhadap kapal-kapal yang diduga membawa narkoba, dan ancaman berulang terhadap Presiden NicolΓ‘s Maduro. Militer AS telah menewaskan 104 orang dalam serangan yang menghancurkan 29 kapal yang dituduhnya membawa narkoba.

Serangan itu, menurut pemerintahan Trump, digambarkan sebagai upaya untuk menindak aliran narkoba dan migran ilegal dari Venezuela. Pengumuman Trump pekan ini tentang 'blokade' juga menggarisbawahi fokus presiden pada minyak negara tersebut, yang menurutnya AS harus memiliki akses jika Maduro digulingkan.

Cadangan minyak Venezuela adalah yang terbesar di dunia, tetapi beroperasi jauh di bawah kapasitas karena sanksi internasional. Sebagian besar minyak negara itu dijual ke China.

Venezuela pun mengecam blokade tersebut awal pekan ini, menyebutnya sebagai 'ancaman yang sembrono dan serius'. Negara itu mengatakan akan terus membela kedaulatan dan kepentingan nasionalnya.

Wakil Presiden Venezuela Delcy RodrΓ­guez mengatakan negaranya 'menolak pencurian dan pembajakan kapal swasta baru yang mengangkut minyak Venezuela'. Dia mengatakan negaranya akan mengambil semua tindakan yang tepat, termasuk melaporkan hal ini kepada Dewan Keamanan PBB, organisasi multilateral lainnya, dan pemerintah dunia.

Halaman 2 dari 3
(haf/imk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads