Amerika Serikat (AS) membombardir lebih dari 70 target kelompok radikal Islamic State (ISIS) di wilayah Suriah pada Jumat (19/12) waktu setempat. Gempuran itu membalas serangan yang menewaskan tiga warga AS, termasuk dua tentara, di Suriah akhir pekan lalu.
Otoritas Washington mengatakan seorang pria bersenjata dari ISIS yang bertindak sendirian mendalangi serangan pada 13 Desember lalu di area Palmyra -- rumah bagi reruntuhan kuno yang terdaftar di UNESCO dan pernah dikuasai para petempur jihadis -- yang menewaskan dua tentara AS dan satu warga sipil AS.
Komando Pusat AS (CENTCOM), seperti dilansir AFP, Sabtu (20/12/2025), mengatakan bahwa sebagai respons, AS telah "menyerang lebih dari 70 target di berbagai lokasi di wilayah Suriah bagian tengah dengan jet tempur, helikopter serbu, dan artileri".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Operasi tersebut menggunakan lebih dari 100 amunisi presisi yang menargetkan infrastruktur dan situs-situs senjata ISIS yang diketahui," kata CENTCOM dalam pernyataannya.
CENTCOM juga menambahkan bahwa AS dan pasukan sekutunya telah "melakukan 10 operasi di Suriah dan Irak yang mengakibatkan kematian atau penahanan 23 pelaku teroris" menyusul serangan di Palmyra. Tidak disebutkan lebih lanjut kelompok mana yang menjadi afiliasi para militan tersebut.
Kementerian Luar Negeri Suriah, meskipun tidak secara langsung mengomentari serangan pada Jumat (19/12), mengatakan dalam sebuah postingan via media sosial X bahwa negaranya berkomitmen untuk memerangi ISIS.
Ditegaskan juga oleh Kementerian Luar Negeri Suriah bahwa pihaknya "memastikan kelompok tersebut tidak memiliki tempat perlindungan yang aman di wilayah Suriah, dan akan terus mengintensifkan operasi militer terhadapnya di mana pun kelompok tersebut menimbulkan ancaman".
Warga-warga AS yang tewas dalam serangan Palmyra pada akhir pekan lalu terdiri atas dua sersan Garda Nasional Iowa, William Howard dan Edgar Torres Tovar, serta seorang warga sipil bernama Ayad Mansoor Sakat yang berasal dari Michigan dan bekerja sebagai penerjemah.
Serangan yang menewaskan tiga warga AS itu merupakan insiden pertama sejak penggulingan penguasa lama Suriah, Bashar al-Assad, pada Desember tahun lalu. Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Suriah, Noureddine al-Baba, mengatakan pelakunya adalah anggota pasukan keamanan yang akan dipecat karena "ide-ide ekstremis Islamis-nya".
Para personel AS yang menjadi target serangan itu merupakan personel yang mendukung Operation Inherent Resolve, upaya internasional untuk memerangi ISIS, yang merebut sebagian besar wilayah Suriah dan Irak pada tahun 2014.
Kelompok radikal itu telah dikalahkan oleh pasukan darat lokal, yang didukung serangan udara internasional dan dukungan lainnya, tetapi ISIS masih memiliki kehadiran di Suriah.
Simak juga Video ISIS Bunuh 2 Tentara AS, Suriah Tangkap 5 Pelaku











































