Kisah Assad Hidup Mewah di Rusia Usai Kabur dari Suriah

Kisah Assad Hidup Mewah di Rusia Usai Kabur dari Suriah

Haris Fadhil - detikNews
Selasa, 16 Des 2025 20:08 WIB
Kisah Assad Hidup Mewah di Rusia Usai Kabur dari Suriah
Bashar al-Assad (Foto: Getty Images/ATPImages)
Moskow -

Mantan Presiden Suriah Bashar al-Assad dan keluarganya kini hidup tenang dalam kemewahan di Moskow, Rusia. Assad, yang berkuasa sekitar 24 tahun di Suriah, kini kembali ke profesi lama sebagai dokter mata.

Kehidupan Assad dan keluarganya setelah kabur dari Suriah itu, seperti dilansir Al-Arabiya, Selasa (16/12/2025), dilaporkan oleh media terkemuka Inggris, The Guardian, yang mengutip sumber-sumber dekat keluarga Assad. Assad telah menjalani pelatihan sebagai dokter mata di London, Inggris, sebelum mengambil alih peran ayahnya sebagai Presiden Suriah sejak tahun 2000.

Dia dan keluarganya melarikan diri dari Suriah pada awal Desember 2024 lalu. Saat itu, pasukan oposisi bergerak maju ke Damaskus dari berbagai arah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut laporan The Guardian, Assad dikawal oleh pasukan Rusia ke pangkalan udara Khmeimim di pantai Suriah dan diterbangkan ke luar negeri. Selama menjabat, Assad memang dekat dengan Rusia.

Mengutip sumber yang dekat dengan keluarga mantan pemimpin Suriah itu, The Guardian menyebut Assad melanjutkan studi kedokteran selama berada dalam pengasingan. Assad juga disebut sedang mempelajari bahasa Rusia.

ADVERTISEMENT

"Dia sedang mempelajari bahasa Rusia dan kembali mengasah kemampuan oftalmologinya. Itu adalah hobinya, dia jelas tidak membutuhkan uang. Bahkan sebelum perang di Suriah dimulai, dia secara teratur mempraktikkan oftalmologinya di Damaskus," sebut sumber tersebut.

Keluarga Assad diyakini tinggal di Rublyovka, distrik elite di sebelah barat Moskow yang menjadi tempat tinggal para tokoh politik senior dan pengusaha kaya. Menurut laporan The Guardian, sebagian besar kekayaan keluarga Assad telah dipindahkan ke Rusia setelah sanksi-sanksi Barat diberlakukan pada tahun 2011 menyusul penindakan keras Assad terhadap unjuk rasa antipemerintah saat itu.

Meskipun memiliki keamanan finansial, Assad dan keluarganya dilaporkan sebagian besar terisolasi dan berada di bawah pengawasan ketat otoritas Rusia.

"Kehidupannya sangat tenang. Dia hampir tidak memiliki kontak dengan dunia luar," tutur seorang teman keluarga Assad.

Laporan The Guardian juga menyebut Assad dicegah untuk berkomunikasi dengan para mantan pejabat senior rezimnya. Assad diyakini hanya berhubungan dengan segelintir mantan ajudan istana kepresidenannya, termasuk Mansour Azzam dan Yassar Ibrahim.

Seorang sumber yang dekat dengan Kremlin mengatakan Assad tidak lagi relevan secara politik bagi kepemimpinan Rusia. Presiden Rusia Vladimir Putin disebut tak peduli dengan tokoh yang telah kehilangan kekuasaan.

"Putin memiliki sedikit kesabaran terhadap para pemimpin yang kehilangan kendali atas kekuasaan, dan Assad tidak lagi dipandang sebagai tokoh berpengaruh atau bahkan tamu yang menarik untuk diundang makan malam," sebut sumber tersebut.

Kondisi Suriah Setahun Setelah Assad Tumbang

Dilansir DW, 8 Desember 2025 menandakan genap setahun sejak rezim Assad tumbang. Kekuasaan dinasi Alawi itu tumbang setelah selama lebih dari 50 tahun menguasai Suriah.

Dinasti Alawi berkuasa dimulai oleh Hafez al-Assad sejak 1971 dan dilanjutkan putranya, Bashar, pada tahun 2000. Kekuasaan lalim dinasti Assad berakhir perlahan, dimulai dari gerakan Musim Semi Arab pada 2011 yang kemudian berkembang menjadi perang saudara brutal hampir 14 tahun.

Kejatuhan Assad terjadi pada 8 Desember 2024 melalui serangan kilat kelompok milisi oposisi Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang nyaris tanpa perlawanan berarti. Assad dikabarkan melarikan diri ke Moskow melalui pangkalan militer Rusia.

Pada Januari 2025, pemimpin HTS Ahmad al-Sharaa, yang sempat menghuni daftar teror Amerika Serikat, ditunjuk sebagai presiden sementara Suriah. Setahun berlalu, berbagai perubahan terjadi, tetapi tantangan besar masih membayangi seisi negeri.

Saat ini, tidak ada lagi serangan udara militer Rusia atau pengeboman terhadap fasilitas kesehatan, yang dulu menjadi simbol kekejaman pasukan pemerintah Assad. Namun, laporan Dewan Keamanan PBB pada November menyebut Suriah masih menghadapi 'lanskap keamanan yang terfragmentasi'.

Ibu kota Damaskus dikabarkan relatif tenang dan tingkat kekerasan dilaporkan menurun tajam dan mencapai titik terendah pada pertengahan November. Meski demikian, bentrokan masih terjadi antara pasukan pemerintah yang baru dan kelompok lain di berbagai wilayah, termasuk kelompok Kurdi dan Druze.

Sisa-sisa pendukung Assad juga masih beroperasi secara sembunyi-sembunyi, sementara kelompok ekstremis Negara Islam (ISIS) memanfaatkan celah keamanan untuk memperluas jejaringnya. Badan Suaka Uni Eropa mencatat, otoritas baru Suriah belum sepenuhnya menguasai seluruh wilayah negeri. Insiden pelanggaran hukum, kriminalitas, dan aksi balas dendam masih sering dilaporkan.

Suriah juga menggelar pemilu parlemen yang relatif lebih bebas awal tahun ini, meskipun belum dilakukan secara langsung dan masih melalui mekanisme majelis pemilih. Al-Sharaa akan tetap menjabat presiden sementara hingga konstitusi baru disahkan.

Penyusunan konstitusi tengah berlangsung disertai dialog nasional. Namun, perbedaan pandangan antara pemerintah sementara dan berbagai kelompok masyarakat masih tajam.

Kondisi itu dikhawatirkan akan membuat konsolidasi kekuasaan berpusat di tangan al-Sharaa. Analis menilai masih terlalu dini membicarakan demokrasi di negeri yang masih dipenuhi konflik tersebut.

Meski demikian, kemunculan institusi-institusi baru dipandang sebagai langkah awal bagi Suriah untuk kembali ke arena politik elektoral, dengan risiko masa depan yang masih terbuka antara demokratisasi atau kembalinya otoritarianisme. Perubahan paling mencolok terlihat dalam diplomasi luar negeri.

Kantor-kantor perwakilan di seluruh dunia kembali dibuka, dan pejabat tinggi kembali aktif melakukan kunjungan internasional. Al-Sharaa, yang sebelumnya masuk daftar sanksi dan pernah diburu dengan hadiah jutaan dolar, kini bebas berpidato di depan Majelis Umum PBB dan menjadi pemimpin Suriah pertama yang mengunjungi Gedung Putih sejak 1946.

Suriah juga menjalin komunikasi dengan seluruh anggota tetap Dewan Keamanan PBB, termasuk Rusia dan China. Namun, operasi militer Israel di wilayah Suriah masih menjadi sumber ketegangan utama yang menurut PBB mengancam transisi politik dan keamanan rapuh negara tersebut.

Sekitar 2,9 juta warga Suriah yang sempat kabur saat perang sipil juga tercatat telah kembali. Akan tetapi, kebanyakan pengungsi itu akan menemui kehancuran di kampung halaman mereka. Hampir semua permukiman penduduk mengalami kerusakan infrastruktur, dengan sekolah dan rumah sakit yang tak berfungsi, atau maraknya sengketa kepemilikan lahan.

Lebih dari separuh jaringan air dan sebagian besar jaringan listrik nasional rusak atau tidak beroperasi. Biaya rekonstruksi diperkirakan mencapai 250-400 miliar dolar AS. Meski ada tanda-tanda pemulihan, seperti renovasi ratusan sekolah dan penambahan aliran listrik di beberapa wilayah, dampaknya belum merata.

Secara ekonomi, sekitar seperempat warga Suriah masih hidup dalam kemiskinan ekstrem. Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sekitar 1 persen pada 2025 ditopang pencabutan sanksi era Assad dan investasi dari negara-negara Teluk. Namun, dampak nyata bagi kehidupan sehari-hari warga dinilai masih belum terasa.

Lihat juga Video 'Presiden Suriah Serukan Perdamaian di Tengah Bentrokan Maut':

Halaman 6 dari 5
(haf/haf)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads