Junta militer Myanmar membantah membunuh warga sipil dalam serangan udara di rumah sakit (RS) yang menewaskan setidaknya 33 orang.
Sebuah jet militer membombardir rumah sakit umum Mrauk-U di negara bagian Rakhine barat, yang berbatasan dengan Bangladesh, pada Rabu (10/12) malam lalu.
"Mereka yang tewas atau terluka bukanlah warga sipil, tetapi teroris dan pendukung mereka," demikian ditulis dalam sebuah artikel di media junta Myanmar, Global New Light of Myanmar (GNLM), dilansir kantor berita AFP, Sabtu (13/12/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Junta yang berkuasa telah meningkatkan serangan udara dari tahun ke tahun sejak dimulainya perang saudara di negara itu, setelah merebut kekuasaan dalam kudeta tahun 2021.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada hari Kamis lalu menuntut penyelidikan, dengan mengatakan serangan ke rumah sakit itu dapat dianggap sebagai kejahatan perang.
Para petugas kesehatan dan pasien tewas, dan "infrastruktur rumah sakit rusak parah, dengan ruang operasi dan bangsal rawat inap utama hancur total," kata kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam unggahan di media sosial X.
Negara bagian Rakhine hampir seluruhnya dikendalikan oleh Tentara Arakan (AA), sebuah kelompok separatis etnis minoritas yang aktif jauh sebelum militer menggulingkan pemerintahan sipil yang dipimpin Aung San Suu Kyi.
Pasukan separatis tersebut mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa 33 orang tewas dan 76 terluka dalam serangan ke RS pada 10 Desember itu.
Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) juga telah bangkit untuk menentang kudeta militer empat tahun lalu.
"Junta melakukan langkah-langkah keamanan yang diperlukan dan meluncurkan Operasi Kontra-Terorisme pada 10 Desember terhadap bangunan-bangunan yang digunakan sebagai basis oleh teroris AA dan PDF," tulis Global New Light of Myanmar (GNLM).
Tonton juga video "Penggerebekan Besar-besaran Markas Scam di Myanmar, 1.600 WNA Dibekuk"











































