Otoritas Sri Lanka mengumumkan korban tewas akibat banjir dan tanah longsor, yang disebabkan oleh Siklon Ditwah, bertambah menjadi sedikitnya 465 orang. Kolombo mengatakan mereka membutuhkan sekitar US$ 7 miliar untuk membangun kembali rumah-rumah, pusat industri, dan jalanan yang rusak.
Harapan kini telah pupus bagi 366 orang lainnya yang belum ditemukan setelah hujan lebat, yang dipicu Siklon Ditwah, mengguyur berbagai wilayah Sri Lanka hingga memicu tanah longsor dan banjir pekan lalu. Demikian seperti dilansir AFP, Rabu (3/12/2025).
Banjir yang merendam ibu kota Kolombo mulai surut pada Rabu (3/12) waktu setempat, setelah banjir besar selama akhir pekan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih dari 1,5 juta orang di negara tersebut terdampak bencana alam tersebut. Sebanyak 200.000 orang di antaranya kini berada di tempat-tempat pengungsian yang dikelola pemerintah.
Beberapa wilayah yang terdampak paling parah di area perbukitan setempat masih belum dapat diakses. Otoritas setempat terus berupaya membersihkan ruas jalanan dan memulihkan jalur komunikasi yang terganggu.
Komisioner Jenderal Layanan Esensial Sri Lanka, Prabath Chandrakeerthi, yang memimpin upaya pemulihan besar-besaran mengungkapkan perkiraan dana yang dibutuhkan negara itu usai diterjang banjir dan longsor parah.
"Perkiraan awal kami adalah kita akan membutuhkan sekitar US$ 6 hingga 7 miliar untuk rekonstruksi," ucapnya.
Chandrakeerthi menambahkan bahwa pemerintah menyediakan bantuan sebesar 25.000 Rupee Sri Lanka (Rp 1,3 juta) untuk setiap keluarga untuk membantu membersihkan rumah mereka. Sedangkan bagi yang kehilangan rumah akan menerima bantuan hingga 2,5 juta Rupee Sri Lanka (Rp 134,9 juta).
Presiden Anura Kumara Dissanayake mengatakan bahwa bantuan asing sangat penting untuk membiayai pemulihan pascabencana, karena negara tersebut masih dalam tahap pemulihan dari krisis ekonomi terburuknya tiga tahun lalu.
Dissanayake menetapkan keadaan darurat pada Sabtu (29/12), dan berjanji untuk melakukan pembangunan kembali dengan dukungan internasional.
"Kita baru saja keluar dari krisis ekonomi ketika kita dilanda bencana ini, yang merupakan tantangan terbesar yang dihadapi oleh pemerintahan mana pun," kata Dissanayake kepada para pejabat tinggi Sri Lanka pada Selasa (2/12).











































