Perang Menggila, 30 Juta Warga Sudan Butuh Bantuan

Perang Menggila, 30 Juta Warga Sudan Butuh Bantuan

Rita Uli Hutapea - detikNews
Sabtu, 15 Nov 2025 17:57 WIB
Red Cross volunteers cook rice to be distributed to Sudanese people who fled the conflict in Geneina in Sudans Darfur region, near the refugee camp in Ourang on the outskirts of Adre, Chad July 25, 2023.REUTERS/Zohra Bensemra
Para pengungsi warga Sudan mengantre makanan (Foto: REUTERS/ZOHRA BENSEMRA)
Jakarta -

Lebih dari separuh penduduk Sudan saat ini membutuhkan bantuan kemanusiaan di tengah pertempuran yang melanda negara Afrika timur laut itu.

Sejak pecah pada April 2023, perang antara tentara Sudan dan kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF), telah menewaskan puluhan ribu orang. Perang tersebut juga telah membuat hampir 12 juta orang mengungsi, dan memicu salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

"Kami melihat situasi di mana lebih dari 30 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan. Jumlah tersebut setara dengan separuh penduduk Sudan," kata Sekretaris Jenderal Dewan Pengungsi Denmark, Charlotte Slente, setelah kunjungan ke wilayah perbatasan di negara tetangga, Chad.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Penderitaan yang kami saksikan sungguh tak terbayangkan," ujar kepala NGO tersebut, dilansir kantor berita AFP, Sabtu (15/11/2025).

ADVERTISEMENT

Sudan memiliki populasi sekitar 50 juta jiwa pada tahun 2024, menurut Bank Dunia.

Komentar pejabat NGO tersebut muncul setelah kunjungan ke daerah di Chad yang berbatasan dengan wilayah Darfur di Sudan bagian barat, yang belakangan ini dilanda pertempuran sengit.

Kekerasan telah meningkat drastis dalam beberapa pekan terakhir. RSF menguasai kota penting El-Fasher -- benteng terakhir tentara Sudan di Darfur -- setelah pengepungan selama 18 bulan dan laporan kekejaman yang terus bertambah.

"Ada pelanggaran yang melanggar semua hukum kemanusiaan internasional," imbuh Slente.

Slente mengatakan NGO tersebut telah melihat bukti pembantaian massal dan kekerasan seksual di Sudan.

"Kami melihat penahanan, penculikan, pemindahan paksa, dan penyiksaan," kata Slente.

Ia menuduh komunitas internasional tidak berbuat cukup.

Ia pun memperingatkan bahwa masih ada kota-kota lain yang masih dikepung dan tidak mendapatkan perhatian yang sama.

Kota Babanusa, benteng terakhir tentara di negara bagian Kordofan Barat, telah dikepung selama beberapa bulan, begitu pula ibu kota negara bagian Kordofan Utara, El-Obeid, serta Kadugli dan Dilling di Kordofan Selatan.

Halaman 2 dari 2
(ita/ita)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads