Lebih dari 150 warga Palestina terjebak selama 12 jam di dalam pesawat setelah mendarat di bandara Afrika Selatan (Afsel) pada Kamis (13/11) waktu setempat. Kepolisian perbatasan Afsel tidak mengizinkan mereka turun dari pesawat karena mereka tidak memiliki kelengkapan dokumen untuk masuk ke negara tersebut.
Kepolisan perbatasan Afsel, seperti dilansir AFP, Jumat (14/11/2025), mengatakan bahwa pesawat carteran yang membawa 153 warga Palestina itu mendarat di Bandara Internasional OR Tambo tak lama setelah pukul 08.00 pagi, pada Kamis (13/11) waktu setempat.
Dijelaskan oleh kepolisan perbatasan Afsel bahwa para penumpang tidak diizinkan meninggalkan pesawat karena mereka "tidak memiliki stempel keberangkatan yang lazim di paspor mereka". Disebutkan juga bahwa tidak ada dari penumpang Palestina itu yang "menyatakan niat untuk mengajukan suaka".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kementerian Dalam Negeri Afsel akhirnya mengizinkan warga Palestina itu turun dari pesawat setelah LSM yang berbasis di Afrika, Gift of the Givers, menjamin akan menyediakan akomodasi bagi mereka.
Sebanyak 153 warga Palestina itu akhirnya turun dari pesawat pada Kamis (13/11) malam waktu setempat, setelah berada di dalam sejak pagi, atau selama 12 jam.
Menurut kepolisian perbatasan Afsel, sebanyak 130 warga Palestina memasuki negara tersebut, sedangkan 23 orang lainnya menunggu penerbangan lanjutan ke tujuan lainnya sesuai pilihan mereka.
Kepolisian perbatasan Afsel menambahkan bahwa pesawat carteran itu dioperasikan oleh maskapai penerbangan Global Airways, dan berangkat dari Kenya. Namun tidak diketahui secara jelas dalam kondisi apa warga Palestina itu berangkat dan rute pasti dari pesawat tersebut.
Pendiri Gift of the Givers, Imtiaz Sooliman, mengatakan kepada televisi lokal SABC bahwa dirinya tidak mengetahui siapa yang menyewa pesawat tersebut.
Sooliman menyebut bahwa pesawat pertama yang membawa 176 warga Palestina telah mendarat di Johannesburg pada 28 Oktober lalu, dengan beberapa penumpang di antaranya telah berangkat ke negara-negara lainnya.
"Keluarga dari kelompok pertama ini memberitahu kami kemarin bahwa anggota keluarga mereka akan datang dengan pesawat kedua dan tidak ada yang tahu tentang pesawat tersebut," katanya.
"Pemerintah harus menyelidiki bagaimana orang-orang datang dengan pesawat carteran tanpa stempel. Israel tidak membubuhkan stempel pada paspor mereka sehingga mereka bepergian secara ilegal," cetus Sooliman.
Afsel, yang menampung komunitas Yahudi terbesar di Afrika sub-Sahara, sebagian besar mendukung perjuangan Palestina. Pemerintah Afsel mengajukan gugatan terhadap Israel ke Mahkamah Internasional (ICJ) tahun 2023 lalu, menuduhnya melakukan genosida di Jalur Gaza.
Simak juga Video: Kota Bethlehem di Palestina Kembali Rayakan Natal Tahun Ini











































