Jumlah korban tewas dalam penggerebekan kepolisian paling berdarah di Brasil, yang menargetkan geng narkoba paling tua dan paling berpengaruh di Rio de Janeiro, kembali bertambah. Sedikitnya 132 orang tewas dalam perang kontroversial melawan geng narkoba yang mengakar di area miskin di negara tersebut.
Penggerebekan berdarah itu mengungkap sisi gelap kota Rio de Janeiro yang penuh kekerasan, namun juga dicintai para wisatawan karena pantainya yang indah dan budayanya yang semarak.
Kantor pembela umum negara bagian Rio de Janeiro, seperti dilansir AFP, Kamis (30/10/2025), melaporkan sedikitnya 132 orang tewas dalam penggerebekan paling mematikan dalam sejarah kota tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara terpisah, Kepolisian negara bagian Rio de Janeiro mengumumkan bahwa jumlah korban tewas sementara mencapai 119 orang, yang disebut terdiri atas 115 tersangka kriminal dan empat personel kepolisian.
Keluarga para korban tewas mengecam apa yang mereka gambarkan sebagai eksekusi oleh polisi. Sedangkan pemerintah negara bagian tersebut memuji operasi yang berhasil dalam melawan Comando Vermelho, geng pengedar narkoba tertua dan terkuat di Rio de Janeiro.
Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menyerukan tindakan terhadap kejahatan terorganisir yang tidak membahayakan polisi atau warga sipil, saat tantangan keamanan Brasilia terungkap hanya beberapa hari sebelum negara itu menjadi tuan rumah perundingan iklim PBB COP30 di Amazon.
"Kita tidak dapat menerima bahwa kejahatan terorganisir terus menghancurkan keluarga-keluarga, menindak penduduk, dan menyebarkan narkoba serta kekerasan di seluruh kota," tulis Lula da Silva dalam pernyataan via media sosial X.
"Kita membutuhkan kerja sama terkoordinasi yang menyerang tulang punggung perdagangan narkoba tanpa membahayakan para polisi, anak-anak, dan keluarga yang tidak bersalah," tegasnya.
Para anggota geng narkoba ditangkap polisi Brasil dalam penggerebekan di Rio de Janeiro Foto: REUTERS/Aline Massuca Purchase Licensing Rights |
Lula da Silva mengutus Menteri Kehakiman Ricardo Lewandoswki ke Rio de Janeiro untuk bertemu dengan Gubernur Claudio Castro guna menawarkan kerja sama dari pemerintah federal. Lewandowski mengatakan dirinya menawarkan bantuan kepada Rio de Janeiro untuk "mengatasi krisis keamanan ini secepat mungkin".
Sementara itu, hakim Alexandre de Moraes memanggil Castro untuk menjelaskan aksi penggerebekan kepolisian tersebut.
Penggerebekan itu melibatkan ratusan personel kepolisian yang didukung helikopter, kendaraan lapis baja, dan drone yang pada Selasa (28/10) waktu setempat, memasuki dua favela, atau pemukiman kumuh padat penduduk, yang menjadi basis Comando Vermelho.
Baku tembak sengit terjadi antara polisi dan para anggota geng narkoba tersebut, dengan penduduk yang ketakutan berlarian mencari perlindungan.
Saat penggerebekan berlangsung para anggota Comando Vermelho menyita puluhan bus dan menggunakannya untuk membarikade jalan raya utama, serta mengirim drone peledak untuk menyerang polisi.
Gubernur Castro menggambarkan penggerebekan terhadap apa yang disebutnya sebagai "narkoterorisme itu sebagai "keberhasilan" dan mengatakan yang menjadi korban hanyalah para polisi yang tewas.
Otoritas Rio de Janeiro menyebut sebanyak 113 orang telah ditahan dan 91 senapan disita, beserta sejumlah besar narkoba.
Mengenai puluhan mayat yang bergelimpangan di area kumuh setempat, Sekretaris Kepolisian Sipil, Felipe Curi, dalam pernyataannya menyebut mayat-mayat tersebut "dipajang di jalanan" setelah para penduduk setempat melucuti "pakaian kamuflase, rompi dan senjata" yang mereka kenakan.
Sekretaris Kepolisian Militer, Marcelo de Menezes, menambahkan bahwa pasukan khusus elite sengaja mendorong "para penjahat" ke area hutan yang berbatasan dengan dua favela tersebut untuk "melindungi para penduduk". Pertempuran, sebut De Menezes, sebagian besar terjadi di dalam hutan tersebut.
Lihat Video 'Puluhan Mayat Tergeletak Setelah Polisi Brasil Serbu Markas Narkoba':












































