Turki kemungkinan tidak akan disertakan dalam pasukan stabilisasi beranggotakan 5.000 personel yang akan dibentuk di wilayah Jalur Gaza, setelah Israel menegaskan mereka tidak ingin pasukan militer dari Ankara ikut serta.
Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu, seperti dilansir The Guardian dan Reuters, Senin (27/10/2025), mengisyaratkan pekan lalu bahwa dirinya akan menentang peran apa pun bagi pasukan keamanan Turki di Jalur Gaza.
Hubungan Israel dan Turki yang sempat menghangat, kembali memburuk selama perang Gaza berkecamuk. Kedua negara juga berseteru mengenai Suriah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prseiden Recep Tayyip Erdogan secara terang-terangan mengecam keras operasi udara dan darat Israel yang menghancurkan Jalur Gaza. Tidak hanya itu, pemerintah Israel juga memandang Erdogan terlalu dekat dengan kelompok Hamas dan Ikhwanul Muslimin, yang pernah berkuasa di Mesir.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Marco Rubio telah mengatakan bahwa pasukan keamanan internasional yang bertugas menjaga stabilisasi Gaza harus terdiri atas "negara-negara yang membuat Israel merasa nyaman". Dia tidak berkomentar mengenai kemungkinan keterlibatan Turki.
Pasukan keamanan internasional itu dibentuk untuk mencegah kekosongan keamanan ketika tugas rekonstruksi besar-besaran dimulai di wilayah Jalur Gaza.
Ankara menyatakan kesediaan mengirimkan pasukan mereka, tetapi Israel mengungkapkan ketidaksetujuan terhadap keterlibatan pasukan Turki dalam pasukan internasional tersebut.
Dikesampingkannya Turki dari pasukan stabilisasi Gaza akan menjadi kontroversi, mengingat Ankara merupakan salah satu penjamin untuk kesepakatan gencatan senjata yang didasarkan pada 20 poin rencana perdamaian yang diusulkan Presiden Donald Trump.
Turki juga dipandang sebagai salah satu Angkatan Bersenjata negara Muslim yang paling cakap. Terlepas dari hal itu, pasukan stabilisasi Gaza kemungkinan masih akan dipimpin oleh Mesir.
Netanyahu, pada Minggu (26/10), menegaskan Israel akan menentukan pasukan asing mana saja yang akan diizinkan masuk ke Jalur Gaza sebagai bagian dari pasukan keamanan internasional, yang bertugas membantu mengamankan gencatan senjata yang rapuh.
"Kami memegang kendali atas keamanan kami, dan kami juga telah memperjelas mengenai pasukan internasional bahwa Israel akan menentukan pasukan mana yang tidak dapat kami terima, dan beginilah cara kami beroperasi dan akan terus beroperasi," tegas Netanyahu.
"Hal ini, tentu saja, juga diterima oleh Amerika Serikat, sebagaimana telah diungkapkan oleh perwakilan paling seniornya dalam beberapa hari terakhir," ucapnya, sehari setelah Rubio mengakhiri kunjungan tingkat tinggi ke Israel.
Diketahui bahwa pemerintahan Trump telah berbicara dengan sejumlah negara Arab dan Muslim, termasuk Indonesia, Uni Emirat Arab, Mesir, Qatar, Azerbaikan, dan Turki untuk berkontribusi pada pasukan multinasional tersebut.
Lihat juga Video 'Alat Berat Mulai Masuk, Gaza Bakal Dibangun Kembali':











































