Seorang warga Thailand yang menembak mati seorang mantan anggota parlemen Kamboja di Bangkok, ibu kota Thailand, dijatuhi hukuman penjara seumur hidup oleh pengadilan. Pembunuhan ini sempat memicu spekulasi keterlibatan mantan pemimpin Kamboja karena korban merupakan politisi oposisi di negara asalnya.
Lim Kimya, yang mantan anggota parlemen dari kubu oposisi di Phnom Penh dan berkewarganegaraan ganda Kamboja-Prancis, ditembak mati pada 7 Januari lalu ketika dia sedang mengunjungi Bangkok bersama istrinya. Ekkalak Paenoi, seorang warga negara Thailand, ditangkap sebagai pelaku penembakan.
Tokoh-tokoh oposisi di Kamboja menuduh mantan pemimpin negara tersebut yang masih berpengaruh, Hun Sen, sebagai dalang penembakan mematikan itu. Istri Lim, pekan ini, menuntut pertanggungjawaban penuh untuk dalang utama pembunuhan suaminya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tindakan terdakwa pertama menyebabkan kerugian bagi penggugat," kata hakim pengadilan pidana Bangkok dalam putusannya, seperti dilansir AFP, Jumat (3/10/2025).
"Karena dia mengaku, pengadilan mengurangi hukumannya menjadi penjara seumur hidup," ujar sang hakim saat membacakan putusan.
Ekkalak ditangkap di Kamboja sehari setelah penembakan, dan mengakui dirinya telah melakukan pembunuhan tersebut dalam sebuah video livestreaming.
Persidangan kasus ini dimulai tiga hari lalu dengan pemeriksaan saksi, termasuk Anne-Marie Lim yang merupakan istri Lim.
"Anne-Marie mungkin puas dengan putusan hari ini, tetapi dia masih mempertanyakan siapa yang memerintahkan kejahatan tersebut," ucap pengacaranya, Nadhthasiri Bergman, kepada wartawan di luar gedung pengadilan Bangkok pada Jumat (3/10).
"Dia ingin otoritas mengungkap kasus ini sampai tuntas," imbuhnya.
Hakim pengadilan Bangkok, dalam putusannya, tidak menyebutkan detail soal motif pembunuhan atau kemungkinan dalang utama di balik pembunuhan tersebut.
Terdakwa kedua, Chakrit Buakhil yang juga warga Thailand, dibebaskan dari dakwaan, dengan hakim mengatakan "dia hanya seorang sopir dan tidak mengetahui apa yang terjadi". Chakrit sebelumnya dituduh membawa Ekkalak ke perbatasan Kamboja setelah penembakan.
Sejumlah media lokal Thailand melaporkan bahwa Ekkalak menerima pembayaran 60.000 Baht (Rp 30 juta) untuk pembunuhan itu. Namun kepolisian setempat mengatakan bahwa Ekkalak mengakui tidak menerima pembayaran apa pun dan menerima pekerjaan itu "untuk membayar utang budi".
Perdana Menteri (PM) Kamboja Hun Manet membantah keterlibatan pemerintahannya atau ayahnya, Hun Sen, dalam pembunuhan tersebut.
Hun Sen memimpin Kamboja selama empat dekade hingga tahun 2023, dengan negara-negara Barat dan kelompok-kelompok HAM sejak lama menuduh pemerintahannya menggunakan sistem hukum untuk menghancurkan oposisi.
Simak juga Video 'MA Thailand Vonis Thaksin Harus Kembali Dipenjara 1 Tahun':