Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan bahwa banyak warga Amerika tampaknya menyukai diktator. Namun, Trump membantah dirinya ingin menjadi seorang diktator.
Pernyataan tersebut, seperti dilansir AFP, Selasa (26/8/2025), disampaikan Trump di sela-sela menandatangani perintah eksekutif terbaru untuk memperketat tindakan keras federal terhadap ibu kota Washington DC dan untuk mengadili para pembakar bendera.
Dalam seremoni di Ruang Oval Gedung Putih pada Senin (25/8) waktu setempat, Trump mengecam para pengkritik dan media ketika dia mengeluhkan dirinya tidak mendapatkan pengakuan atas kebijakannya menindak keras kejahatan dan pelanggaran imigrasi, yang didukung Garda Nasional AS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka mengatakan 'Kita tidak membutuhkannya. Kebebasan. Kebebasan. Dia seorang diktator. Dia seorang diktator'. Banyak orang berkata: 'Mungkin kita menyukai seorang diktator'," kata Trump saat berbicara kepada para wartawan.
"Saya tidak menyukai diktator. Saya bukan seorang diktator. Saya orang yang sangat berakal sehat dan cerdas," tegas Trump.
Trump, sebelum memenangkan masa jabatan kedua dalam pemilu AS pada November tahun lalu, sempat mengatakan bahwa dirinya akan menjadi "diktator sejak hari pertama".
Awal bulan ini, Trump mengerahkan para personel Garda Nasional AS ke Washington DC, ibu kota AS, dalam langkah yang diklaimnya untuk menangkal masalah kejahatan yang tidak terkendali dan untuk mengambil alih kendali federal atas Departemen Kepolisian Metropolitan DC.
Sejak Minggu (24/8) waktu setempat, para personel Garda Nasional AS yang ada di Washington DC mulai menenteng senjata api dalam patroli mereka. Sebelumnya, senjata mereka tersedia jika diperlukan, tetapi disimpan di gudang senjata.
Pengerahan semacam itu menuai kritikan keras dari kalangan Partai Demokrat, yang berulang kali menuduh Trump memaksakan kekuasaan presiden melampaui batas konstitusionalnya.
Pada Juni lalu, Trump secara kontroversial memerintahkan pengerahan hampir 5.000 tentara militer AS ke Los Angeles, yang pada saat itu diklaim untuk meredam unjuk rasa yang marak terhadap operasi penindakan keras imigrasi.
Dalam pernyataan terbaru di Ruang Oval, Trump mengakui sedang mempertimbangkan untuk mengirimkan militer AS ke kota Chicago dan Baltimore, basis kuat Partai Demokrat.
Trump semakin memperketat kebijakannya dengan meneken perintah eksekutif untuk menyelidiki dan mengadili orang-orang yang membakar bendera nasional AS -- meski ada putusan Mahkamah Agung tahun 1989 yang menyatakan tindakan seperti itu dilindungi oleh undang-undang kebebasan berbicara.
Tak hanya itu, Trump juga akan segera mengubah nama Departemen Pertahanan AS menjadi Departemen Perang -- nama yang digunakan AS pada periode tahun 1789 hingga 1947 silam.
"Pertahanan terlalu defensif," ucap Trump kepada wartawan.
Simak Video: Tuai Kritik soal Pengerahan Garda Nasional, Trump: Saya Bukan Diktator