Data resmi menunjukkan harga beras di Jepang melonjak 90,7 persen pada bulan Juli dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year). Namun demikian, laju kenaikan tersebut tercatat melambat dibandingkan bulan-bulan sebelumnya, yang memberikan sedikit kelegaan bagi Perdana Menteri (PM) Shigeru Ishiba.
Masa depan PM Ishiba tidak menentu setelah koalisinya kehilangan mayoritas dalam kedua majelis parlemen dalam pemilu tahun ini, dengan para pemilih yang marah atas kenaikan harga menanggalkan dukungan untuk Partai Demokrat Liberal yang mendominasi sejak lama.
Harga beras, seperti dilansir AFP, Jumat (22/8/2025), telah meroket dalam beberapa bulan terakhir karena masalah pasokan yang terkait musim panas ekstrem tahun 2023 lalu dan adanya panic-buying setelah "gempa dahsyat" tahun lalu, di antara faktor-faktor lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara keseluruhan, inflasi inti Jepang menurun menjadi 3,1 persen dari 3,3 persen pada bulan Juni. Namun, angka tersebut masih di atas target dua persen Bank of Japan, yang memperkuat ekspektasi bawah bank sentral akan menaikkan suku bunga tahun ini.
Bank of Japan terakhir kali menaikkan suku bunga pada Januari lalu, tetapi enggan untuk memperketat kebijakan moneter lebih lanjut. Bank of Japan memandang inflasi di atas target disebabkan oleh faktor-faktor sementara, termasuk harga beras.
Pada bulan Juni, harga beras di Jepang mencapai angka 100,2 persen lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan pada bulan Mei, angkanya mencapai 101,7 persen.
PM Ishiba telah menunjuk Menteri Pertanian baru dan pemerintahannya merilis stok darurat dalam upaya menurunkan harga.
Awal bulan ini, pemerintah Jepang mengumumkan perubahan dalam kebijakan yang telah berlangsung puluhan tahun, yakni mendorong para petani menanam tanaman lainnya selain beras.
Di sisi lain, Amerika Serikat (AS) menginginkan Jepang mengimpor lebih banyak beras Amerika.
Simak Video 'Mentan Geram Beras Dioplos: Rugikan APBN!':