Wakil Presiden (wapres) Iran mengingatkan bahwa perang dengan Israel bisa kembali meletus kapan saja. Pejabat senior Iran itu menyebut jeda yang terjadi setelah konflik 12 hari di bulan Juni lalu hanya sebagai penghentian sementara.
"Kita harus siap setiap saat untuk konfrontasi; saat ini, kita bahkan belum berada dalam gencatan senjata (kesepakatan); kita berada dalam penghentian permusuhan," kata Wakil Presiden Pertama Iran Mohammad Reza Aref, dilansir Al Arabiya, Selasa (19/8/2025).
Dalam pertempuran pada bulan Juni lalu, Israel membombardir situs-situs nuklir dan militer Iran, serta kawasan permukiman, menewaskan lebih dari 1.000 orang, termasuk komandan senior dan ilmuwan nuklir Iran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Iran membalas dengan serangan rudal dan drone yang menewaskan puluhan orang di Israel.
Amerika Serikat mengumumkan penghentian pertempuran pada 24 Juni, dua hari setelah bergabung dalam perang dengan mengebom fasilitas-fasilitas nuklir Iran. Namun, tidak ada kesepakatan yang meresmikan gencatan senjata, yang ada hanyalah jeda permusuhan yang tidak diumumkan.
Pada hari Minggu lalu, Yahya Rahim Safavi, penasihat militer Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, mengatakan kepada media Iran bahwa negaranya sedang "mempersiapkan rencana untuk skenario terburuk."
"Kita tidak sedang berada dalam gencatan senjata sekarang, kita berada dalam fase perang, ini bisa kolaps kapan saja, tidak ada protokol, tidak ada peraturan, tidak ada kesepakatan antara kita dan Israel, antara kita dan Amerika," ujarnya dalam pernyataan yang dimuat oleh harian Shargh.
"Gencatan senjata berarti menghentikan serangan; itu bisa berubah kapan saja," tambahnya.
Negara-negara Barat menuduh Iran mengembangkan senjata nuklir melalui program atomnya. Namun, tuduhan ini dibantah keras oleh Teheran.
Setelah perang, Israel dan Amerika Serikat berulang kali mengancam akan menyerang Iran lagi jika Teheran meluncurkan kembali situs nuklirnya dan melanjutkan program pengayaan nuklirnya.
Simak juga Video: Iran-Israel Sudah Gencatan Senjata, Bagaimana dengan Hamas?