Rusia Akui Terus Kembangkan Rudal Nuklir Selama Moratorium

Rusia Akui Terus Kembangkan Rudal Nuklir Selama Moratorium

Novi Christiastuti - detikNews
Senin, 11 Agu 2025 18:08 WIB
A Russian Yars intercontinental ballistic missile system drives past an honour guard during a military parade on Victory Day in central Moscow, Russia May 9, 2022. REUTERS/Maxim Shemetov/File Photo Purchase Licensing Rights
Rudal balistik antarbenua Yars buatan Rusia, yang mampu membawa banyak hulu ledak nuklir (dok. REUTERS/Maxim Shemetov/File Photo Purchase Licensing Rights)
Moskow -

Rusia mengakui pihaknya terus mengembangkan rudal-rudal nuklir selama berlangsungnya moratorium untuk pengerahan rudal-rudal semacam itu. Moskow juga mengklaim pihaknya sekarang telah memiliki pasokan persenjataan semacam itu yang substansial.

Hal tersebut, seperti dilansir Reuters, Senin (11/8/2025), dilaporkan oleh kantor berita Rusia, RIA, dengan mengutip wawancara Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Rusia, Sergei Ryabkov, dengan televisi pemerintah Rossiya-1.

Disebutkan dalam laporan kantor berita RIA bahwa Rusia tetap mengembangkan sistem rudal jarak menengah dan jarak pendek selama moratorium berlangsung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ketika moratorium diumumkan, kami memperjelas bahwa moratorium tersebut hanya berlaku untuk pengerahan, dan tidak menyebutkan soal penghentian aktivitas (riset dan pengembangan)," kata Ryabkov dalam wawancara dengan Rossiya-1.

"Jadi waktu ini digunakan untuk mengembangkan sistem yang tepat dan membangun persenjataan yang cukup substansial di area ini. Sejauh yang saya pahami, kami sekarang memilikinya," sebutnya.

ADVERTISEMENT

Awal bulan ini, Rusia menyatakan pihaknya telah mencabut apa yang disebutnya sebagai moratorium sepihak untuk pengerahan rudal jarak menengah. Moskow menyebut langkah tersebut didasari alasan bahwa moratorium merupakan respons yang dipaksakan terhadap langkah Amerika Serikat (AS) dan sekutunya.

Langkah Rusia ini, menurut laporan Associated Press, berpotensi memicu perlombaan senjata baru dengan semakin meningkatnya kembali ketegangan antara Moskow dan Washington terkait isu Ukraina.

Kementerian Luar Negeri Rusia, dalam pernyataan pada 5 Agustus lalu, mengaitkan keputusan tersebut dengan upaya AS dan sekutunya untuk mengembangkan senjata jarak menengah dan persiapan pengerahannya di kawasan Eropa serta belahan dunia lainnya.

Tonton juga video "Rusia Gempur Zaporizhzhia, 12 Warga Ukraina Luka-luka" di sini:

Ditegaskan oleh Kementerian Luar Negeri Rusia bahwa tindakan AS dan sekutunya telah menciptakan "potensi rudal yang mengganggu stabilitas" di dekat Rusia, menciptakan "ancaman langsung terhadap keamanan negara kami", dan membawa "konsekuensi berbahaya yang signifikan bagi stabilitas regional dan global, termasuk eskalasi ketegangan yang berbahaya antara kekuatan nuklir".

Perjanjian mengenai rudal jarak pendek dan jarak menengah berbasis darat, yang ditandatangani oleh Uni Soviet dan AS pada tahun 1987 silam, pada saat itu dipandang sebagai tanda meredanya ketegangan antara kedua negara adidaya yang bertikai.

Namun seiring waktu berjalan, perjanjian tersebut terurai dengan semakin memburuknya hubungan kedua negara.

AS menarik diri dari perjanjian tersebut pada tahun 2019 lalu, saat masa jabatan pertama Presiden Donald Trump, dengan alasan ada dugaan pelanggaran oleh Rusia. Tuduhan pelanggaran itu telah dibantah keras oleh Moskow.

Halaman 2 dari 2
(nvc/ita)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads