Seorang tentara melepas tembakan di sebuah pangkalan militer Amerika Serikat (AS) yang ada di negara bagian Georgia pada Rabu (6/8) waktu setempat. Tembakan itu melukai lima tentara lainnya, sebelum sang tentara pelaku penembakan ditangkap di lokasi kejadian.
Insiden penembakan ini, seperti dilansir AFP, Kamis (7/8/2025), terjadi di Fort Stewart, sebuah pangkalan Angkatan Darat besar yang menampung ribuan tentara dan kerabat mereka. Pangkalan militer itu sempat ditempatkan di bawah lockdown, saat para petugas darurat bergegas merespons penembakan tersebut.
"Tentara-tentara di area itu yang menyaksikan penembakan tersebut langsung dan tanpa ragu-ragu mengamankan tentara tersebut, melumpuhkannya, yang memungkinkan aparat penegak hukum untuk kemudian menahannya," kata komandan Divisi Infanteri ke-3, Brigadir Jenderal John Lubas, dalam konferensi pers.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Divisi Infanteri ke-3 diketahui bermarkas di Fort Stewart tersebut.
Lubas menyebutkan bahwa sedikitnya lima orang mengalami luka-luka akibat penembakan tersebut. "Semuanya dalam kondisi stabil dan diperkirakan akan pulih," sebutnya.
Dia mengidentifikasi tentara pelaku penembakan sebagai Sersan Quornelius Radford.
Motif penembakan tersebut belum diketahui secara jelas.
Meskipun tergolong jarang terjadi, aksi penembakan secara berkala menargetkan fasilitas-fasilitas militer di AS -- negara yang dilanda epidemi kekerasan bersenjata.
Lubas mengatakan bahwa senjata militer tidak digunakan dalam penembakan pada Rabu (6/8) waktu setempat, yang diyakini dilakukan dengan "pistol pribadi" milik pelaku.
Presiden Donald Trump menyebut penembakan di Fort Stewart itu sebagai "kekejaman", dan mengatakan kepada wartawan bahwa Divisi Investigasi Kriminal Angkatan Darat akan memastikan pelakunya "dituntut seberat-beratnya sesuai hukum".
Menteri Pertahanan (Menhan) Pete Hegseth menyebut penembakan itu sebagai aksi "pengecut". Dia menjanjikan bahwa "keadilan yang cepat akan ditegakkan kepada pelaku dan siapa pun yang terbukti terlibat".