Pemimpin Hizbullah, Naim Qassem, melontarkan ancaman terhadap Israel secara langsung untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan terakhir. Qassem mengancam bahwa rudal-rudal akan berjatuhan di wilayah Israel jika negara itu kembali melanjutkan perang besar-besaran di Lebanon.
Ancaman Qassem, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Rabu (6/8/2025), dilontarkan saat kabinet pemerintahan Lebanon menggelar rapat membahas nasib persenjataan Hizbullah, setelah Amerika Serikat (AS) menekan para pejabat Beirut untuk menegakkan komitmen melucuti senjata kelompok yang didukung Iran itu.
Muncul juga kekhawatiran bahwa Israel dapat semakin mengintensifkan serangan-serangan di Lebanon jika pemerintah Beirut gagal melucuti senjata Hizbullah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Qassem, dalam pernyataan yang disiarkan televisi terkait Hizbullah pada Selasa (5/8) waktu setempat, mengatakan bahwa jika Israel terlibat dalam "agresi skala besar" terhadap Lebanon, maka Hizbullah, militer Lebanon dan rakyat Lebanon akan mempertahankan diri.
"Pertahanan diri ini akan menyebabkan rudal-rudal jatuh di dalam entitas Israel, dan semua keamanan yang telah mereka bangun selama delapan bulan akan runtuh dalam waktu satu jam," tegas Qassem dalam ancamannya.
Gencatan senjata yang dimediasi AS pada November tahun lalu telah mengakhiri pertempuran berbulan-bulan antara Hizbullah dan Israel. Perang itu menewaskan sebagian besar pemimpin Hizbullah -- termasuk pendahulu Qassem, Hassan Nasrallah -- dan menghancurkan sebagian besar persenjataan kelompok itu.
Qassem menyebut perang tersebut telah menewaskan 5.000 petempur Hizbullah dan melukai 13.000 orang lainnya -- jumlah korban resmi pertama yang diumumkan Hizbullah.
Namun dia juga mengatakan bahwa Hizbullah tetap dalam kondisi baik, dengan para petempurnya siap melakukan "pengorbanan terberat" jika diperlukan.
Beberapa menit setelah pidato Qassem dirilis, puluhan pria bersepeda motor yang membawa bendera Hizbullah muncul dari benteng pertahanan mereka di pinggiran selatan Beirut untuk hari kedua berturut-turut.
AS dan Lebanon berunding sejak Juni lalu, membahas roadmap AS untuk melucuti sepenuhnya persenjataan Hizbullah dengan imbalan penghentian serangan Israel, penarikan pasukan Israel yang masih menduduki lima titik di Lebanon bagian selatan, dan pendanaan untuk membangun kembali wilayah yang hancur akibat perang.
Namun karena sedikitnya kemajuan soal perlucutan senjata Hizbullah, kesabaran Washington semakin menipis dan mereka menekan para menteri Lebanon untuk segera membuat janji di hadapan publik agar perundingan dalam dilanjutkan.
Qassem menolak persyaratan yang diajukan, dan mengatakan bahwa Israel harus menerapkan gencatan senjata sepenuhnya dengan menghentikan aktivitas militernya di Lebanon sebelum diskusi lainnya dilakukan.
"Selesaikan masalah agresi (Israel), baru kemudian kita membahas masalah persenjataan," cetusnya.