Pemerintah Iran mendesak Amerika Serikat (AS) untuk memberikan jaminan resmi bahwa mereka akan mencabut sanksi yang selama ini diberlakukan terhadap Teheran. Desakan ini disampaikan saat perundingan antara kedua negara membahas program nuklir Iran terus berlanjut.
"Kami ingin jaminan bahwa sanksi-sanksi itu dicabut secara efektif," ucap juru bicara Kementerian Luar Negeri, Esmaeil Baqaei, dalam konferensi pers di Teheran, seperti dilansir AFP, Senin (2/6/2025).
"Sejauh ini, pihak Amerika belum ingin mengklarifikasi masalah ini," sebutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan Baqaei ini disampaikan sehari setelah laporan badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan Iran telah meningkatkan produksi uranium yang diperkaya hingga 60 persen -- mendekati level sekitar 90 persen yang diperlukan untuk senjata atom.
Utusan AS untuk perundingan nuklir dengan Iran, Steve Witkoff, telah mengatakan bulan lalu bahwa pemerintahan Presiden Donald Trump akan menentang aktivitas pengayaan uranium oleh Teheran.
"Program pengayaan tidak akan pernah ada lagi di negara Iran. Itu garis merah kami. Tidak ada pengayaan," tegas Witkoff dalam wawancara dengan Breitbart News.
Iran sendiri telah bersumpah untuk terus melakukan pengayaan uranium "dengan atau tanpa kesepakatan" soal program nuklirnya.
Tonton juga "India Minta IAEA Awasi Ketat Senjata Nuklir Pakistan" di sini:
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.
Laporan media AS pada Sabtu (31/5) menyebut AS telah mengirimkan proposal kepada Iran untuk kesepakatan nuklir, yang disebut Gedung Putin akan "dapat diterima" dan merupakan "kepentingan terbaik" untuk diterima.
Media terkemuka AS, New York Times (NYT), dalam laporannya mengutip sejumlah pejabat yang memahami pertukaran diplomatik kedua negara, menyebut proposal Washington itu menyerukan Teheran untuk menghentikan semua pengayaan dan menyarankan pembentukan kelompok regional untuk menghasilkan tenaga nuklir.
Iran dan AS sejauh ini telah menggelar lima putaran perundingan nuklir, yang bertujuan mencapai perjanjian baru guna menggantikan kesepakatan dengan negara-negara besar yang ditinggalkan Trump pada masa jabatan pertamanya tahun 2018 lalu.
Tonton juga "India Minta IAEA Awasi Ketat Senjata Nuklir Pakistan" di sini: