AS Deportasi Profesor Lebanon Usai Hadiri Pemakaman Pemimpin Hizbullah

AS Deportasi Profesor Lebanon Usai Hadiri Pemakaman Pemimpin Hizbullah

Novi Christiastuti - detikNews
Selasa, 18 Mar 2025 11:55 WIB
People gather to attend the public funeral ceremony of Hezbollah leaders Hassan Nasrallah and Hashem Safieddine, who were killed during Israeli airstrikes last year, on the outskirts of Beirut, Lebanon, February 23, 2025. (Reuters)
Banyak orang menghadiri seremoni pemakaman pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah di Beirut pada Februari lalu (dok. Reuters)
Washington DC -

Pemerintah Amerika Serikat (AS) mendeportasi seorang doktor dan profesor asal Lebanon yang bekerja di universitas terkemuka di AS. Deportasi itu dilakukan setelah sang profesor diketahui menghadiri pemakaman pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah di Beirut bulan lalu.

Foto-foto terkait Hizbullah juga dilaporkan ditemukan pada telepon genggam milik sang profesor wanita tersebut.

Rasha Alawieh yang berusia 34 tahun ini, seperti dilansir Al Arabiya, Selasa (18/3/2025), merupakan seorang doktor dan profesor pada Brown University yang ada di Rhode Island, AS. Dia ditahan dan dideportasi beberapa jam kemudian setelah mendarat di Bandara Logan, Boston, AS.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penahanan dan deportasi Alawieh itu dilaporkan terjadi pada Jumat (14/3) pekan lalu.

Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS), dalam pernyataan via media sosial X, menyebut Alawieh terbang ke Beirut untuk secara khusus menghadiri pemakaman Nasrallah, yang tewas dalam serangan Israel di Lebanon beberapa bulan lalu.

ADVERTISEMENT

"Visa adalah keistimewaan, bukan hak -- mengagungkan dan mendukung teroris yang telah membunuh warga Amerika menjadi alasan penolakan penerbitan visa. Ini adalah keamanan yang masuk akal," tegas DHS dalam pernyataannya.

Menurut laporan media POLITICO, otoritas AS menemukan "foto-foto dan video simpatik" terhadap pejabat-pejabat senior Hizbullah dalam folder item yang baru-baru ini dihapus pada telepon genggam milik Alawieh.

Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.

Alawieh juga dilaporkan mengakui dirinya menghadiri pemakaman Nasrallah, yang digelar di Beirut bulan lalu, dan mengatakan bahwa dirinya mendukung Nasrallah "dari sudut pandang agama", bukan sudut pandang politik.

"CBP (Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS) menanyai Dr Alawieh dan memutuskan bahwa niat sebenarnya dari dirinya di Amerika Serikat tidak dapat dipastikan," tulis asisten jaksa AS, Michael Sady, dalam dokumen yang diajukan ke pengadilan untuk deportasi.

Alawieh, menurut laporan POLITICO, pertama kali datang ke AS tahun 2018 ketika mengikuti beasiswa nefrologi -- ilmu tentang seluk-beluk ginjal -- di Ohio State University. Dia juga pernah menempuh pendidikan di Yale dan University of Washington.

Persidangan untuk kasus Alawieh dijadwalkan pada Senin (17/3) waktu setempat, setelah pengacara yang mewakili Alawieh mengajukan gugatan hukum untuk melawan deportasi itu. Menurut POLITICO, persidangan itu ditunda hingga pekan depan.

Namun meskipun hakim pengadilan AS menetapkan Alawieh tidak akan dideportasi tanpa ada pemberitahuan pengadilan, para agen CBP menempatkan Alawieh dalam pesawat tujuan Prancis pada Jumat (14/3) lalu. CBP mengatakan pihaknya tidak menerima perintah pengadilan itu sebelum Alawieh diterbangkan keluar AS.

Deportasi terhadap Alawieh ini dilakukan saat pemerintahan Presiden Donald Trump sedang marak menindak tegas warga negara asing di AS, baik yang tinggal secara ilegal ataupun secara legal, atas tindakan dan pandangan politik mereka.

Halaman 2 dari 2
(nvc/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads