Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken menyebut kesepakatan normalisasi antara Arab Saudi dan Israel mungkin dicapai sebelum Presiden Joe Biden mengakhiri masa jabatannya pada Januari tahun depan. Blinken mengharapkan kesepakatan terwujud di sisa masa jabatan Biden.
Namun, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Jumat (6/9/2024), Blinken menyebut gencatan senjata di Jalur Gaza sebagai "prasyarat penting" untuk bisa mewujudkan normalisasi. Selama 11 bulan terakhir, Israel dan Hamas terlibat perang sengit di daerah kantong Palestina tersebut.
Pernyataan itu disampaikan Blinken saat menjawab pertanyaan wartawan dalam konferensi pers yang digelar di Kediaman Kepala Misi AS di Port Au Prince, Haiti, pada Kamis (5/9) waktu setempat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang, sangat jelas bagi saya dari percakapan saya sejak itu -- dengan Israel, dengan Saudi, bahwa keduanya sangat ingin mewujudkan hal ini, namun ada beberapa persyaratan agar hal itu bisa terwujud," ucapnya.
"Yang pertama adalah ketegangan di Gaza, jadi gencatan senjata merupakan prasyarat penting untuk bisa melanjutkan proses normalisasi. Kedua, seperti yang telah kita diskusikan, adalah jalur yang kredibel bagi negara Palestina. Banyak upaya yang harus dilakukan untuk itu," tutur Blinken dalam pernyataannya.
"Namun mengingat semua upaya yang telah kami lakukan, Amerika Serikat telah melakukan hal yang sama dengan Arab Saudi selama setahun terakhir dalam hal apa yang diperlukan di antara kami, mengingat fakta bahwa Israel dan Arab Saudi, dan dalam percakapan dengan kami, telah menyatakan dengan jelas bahwa ini adalah sesuatu yang ingin mereka kejar," jelasnya.
"Saya pikir jika kita bisa mencapai gencatan senjata di Gaza, masih ada peluang melalui keseimbangan pemerintahan ini untuk melanjutkan normalisasi," cetus Blinken dalam pernyataannya, seperti dikutip dari situs resmi Departemen Luar Negeri AS.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Pada Mei lalu, AS mengklaim pihaknya "sangat dekat" dalam mencapai kesepakatan bilateral dengan Saudi, mengenai jaminan keamanan dari Washington dan bantuan nuklir sipil. Kesepakatan itu diperlukan karena merupakan bagian dari upaya normalisasi Saudi dengan Israel, yang didorong AS.
Para perunding AS dan Saudi saat itu disebut memprioritaskan perjanjian keamanan bilateral yang kemudian akan menjadi bagian dari paket perjanjian lebih luas yang diajukan kepada Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu, yang nantinya harus memutuskan apakah akan mencapai konsesi untuk mengamankan hubungan bersejarah dengan Riyadh.
Diketahui bahwa otoritas Saudi bersikukuh agar setiap perjanjian potensial harus mencakup jalur, yang tidak bisa diubah dan tidak bisa dibatalkan, menuju kepada pembentukan negara Palestina.