Manila -
Menteri Pertahanan (Menhan) Amerika Serikat (AS), Lloyd Austin, menegaskan Washington akan membantu Israel, sekutu dekatnya, mempertahankan diri jika diserang. Namun Austin juga mengatakan bahwa AS ingin melihat "segala sesuatunya diselesaikan dengan cara diplomatis".
Seperti dilansir Reuters dan Anadolu Agency, Rabu (31/7/2024), penegasan itu disampaikan Austin saat berkunjung ke Filipina pada Selasa (30/7) waktu setempat, ketika ketegangan antara Israel dan Hizbullah yang bermarkas di Lebanon semakin meningkat beberapa waktu terakhir.
Dalam pernyataannya, Austin juga menilai perang yang meluas di Timur Tengah bukanlah hal yang tidak bisa dihindari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika Israel diserang, iya, kami akan membantu Israel mempertahankan diri. Kami sudah jelas sejak awal. Tapi sekali lagi, kami tidak ingin melihat hal itu terjadi," ucap Austin saat berbicara kepada para wartawan di Filipina.
Pernyataan Austin itu disampaikan untuk menjawab pertanyaan wartawan soal apakah AS akan kembali membela Israel seperti yang terjadi ketika Iran meluncurkan rentetan rudal pada April lalu.
Baru-baru ini, Tel Aviv terlibat ketegangan yang semakin meningkat dengan kelompok Hizbullah, yang didukung Iran di Lebanon, setelah serangan roket pada akhir pekan menewaskan 12 remaja dan anak-anak di area Dataran Tinggi Golan, wilayah Suriah yang diduduki Israel.
Otoritas Israel menuduh Hizbullah mendalangi serangan roket itu dan bersumpah akan membalasnya. Kelompok Hizbullah sendiri telah membantah pihaknya bertanggung jawab atas serangan mematikan tersebut.
"Kami tetap khawatir mengenai potensi eskalasi konflik ini menjadi pertempuran penuh. Dan saya tidak meyakini bahwa pertempuran tidak bisa dihindari," ucap Austin kepada wartawan.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Komunitas internasional, dengan dipimpin AS dan Prancis, telah berupaya keras mengatasi situasi terkini di kawasan tersebut, dengan mendorong penyelesaian diplomatik antara Tel Aviv dan Hizbullah.
"Saya pikir Anda mengetahuinya, kami ingin melihat segala sesuatunya diselesaikan dengan cara diplomatis," cetus Austin, menghindari pertanyaan apakah Israel bisa melakukan perang penuh melawan Hizbullah di Lebanon saat masih bertempur melawan Hamas di Jalur Gaza.
"Israel akan melakukan apa yang diperlukan untuk mempertahankan diri. Dan hal ini menunjukkan bahwa Anda mengetahuinya, berkali-kali. Tentu saja itu bukanlah skenario yang kami inginkan untuk terjadi," jelasnya.
Beberapa jam setelah pernyataan Austin tersebut, serangan udara Israel menargetkan area sekitar markas besar Dewan Syura Hizbullah di Haret Hreik di Beirut, ibu kota Lebanon. Kantor berita National News Agency (NNA) melaporkan serangan dilakukan dengan drone Israel yang menembakkan tiga rudal ke bangunan di pinggiran selatan Beirut dan menghancurkan dua lantai pada bangunan itu.
Militer Israel, dalam pernyataan terbaru, telah mengonfirmasi serangan tersebut dan mengklaim pasukannya menargetkan seorang komandan Hizbullah yang bertanggung jawab atas serangan roket pada Sabtu (27/7) lalu yang menewaskan 12 orang di Majdal Sham, Dataran Tinggi Golan.
Kemudian pada Rabu (31/7) pagi, kelompok Hamas yang merupakan sekutu Hizbullah mengumumkan kematian pemimpin biro politik mereka, Ismail Haniyeh, dalam serangan di Iran. Kematian Haniyeh terjadi setelah dia menghadiri pelantikan Presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian, sehari sebelumnya.
Hamas dalam pernyataannya menyebut Haniyeh tewas terbunuh "dalam serangan udara Zionis di kediamannya di Teheran". Sedangkan kantor berita Iran, Fars News Agency, melaporkan Haniyeh yang sedang berada di Teheran tewas akibat "serangan rudal yang diluncurkan dari udara".
Sejauh ini, pemerintah dan militer Israel belum secara resmi mengomentari kematian Haniyeh.
Dalam tanggapannya, seorang pejabat senior Hamas Moussa Abu Marzouk, yang dikutip televisi Al-Aqsa TV yang dikelola Hamas, menyebut pembunuhan Haniyeh di Teheran sebagai "tindakan pengecut yang tidak akan dibiarkan begitu saja".
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini