Terkadang, unjuk rasa pro-Palestina di AS itu diwarnai kericuhan, yang beberapa berujung pada tindak kekerasan terhadap warga Muslim dan Yahudi.
Disebutkan oleh Haines dalam pernyataannya bahwa warga AS yang menjadi target kampanye Iran, tidak menyadari bahwa mereka berinteraksi atau menerima dukungan dari pemerintah asing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami mengimbau semua warga Amerika untuk tetap waspada ketika mereka berinteraksi secara online dengan akun dan aktor yang tidak mereka kenal secara priabadi," cetus Haines dalam pernyataannya.
Bos intelijen AS itu juga menegaskan kembali kekhawatiran sebelumnya soal Iran yang menjadi "semakin agresif dalam upaya pengaruh luar negerinya, berupaya memicu perselisihan dan melemahkan kepercayaan terhadap lembaga-lembaga demokrasi kita... termasuk dalam siklus pemilu sebelumnya".
Lebih lanjut, Haines memperingatkan bahwa Iran terus menyesuaikan aktivitas siber dan aktivitas mempengaruhi di luar negeri, dengan menggunakan platform media sosial dan melontarkan ancaman-ancaman.
"Kemungkinan besar mereka (Iran-red) akan terus mengandalkan badan intelijen mereka dalam upaya-upaya ini, serta para influencer online yang berbasis di Iran, untuk mempromosikan narasi mereka," ujarnya.
Namun demikian, Haines juga mengatakan dirinya mengetahui jika warga AS yang berpartisipasi dalam aksi pro-Palestina itu melakukannya dengan "niat baik".
"Selain itu, kebebasan untuk mengekspresikan beragam pandangan, ketika dilakukan secara damai, adalah sangat penting bagi demokrasi kita, namun penting juga untuk memperingatkan para aktor asing yang berupaya mengeksploitasi perdebatan kita untuk tujuan mereka sendiri," kata Haines dalam pernyataannya.
(nvc/ita)